Selasa, 15 November 2016

Bersabarlah untuk Dirimu Sendiri

Welcome to the real life. Pasca kampus, aku melihat orang-orang, termasuk diriku sendiri, mulai memilih dan meniti jalannya masing-masing. Pernikahan, pekerjaan, bisnis, perkuliahan (lagi), penantian, maupun aktivitas lainnya, setiap jalannya menawarkan peran dan tanggungjawabnya sendiri.

Dan peralihan peran ini kerap terjadi. Termasuk padaku. Ada masa adaptasi di setiap episode kehidupan yang baru. Masa yang penuh dengan tantangan karena dihadapkan pada sesuatu yang sebelumnya tidak biasa kita lakukan dan/atau bersama seseorang yang tidak biasa bersama kita. Ya,, kehidupan memang berjalan seperti itu bukan? Bergerak, bertemu orang baru, bertemu aktivitas baru, tempat baru, suasana baru.

Di perjalanan mungkin kita akan menemui orang-orang yang menyebalkan, lingkungan yang membuat tidak betah, pekerjaan yang menyusahkan, dan ketidaknyamanan lainnya. Resah, cemas, takut, gelisah, marah, merasa sendiri, adalah perasaan yang mungkin akan mendominasi di fase peralihan ini. Bersabarlah.

Kesabaran adalah hal mutlak yang dibutuhkan. Bukan sabar terhadap orang lain, melainkan sabar terhadap dirimu sendiri. Bahwa dirimu sedang beradaptasi dan berproses menjalani peran yang baru.

Ya, bersabarlah untuk dirimu sendiri! Sadarilah bahwa dirimu butuh waktu untuk belajar. Segala yang terjadi dan segala emosi yang tumpah tentu akan datang membersamai setiap proses bertumbuhmu. Nikmati saja, sambil berdoa semoga diri kita selalu ikhlas untuk bisa menerima cara Allah mendidik kita.

Inilah cara Allah mendidik kita. Ikhlaslah terlebih dulu, agar sabarmu tidak memiliki batasnya.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Bertanyalah

Kenapa harus aku yang mengalami ini? Kenapa bukan orang lain? Kenapa rasanya berat? Kenapa apa yang kuinginkan belum juga terwujud, sementara orang lain dengan mudah mendapatkannya? Apa maksud dari semua ini?

Pernahkah bertanya seperti itu? Bertanya-tanya mengapa semua harus terjadi pada diri kita. Mengapa kesulitan seperti tidak henti-hentinya datang. Kenapa hari-hari yang terlewati selalu soal mendung dan hujan, semetara kita mengharap pelangi dan matahari.

Kali ini aku tidak akan menghibur dengan kata-kata bijak atau nasihat-nasihat religius seperti yang biasa kulakukan. Aku hanya ingin bilang, teruslah melangkah, hadapi saja mendung dan hujanmu itu, tapi jangan pernah berhenti bertanya. Berjalanlah dengan membawa segala pertanyaan itu. Nanti, entah di langkah yang keberapa, kamu akan menemukan jawaban atas pertanyaan itu.

Teruslah berjalan dengan membawa semua pertanyaanmu. Karena jawaban hanya akan datang bagi mereka yang bertanya dan berusaha mendapatkan jawabannya. 

Oh ya, catat ini. Beda, antara bertanya dan mempertanyakan.

Sebetulnya tidak ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Hanya saja kita yang terkadang kurang sabar ingin cepat-cepat menemukan jawabannya. Di titik ini, berhati-hatilah, karena itu bukan lagi bertanya, tapi mempertanyakan. Yang justru membuatmu semakin jauh dari jawaban.

Semoga kamu mengerti. Jika tidak, bertanyalah! ;D

Kamis, 25 Agustus 2016

Sadari Misimu

Sejak dulu hingga sekarang, aku selalu sama: tidak pantas untuk menjadi seorang pengeluh di hadapan orang lain. Tidak pantas jika aku meminta bertemu, hanya untuk menceritakan sekelumit masalah hidup yang mengganggu pikiranku. 

