Senin, 31 Desember 2018

Monday Love Letter #22 - Jika 2019 Menjadi Tahun Terakhirku...


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Apa kabaaar sister? Alhamdulillah, tinggal beberapa jam lagi kita akan berganti tahun. Kalau saya sih di rumah aja, nggak keluar-keluar karena pasti macet, hehe. Akhir tahun tentunya sangat lekat pada evaluasi, tidak sedikit dari kita yang menapaktilasi kembali perjalanan hidup kita setahun ke belakang.

Bagaimana 2018-mu? Tentunya ada bahagia dan kesedihan yang dengan adil Allah pergilirkan. Tentunya ada berbagai nikmat dan ujian yang Dia hidangkan untuk kita. Berterimakasihlah untuk semua itu, berterimakasihlah untuk tahun 2018 yang telah menjadikan diri kita yang sekarang. Tanpa disadari kita ternyata semakin kuat, semakin bijaksana, semakin pandai bersyukur, karena apa-apa yang terjadi setahun ke belakang. Allah Maha Baik, kan? :)

Besok, tentu tidak akan jauh berbeda. Masih akan ada bahagia dan sedih yang akan Allah pergilirkan di tahun depan, pun nikmat dan ujian untuk kita. Tapi sebagai manusia biasa, tentu kita memiliki harapan. Kalau bisa, hari-hari yang akan kita lalui nantinya akan selalu bahagia. Semoga, target dan cita-cita kita semuanya tercapai. Semoga, tidak ada lagi kegagalan di tahun depan. Dan semoga-semoga yang lainnya. Lumrah saja, karena kita punya keinginan. Namun, Sayyidina Umar bin Khathab r.a justru berkata, "Aku tidak peduli atas keadaan susah atau senangku, karena aku tidak tahu manakah diantara keduanya itu yang lebih baik untukku." Masya Allah. Pada akhirnya, semua dikembalikan lagi kepada Allah, karena Allah-lah yang paling tahu yang terbaik untuk kita.

Saya masih ingat betul, di awal tahun 2018 saya mulai menulis resolusi dengan mindset yang berbeda. Saya memulai target-target saya dengan 1 kalimat; "Jika 2018 menjadi tahun terakhir saya, saya akan…" Hasilnya, impian dan harapan saya ternyata tidak lagi tentang hal-hal yang bersifat pencapaian materi, kebanyakan adalah tentang memperluas kebermanfaatan dan program-program untuk meningkatkan ketaatan.

Pernahkah kamu mencobanya? Pernahkah mencoba menyusun impian dan cita-cita bersamaan dengan kesadaranmu bertemu kematian? Hal ini bisa membantu menemukan hal apa yang sebenarnya kita inginkan. Sebelum membuat sederet resolusi, ada baiknya kita bertanya kepada diri, "Jika 2019 adalah tahun terakhirku, apa yang benar-benar ingin aku wujudkan?"

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." -QS. Al-Hasyr (59) : 18

Perencanaan itu penting, bahkan Allah menyuruh kita untuk berencana. Tapi jangan lupa bahwa hidup adalah tentang perjalanan menuju kampung akhirat, maka bijaklah dalam menyiapkan bekalnya. Tahun yang berganti adalah jatah waktu yang Allah berikan agar kita bijak menggunakannya. Bukan berarti mengabaikan dunia, tapi jadikan dunia sebagai alat dan kendaraan kita dalam rangka menyiapkan persembahan terbaik untuk-Nya.

Let's start from the end. Apapun target dan resolusi kita, semoga semua dalam rangka menuju-Nya, dalam rangka meninggikan bangunan cinta kita kepada-Nya, dalam rangka mempersiapkan pertemuan dengan-Nya. Bismillah, Ya Allah, kami bertawakal kepada-Mu, dan tidak ada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Mu. Kita saling mendoakan ya, my sister of Deen..

Senin, 24 Desember 2018

Monday Love Letter #21 - Karena Aku Milik-Mu


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Bagaimana kabarmu, my sister of Deen? Jazakillah khairan katsiran untuk kamu yang sudah mengikuti mailing list Sisters of Deen Project, membaca Monday Love Letter setiap Senin, membalasnya, bahkan mem-forwardnya kepada sahabatmu. Mohon doanya semoga kebermanfaatannya bisa semakin meluas ya, please~ doakan.. Hehe.

Sebenarnya saya sudah menyiapkan satu draft tulisan untuk dikirim hari ini, tapi sejak Sabtu malam kemarin saya mendengar berita tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di sekitar Selat Sunda, saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Allah lagi-lagi mengingatkan kembali tentang satu nikmat yang masih sering saya lupakan, yaitu nikmat hidup. Alhamdulillah hari ini masih bisa hidup. Alhamdulillah hari ini masih sehat dan bisa beraktivitas. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk beribadah. Alhamdulillah masih diberi waktu untuk mengumpulkan lagi pundi-pundi amal sholeh sebagai bekal menuju akhirat. Bahkan doa bangun tidur saja, dimulai dengan alhamdulillah. Ini menunjukkan bahwa bisa bangun tidur dan masih hidup hingga hari ini, merupakan sebuah nikmat yang besar yang patut kita syukuri.

Innalillahi wa innailahi raji'un. Adalah kalimat yang biasa kita dengar atau kita ucapkan ketika musibah menimpa kita. Tapi maknanya jauh lebih dalam dari itu. Guru saya pernah berkata, bahwa innalillah adalah tentang kesadaran bahwa kita ini miliknya Allah. Hidup kita ini bukan milik kita sehingga kita bisa bebas hidup semau kita. Hidup kita juga bukan milik orangtua kita, pasangan, ataupun anak kita sehingga semangat hidup kita tergantung pada hadirnya mereka. Hidup kita ini milik Allah. Allah yang menjadi sumber semangat, Allah yang menjadi tujuan, Allah yang berhak menerima setiap pengorbanan dan perjuangan terbaik dari diri kita. Dan paling penting, Allah yang paling berhak atas ketaatan kita.

Konsep innalillah ini membantu saya untuk lebih tenang dan lebih siap dalam menghadapi hidup dengan berbagai dinamika dan tantangan didalamnya. Ya karena saya milik Allah. Allah yang paling tahu yang terbaik tentang apa-apa yang dimiliki-Nya, jadi terserah Allah mau ngasih skenario seperti apa ke hidup kita. Karena yang namanya memiliki, sepaket dengan menguasai. Jadi, jika ada ketetapan atau takdir dari Allah yang dirasa berat, coba untuk tarik nafas, lalu bilang, "Silakan ya Allah, aku milik-Mu, hidupku juga milik-Mu, langit dan bumi ini milik-Mu, maka kuterima dengan lapang dada segala ketentuan dari-Mu." Insya Allah, hati jadi lebih tenang.

Setelah innalillah, disambung dengan kalimat innailahi raji'un. Semua milik-Nya, akan kembali kepada-Nya. Konsep kembali kepada Allah mungkin identik dengan kematian, padahal kembali kepada Allah tidak harus menunggu mati. Sayyid Quthb mengatakan, "Semua orang akan kembali kepada Allah setelah dia wafat. Akan tetapi, orang yang bahagia adalah orang yang kembali kepada Allah ketika dia masih hidup."

Kembali kepada Allah adalah tentang mengembalikan diri dan kehidupan kita kepada yang memilikinya, yaitu Allah. Sudahkah kita "kembali" pada-Nya? Sudahkah sepenuhnya menjadi milik-Nya? Atau jangan-jangan kepemilikan diri kita masih terbagi-bagi dengan yang lain? Maka jangan heran kalau Allah sesekali memberikan ujian dan peringatan agar kita kembali ingat kepada Allah. Ujian itu tanda Allah sayang karena kalau nggak gitu, susah kita ingatnya :')

Alhamdulillah atas nikmat hidup ini. Alhamdulillah atas kesempatan yang masih Dia beri. Yuk, segera kembali pada Allah. Kembalikan tujuan kita sepenuhnya kepada Allah. Kembalikan ketaatan kita sepenuhnya kepada Allah. Kembalikan hidup kita kepada Allah, sebelum kelak Allah benar-benar memanggil kita untuk kembali kepada-Nya.

Senin, 17 Desember 2018

Monday Love Letter Special Edition- A Letter to My Partner, Novie Ocktavia


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh my sister of Deen, Novie! Kamu tau nggak apa rasanya baca suratmu pagi tadi? Aku bersyukur karena kamu menyampaikannya lewat surat! Jadi kamu nggak bisa lihat mukaku yang senyum-senyum sendiri antara malu, salting, dan bahagia jadi satu. Rasanya hampir sama kayak waktu dilamar suami. Hahaha. Habisnya suratnya so sweet banget siih.. (oh ya, barangkali ada yang belum tau, aku sudah menikah sisters~ tapi aku masih muda kok *ehem)

Tapi Nov, syaratnya susah sekali, aku gagal untuk tidak menangis membaca suratmu. Awalnya aku cukup percaya diri karena hampir di setiap kalimat aku membacanya dengan tersenyum. Tapi menjelang akhir surat air mataku mulai keluar, untung pas mau nangis suratnya udahan. Kalau masih lanjut mungkin aku bakal sesegukan sendiri di kamar. Hehe.