Bahkan setelah menikahpun begitu. Aku kira aku bisa bebas menangis dalam dekapannya. Aku kira aku bisa mengeluhkan ini itu, hal-hal yang membuatku merasa tidak puas dengan hidup. Tapi ternyata tidak. Suamiku sudah berkorban banyak. Rasanya tidak pantas jika kutambah-tambahi dengan masalah yang seharusnya bisa kutangani sendiri. 

Pada akhirnya, aku tetaplah diriku yang sama, yang sama sekali tak pantas untuk mengadukan masalah kehidupannya kepada manusia. Semesta seperti tidak mengizinkanku melakukannya.

Mungkin aku memang terlahir untuk menjadi pelipur lara bagi orang lain.
Mungkin aku memang terlahir untuk menjadi penyapu kegelisahan orang lain.
Mungkin aku dititipkan misi untuk menyelamatkan manusia agar tidak tenggelam dalam silaunya dunia.
Mungkin aku diembankan tugas sebagai penebar kebahagiaan, dan haram hukumnya menjadi beban bagi orang lain, karena aku yang diberi kapasitas lebih untuk menampung segala cerita pilu orang lain, untuk kuolah lagi menjadi sesuatu yang menguatkan dan menginspirasi lebih banyak orang.
Mungkin aku dianugerahi kemampuan untuk merubah tangis menjadi senyum, dari duka menjadi suka, dari luka menjadi bahagia.

Oh, ayolah wahai diri. Bagaimana jika kita baca lagi kalimat-kalimat di atas dengan menghapus kata "mungkin" di dalamnya, lalu susunannya kita balik?

Aku memang terlahir untuk menjadi pelipur lara bagi orang lain.
Aku memang terlahir untuk menjadi penyapu kegelisahan orang lain.
Aku dititipkan misi untuk menyelamatkan manusia agar tidak tenggelam dalam silaunya dunia.
Aku diembankan tugas sebagai penebar kebahagiaan, dan haram hukumnya menjadi beban bagi orang lain, karena aku yang diberi kapasitas lebih untuk menampung segala cerita pilu orang lain, untuk kuolah lagi menjadi sesuatu yang menguatkan dan menginspirasi lebih banyak orang.
Aku dianugerahi kemampuan untuk merubah tangis menjadi senyum, dari duka menjadi suka, dari luka menjadi bahagia.

Karenanya...

Sejak dulu hingga sekarang, aku selalu sama: tidak pantas untuk menjadi seorang pengeluh di hadapan orang lain. Tidak pantas jika aku meminta bertemu, hanya untuk menceritakan sekelumit masalah hidup yang mengganggu pikiranku. 

Bahkan setelah menikahpun begitu. Aku kira aku bisa bebas menangis dalam dekapannya. Aku kira aku bisa mengeluhkan ini itu, hal-hal yang membuatku merasa tidak puas dengan hidup. Tapi ternyata tidak. Suamiku sudah berkorban banyak. Rasanya tidak pantas jika kutambah-tambahi dengan masalah yang seharusnya bisa kutangani sendiri. 

Pada akhirnya, aku tetaplah diriku yang sama, yang sama sekali tak pantas untuk mengadukan masalah kehidupannya kepada manusia. Semesta seperti tidak mengizinkanku melakukannya.

Lebih tepatnya, aku tidak bisa melakukannya, karena aku memang didesain seperti itu. Karena mengeluh, sama sekali bukan tujuan diciptakannya aku.

Katanya, kalau mau mengeluh, cukup kepada Dia, Sang Pemberi Misi. Itupun, kalau merasa pantas... Hihi.