Nov, aku selalu percaya bahwa di dunia ini tidak pernah ada yang namanya kebetulan. Pertemuan denganmu hari itu, pasti sudah diatur-Nya dengan sangat cermat dan Allah pasti punya alasan mengapa Dia mempertemukan kita. Benar saja, setelahnya ada saja hal-hal yang membuat kita keep in touch dan tetap melanjutkan pertemanan walau tanpa direncanakan. Heran nggak sih? Kayak air mengalir aja gitu; tiba-tiba ketemu lagi, lalu ketemu lagi, tiba-tiba keidean bikin project bareng, lalu tiba-tiba yang asalnya hanya ada kita, sekarang ada mereka. Iya, mereka… our sisters of Deen. #ciee

Nov, kamu ngerasa juga nggak, semenjak pertemuan kita bulan Juli lalu membahas Sister of Deen Projects dan membuat mailing list untuk Monday Love Letter, sejak saat itu rasanya hidupku sudah tak sama lagi. Jika pikiran kita punya kotak-kotak untuk memikirkan banyak hal, kini ada satu kotak tambahan bernama Sisters of Deen Projects yang tidak bisa diabaikan keberadaannya.

Jika hati kita punya ruang-ruang untuk menyimpan hal-hal yang berharga, kini ada satu ruang dimana para sisters of deen menghuni satu tempat di hati kita. Tentu saja bukan hal yang mudah pada awalnya, butuh penyesuaian dengan ruang-ruang yang lain, butuh berbagi dengan kotak-kotak yang lain, but we effortly made it! Mungkin karena project ini adalah project yang longlasting, tidak seperti project-project lain yang setelah selesai bisa kita bongkar dan buang begitu saja sehingga ia butuh perlakuan khusus dan kesediaan hati yang luas. Semoga Allah selalu lapangkan hati kita ya, Nov :')

Yes, the struggle is real, tapi bahagianya juga banyaaaak banget! Bismillah. Mungkin memang ini rencana Allah untuk kita. Dengan segala skenario-Nya Allah memilih kita untuk menjadi pelaksana dari rencana-Nya yang mulia; to serve our Deen by serve our sisters of Deen. This is such a blessing ever, ya kan. Dan aku bersyukur karena partnerku adalah kamu. Terima kasih ya Nov, karena sudah banyak bersabar dan memberi ruang, sudah membuatku banyak belajar dan tak henti-hentinya mengingatkan untuk menjadi seorang hamba yang profesional. Nggak sabar deh menantikan kejutan-kejutan apa yang Allah hadirkan untuk kita kedepannya.

Kini, hidup kita bukan lagi tentang diri sendiri. Seperti katamu, ada banyak hati perempuan yang perlu ditolong untuk kembali kepada Allah. Kini, hidup bukan hanya tentang bersenang-senang, tapi tentang berjuang mengumpulkan pundi-pundi amal sholeh sebagai bekal kita menuju negeri akhirat. Biarlah sekarang berlelah-lelah, insya Allah tidak akan lama. Cuma di dunia aja kok lelahnya.

Selamat berjuang lagi ya, kita! Saling menyaksikan selama di dunia agar di akhirat nanti bisa saling bersaksi di hadapan Allah bahwa kita pernah sama-sama berbuat sesuatu untuk-Nya. Semoga project ini menjadi salah satu pemberat amal kebaikan dan mengundang ampunan-Nya. Kalau tetanggaan di surga sih aku juga mauuuuuu. Aamiin yaa Allah. Aamiin yaa Rabbal 'Alamiin.

Your sister of deen,
Husna Hanifah

_________

Novie adalah partner menulisku di Monday Love Letter. Kami berdua rutin mengirimkan surat setiap hari Senin melalui email kepada para perempuan yang terdaftar di mailing list Sister of Deen Projects. Kalau kamu ingin mendapatkan 2 surat juga untuk dikirim ke email-mu setiap Senin, silakan subcribe melalui tinyurl.com/mondayloveletter untuk join ke mailing list kita. Khusus perempuan ya! ^_^

Senin, 10 Desember 2018

Monday Love Letter #20 - Menuai Sabar dan Syukur yang Tak Terbatas

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sister, semoga rahmat dan kasih sayang-Nya senantiasa tercurah untuk kehidupanmu ya! Dan semoga selalu ada stok syukur, sabar, dan ikhlas di hatimu dalam menjalani setiap fase kehidupan dan setiap ketetapan dari-Nya.