Bahkan di mata dan di hatikupun, Dia terlalu baik untuk diberikan keluhan. Karena nikmat dari-Nya selalu jauh melebihi dari yang aku minta, di saat wujud terima kasih yang aku beri justru hanya seadanya. Malu.

Jumat, 24 Juni 2016

Ramadhan This Year


"Coba bagaimana Ramadhan tahun lalu?" tanya seseorang padaku.

Lalu aku menjawab, "Ramadhan tahun lalu adalah Ramadhan yang paling berkesan, karena untuk pertama kalinya, di maghrib terakhir aku menamatkan puasa terakhirku saat itu, aku menangis. Karena merasa sedih Ramadhannya berakhir." Dan ketika mengatakannya, tak terasa mataku berkaca-kaca. Sebegitu berkesannya ternyata Ramadhan tahun lalu, yang bahkan ketika satu tahun sudah terlewati, aku masih saja ingin menangis ketika mengatakannya.

Masih teringat jelas di maghrib terakhir itu, ketika aku mendengar adzan berbuka yang terakhir kali, rasanya kok sediiih gitu. Di dalam hati bilang, "Yah,, berarti Ramadhannya udahan dong," lalu tanpa sadar air mata mengalir, makin lama makin deras. Perasaan campur aduk karena merasa bersyukur sekaligus sedih dan takut kalau-kalau tahun depan nggak bisa ketemu lagi.


Itu adalah momen mengharukan sekaligus momen terindah karena untuk pertama kalinya aku betul-betul merasakan Ramadhan yang sangat produktif. (Kemana aja baru ngerasain sekarang. Hiks)

Alhamdulillah ternyata tahun ini masih dipertemukan dengan Ramadhan. Penyambutan tahun ini jujur aja kurang, padahal tahun lalu udah bersiap dari Rajab, sementara tahun ini agak terlambat persiapannya dan agak keteteran. Ternyata persiapan itu penting. 

Tapi Allah selalu memberikan pelajaran terbaik-Nya. Tahun ini banyak skenario yang luar biasa dari-Nya. Yang harus disikapi dengan banyak-banyak rasa sabar dan syukur, serta mengencangkan iman kepada-Nya.

Sudah akan sampai di 10 hari terakhir. Semoga waktu yang tersisa bisa dioptimalkan. 

Minggu, 12 Juni 2016

Untukmu Lelakiku


Hai Aa, selamat ulang tahun yang ke seperempat abad ya! Haha udah tua ih. Tapi semangat harus selalu muda, dan pikiran harus semakin mendewasa. Hoho. Di paragraf setelah ini, izinkan aku memanggilmu dengan sebutan kamu, biar tulisannya terdengar lebih manis dan romantis. Wkwkwk :p


***
Untukmu lelaki yang dulu tak pernah kusangka akan hidup menggenap bersamaku..
Yang justru hari ini menjadi lelaki yang selalu aku rindukan kehadirannya..

"Aku tak pernah mencari. Tapi sejak aku tahu bahwa kau akan datang, aku mulai menyiapkan satu ruang hatiku untukmu. Sehingga ketika hari pertemuan itu tiba, tidak butuh waktu lama untukmu mendapat tempat di hatiku, karena sejak awal kamu memang sudah memilikinya."
Hari ketika kau menyatakan maksud kepadaku, aku tak ambil pusing. "Datangi saja orangtuaku," kataku. Lalu kau benar-benar datang.

Hari ketika kau datang ke rumahku untuk bertemu dengan orangtuaku, hatiku tiba-tiba saja menaruh kepercayaan itu. Kepercayaan untuk melanjutkan perjalanan hidup yang baru, berdua bersamamu. Lalu aku meminta ayahku mengatakan "ya", sebagai bentuk penerimaan atas pinanganmu malam itu.


Hari ketika kau datang melamarku bersama keluarga besarmu, aku merasakan kebahagiaan karena penerimaan yang begitu besar dari keluargamu. Kehangatan keluarga yang membuatku merasa nyaman walau kita awalnya asing.