Memang ya, hidup ini tidak bisa lepas dari syukur dan sabar. Dan dalam menjalani keduanya, seharusnya tidak ada batasnya. Tapi saya pribadi juga masih belajar untuk berusaha bagaimana agar stok sabar dan syukur tetap tersedia. Kan nggak mungkin juga bilang ke Allah, "Maaf ya Allah, ujiannya boleh berhenti dulu nggak, stok sabar saya lagi habis nih." Hehe.

Indikasi yang paling kentara ketika kita kekurangan stok sabar dan syukur adalah ketika kita sering mengeluh. Dikasih rezeki sama Allah bilangnya,"yah.. kok cuma segini.." padahal terimakasih aja dulu, nanti juga Allah bakal kasih lagi kalau kita bersyukur. Dikasih musibah dan bertubi-tubi masalah, ngeluhnya "Ya Allah, kenapa harus akuu?"padahal Allah lagi berbaik hati mau ngasih pahala sabar, kalo ngeluh ya jadinya hangus.

Yang membuat sabar dan syukur kita jadi terbatas adalah karena tidak adanya keikhlasan. Bersyukur tanpa rasa ikhlas hanya akan membuat kita tidak pernah merasa cukup. Bersabar tanpa rasa ikhlas akan membuat kita terus menerus menyalahkan keadaan. Ya intinya jadi banyak mengeluh deh hidupnya.

Ikhlaslah yang membuat sabar dan syukur kita menjadi tidak terbatas. Ikhlas itu lekat dengan penerimaan. Penerimaan atas segala sesuatu yang datang kepada kita dan atas segala sesuatu yang dihadirkan oleh Allah, baik itu nikmat maupun ujian.

Kunci pertamanya adalah menerima pemberian Allah. Luaskan hati kita untuk menerima segala nikmat dan rezeki dari Allah, maka kita akan selalu merasa cukup. Luaskan hati kita untuk menerima segala ujian hidup yang Allah hidangkan, maka segalanya akan terasa lebih ringan. Pokonya terima saja dulu. Seringkali yang bikin berat itu karena ekspektasi kita adalah mendapatkan yang lain. Lupa bahwa Allah yang paling tahu apa yang kita butuh.

Setelahnya, kita juga harus ikhlas dalam menjalani. Yang berarti kita menjalaninya karena Allah. Niat kita untuk Allah. Tiada sebab kita bersyukur dan bersabar kecuali karena Allah.

Bersyukur itu butuh energi, bukan cuma "alhamdulillah ya Allah atas pemberian-Mu", lalu selesai. Bersyukur berarti memikirkan bagaimana agar pemberian dari Allah bisa kita persembahkan lagi kepada Allah. Namun seringnya kita tergoda menggunakannya untuk kepentingan pribadi, untuk kesenangan yang semu. Maka ikhlaslah yang akan jadi penyelamatnya. Karena ikhlas mengembalikan niat dan tujuan kita.

Ikhlas dalam bersabar apalagi. Dalam keadaan terdesak dan terhimpit, akal sehat kita diuji, apakah iman masih kita pegang atau kita gadaikan dengan dunia. Karena sabar bukan sekedar menerima ketetapan Allah, tapi juga mempertahankan keimanan dalam menjalaninya. Seperti sabarnya Nabi Ismail mematuhi perintah untuk disembelih, seperti sabarnya Bilal bin Rabah mempertahankan ketauhidannya, atau sabarnya Siti Mashithoh yang rela diri dan anak-anaknya direbus hidup-hidup karena tidak rela imannya terenggut. Dan ikhlas, lagi-lagi menyelamatkan kesabaran yang hampir habis. Singkatnya; jika bukan karena tujuanku Allah, aku pasti sudah menyerah.

Maka tidak bisa syukur dan sabar, tanpa ikhlas. Lalu jika kamu bertanya bagaimana caranya agar ikhlas, sungguh, itu adalah suatu proses yang panjang. Karena ikhlas berarti menjadikan Allah satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya pemilik dan penguasa diri, serta satu-satunya yang Maha Unggul sehingga kita sadar bahwa kita ini lemah tanpa pertolongan-Nya, celaka jika tidak menuju kepada-Nya, hina jika tidak dalam ketaatan kepada-Nya, . Ya, seperti dalam QS. Al-Ikhlas.

Milikilah keikhlasan, maka sabar dan syukurmu tidak akan ada batasnya. Selamat berlatih!

Selasa, 04 Desember 2018

Monday Love Letter #19 - Hidup Ini Butuh Ilmu

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah sudah Desember! Gimana, deg-degan nggak sebentar lagi kita (insya Allah) mau memasuki tahun yang baru? Kalau saya sih deg-degan. Masih ada sih beberapa target yang harus selesai sebelum akhir tahun, tapi juga excited menanti skenario apa yang Allah siapkan untukku di tahun 2019 nanti. Tentunya dengan harapan bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi di mata Allah :)

Sebulan ke belakang, saya merasa bahagia dan bersyukur sekali karena saya banyak bertemu dan berdiskusi dengan perempuan-perempuan yang sedang memulai kembali mendalami ilmu agama mereka. Padahal kita mungkin sudah diajari tentang Islam ya sejak kecil, tapi entah kenapa semakin dewasa justru merasa semakin banyak nggak tahunya. Semakin mempelajari Islam, semakin sadar bahwa ternyata yang selama ini saya pelajari barulah seujung kuku! Apalagi soal mempraktekkannya, wah kalau praktek rukun iman atau rukun islam ada raportnya, mungkin masih banyak merahnya dan masih banyak yang perlu di-remedial. Lagi-lagi saya merasakan kebesaran Allah dengan hadir ke majelis ilmu dan bersilaturahim bahwa ternyata pemilik segala ilmu memang Allah, sementara yang bisa dipelajari oleh manusia hanya sedikiiiiiiiiit saja.

Dari pertemuan bersama para perempuan pembelajar itu, saya jadi semakin sadar bahwa mencari ilmu memang tidak ada batasnya, tidak ada ujungnya. Saya juga teringat pada pesan orangtua dan guru-guru saya bahwa jika melakukan sesuatu itu, harus ada dasarnya! Bukan atas dasar ikut-ikutan kebanyakan orang, atau karena dengar dari sana-sini yang tidak jelas sumbernya. Maka lakukanlah sesuatu karena memang kita tahu ilmunya dan jelas sumber asalnya sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk urusan hidup ini.

Ya! Bagaimana kita menjalani hidup? Jika hidupmu terombang-ambing, gampang bosan, tidak ada semangat, jangan-jangan standar yang kau tetapkan untuk hidupmu adalah standar dari kebanyakan orang yang tentu saja siklusnya sudah tertebak; sekolah-kuliah-kerja-nikah-punya anak-dst. Bagaimana kau menetapkan cita-cita dan impianmu? Jangan-jangan pilihan kita jatuh pada hal-hal yang dinilai keren oleh orang kebanyakan; punya harta banyak, punya aset, travelling keliling dunia, atau bahkan punya pasangan dan anak-anak yang lucu. Maka jangan heran jika hidupmu seakan hampa, tidak ada "ruh"nya dan dirundung gelisah atas segala pencapaian orang lain. Bisa jadi karena kita kurang ilmu. Ilmu menjalani kehidupan. Loh, emang ada? Ada dong!

Jika kita tinjau ulang dari mengapa kita ada di dunia ini, tentu Allah menciptakan kita bukan tanpa maksud. Lalu Allah memberitahukan kepada kita bahwa maksud Allah menciptakan manusia adalah untuk ibadah. Kira-kira, bisakah kita beribadah tanpa ilmu? Tentu tidak, bukan?

Kemudian jika memikirkan tentang akhir hidup manusia, setiap kita akan menemui kematian yang akan menjadi jembatan kita menuju alam kubur dan alam akhirat. Apa sih yang paling dibutuhkan manusia pada kehidupan setelah matinya? Tidak lain adalah amalnya. Karena semua yang kita miliki selama di dunia akan kita tinggalkan, hanya amal yang kita bawa hingga ke hadapan-Nya. Dan untuk bisa beramal, tidak mungkin tanpa ilmu.

Maka kedudukan ilmu sangatlah penting dalam hidup kita, bahkan sampai terbawa dampaknya di kehidupan kita di dunia maupun di akhirat. Pelajarilah ilmu yang tidak sekedar berguna di dunia saja, tapi juga berguna dan menyelamatkan sampai ke akhirat. Jika kita bahas disini tentu akan panjang sekali sehingga surat ini lebih kepada ajakan untuk semangat mencari, mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu yang Allah sampaikan dalam Al-Quran, yang tidak lain isinya memang menunjukkan kita kepada ketentraman hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat kelak.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai belajar. Tidak ada kata terlalu tua atau terlalu bodoh untuk mulai lagi mendalami tentang hakikat hidup ini. Jangan lelah mencari tahu, jangan bosan menghadiri majelis ilmu dan tetaplah rendah hati. Semoga hati kita terjaga dari hal-hal yang bisa mengotorinya sehingga Allah menghendaki hidayah-Nya turun kepada kita dan menjaga kita dalam kebenaran. Aamiin..