Hari-hari ketika menunggu tanggal pernikahan, tidak sedetikpun aku merasa digelisahkan dengan penantian itu. Tidak sedetikpun aku merasa ragu dengan keputusanku untuk menghabiskan hidup bersamamu. Entahlah, mungkin karena aku percaya pada-Nya, bahwa kamu adalah orang terbaik yang Allah kirim untuk melengkapi hidupku.


Lalu tibalah hari itu. Hari dimana kamu mengucap janji yang menggetarkan Arsy-Nya karena merupakan satu perjanjian yang kokoh. Dimana setelah kamu menutup kalimat ijab qabul itu, sedetik kemudian status kita berubah. Menjadi pasangan suami istri. Menjadi partner perjuangan. Seketika pundakku terasa berat, karena menyadari betapa tanggungjawab ini bukanlah hal yang main-main. Tapi lagi-lagi kepercayaanku kepadamu dan kepada-Nya, membuatku merasa mampu untuk memikulnya. Karena aku percaya, kepantasan dan kesiapan diri kita, sudah dengan cermat dihitung oleh-Nya, yang berarti Dia sudah menganggap kita mampu.


Malamnya, aku menangis haru. Takjub karena rasa sayang itu tiba-tiba saja muncul. Padahal waktu kita untuk saling mengenal hanya beberapa bulan saja, tapi perasaan sayang itu tiba-tiba saja Allah hadirkan hanya beberapa saat setelah ijab qabul itu terucap.


Lalu, hari berikutnya, dan berikutnya lagi, yang adalah hanyalah rasa syukur dan cinta yang semakin bertambah-tambah.


Seperti hari ini, di hari ulang tahunmu, dan di Ramadhan pertama kita, rasa syukur itu entah sudah sebesar apa sekarang. Dan akan terus membesar, seiring dengan setiap hari dan setiap waktu yang kita habiskan. 


Terima kasih karena telah menikahiku, dan terima kasih karena selalu mencintai dan menyayangiku dengan caramu, yang aku selalu suka.


I love you, my dear husband. :)


Dari istrimu, yang seringnya nyebelin padahal sayang :p :*

Senin, 16 Mei 2016

Menempuh Hidup Baru

Setiap orang sedang melakukan perjalanannya masing-masing. Perjalanan menuju sebuah tujuan (bagi mereka yang memiliki tujuan). Tujuan setiap orang bisa jadi berbeda, bisa jadi sama, tergantung pada apa yang ditujunya.

Dan orang-orang dengan tujuan yang sama akan dipertemukan. Tidak perlu sibuk mencari-cari teman perjalanan. Cukup melangkah saja. Hingga akan tiba pada satu titik kau akan bertemu dengannya. Seseorang yang mungkin dari arah yang berbeda, yang juga sedang menuju pada tujuan itu.

Kalian berpapasan di persimpangan jalan. Saling melempar senyum. Berkenalan. Bertanya hendak kemana.

Dan ketika masing-masing kalian mengetahui bahwa tujuan yang dituju sama, salah seorang dari kalian menawarkan diri, "Mau melanjutkan perjalanan bersamaku?"

Lalu sebuah anggukan menjadi awal dari sebuah perjalanan yang baru.

Bandung, 15 Mei 2016. Terima kasih, kamu. :*

Selasa, 03 Mei 2016

Belajar Sabar

Jika ada hal yang paling kuinginkan saat ini, hal itu adalah SABAR. Kekuatan untuk bersabar. Betapa saat ini sedang merasa kepayahan mendaki -hampir di semua lini. Terasa berat jujur saja. Dan sepertinya orang lain di sekitarku pun sedang berada pada titik yang sama, berjuang dengan ujiannya masing-masing. Sehingga ini betul-betul pertarungan dengan diri sendiri. Apakah masih cukup berani memperjuangkan cita-cita dan masihkah bertanggungjawab terhadap setiap amanah yang datang.

Namun aku bersyukur. Saat-saat seperti ini adalah saat-saat ternikmat untuk dijalani. Tidak ada hal yang lebih indah ketika tahu bahwa Allah sedang memperjalankan kehidupanmu untuk diberi pelajaran lewat "perkuliahan" dari universitas kehidupan. Bahwa Allah sayang.. Bahwa Allah ingin kamu belajar dari apapun itu skenario yang datang dari-Nya.

Sabar adalah pantang menyerah. Tidak berhenti hingga kau sampai pada tujuan. Tidak mengeluh walau menemukan banyak rintangan. Tidak mengaduh ketika harus menjalani dengan kepayahan. Tetap maju apapun yang terjadi. 

Aku masih bisa tersenyum dalam kesulitan, karena aku tahu, diberi ujian adalah tanda bahwa Allah sayang.. :)

Wahai diri, jangan pernah lelah dilatih Allah untuk sabar ya.. ^_^

Jumat, 08 April 2016

Berlayar

"Tidakkah engkau memperhatikan 
bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah
agar diperlihatkannya kepadamu sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya. 
Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya 
bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur. 

Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, 
mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya (mukhlisina lahud Din). 
Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di dataran, 
lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan lurus. 

Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami 
hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih."
-QS. 31:31-32

No more words needed sebenernya. Speechless baca ayat ini. Semoga dapat menjadi seperti kapal yang Allah sebutkan dalam ayat ini. Yang berlayar dengan nikmat Allah, lalu dengan nikmat itu menemukan dan merasakan tanda-tanda kebesaran-Nya sehingga menjadikan diri ini dapat bersabar (sangat sabar) dan bersyukur (banyak bersyukur).

Yang apabila dihantam dengan gulungan ombak masalah, tetap kuat, tetap menyeru, tetap dalam keikhlasan beribadah kepada-Nya. Lalu ketika ombak masalah itu hilang pun, tetap dalam kebersyukuran, tidak dibuat lalai dan lupa akan nikmat-Nya. Karena kekuatan dan kemampuan menghadapi ombak masalah itu adalah dari Allah. 

Semoga tetap ingat dan selalu menjadi hamba yang tahu terima kasih kepada Penciptanya.

Minggu, 27 Maret 2016

Tok Tok!

Sabar. Sesuatu yang belum waktunya tidak akan pernah datang jika memang belum waktunya. Pun tidak akan datang jika kamu merasa ini sudah waktunya. Tidak, Allah lebih tahu kapan waktu yang lebih tepat. Allah lebih tahu kapan ketika kau benar-benar siap.

Walaupun kau merengek-rengek berkata bahwa kau membutuhkannya, jika Allah bilang bahwa kau belum butuh, Dia tetap tidak akan memberikannya. Walaupun kau bilang bahwa semua masalahmu akan selesai jika kau memilikinya, nyatanya Allah lebih tahu apa yang kau butuhkan.

Hanya memang belum waktunya saja. Kau hanya perlu ikhlas dengan ketetapan-Nya, dan bersyukur dengan apa yang ada. Kau tinggal menyerahkan hati dan jiwamu sepenuhnya kepada-Nya.

Sampai tiba waktunya hati itu dijatuhkannya pada hati yang lain untuk kemudian menjadi satu. Lalu kau pun tersenyum. Menyadari bahwa waktumu sudah sampai.

Jumat, 25 Maret 2016

Ketika Pemberian-Nya adalah Yang Terbaik

Diingatkan lagi tentang kesiapan mengemban amanah. Amanah apapun itu. Bahwa ternyata ada saja orang yang tidak siap dengan ketentuan-Nya. Padahal jelas-jelas pemberian dari Allah adalah yang terbaik, lalu ditolak. Punya apa memangnya diri ini, sehingga berani-beraninya menolak pemberian dari-Nya?

Merasa punya yang lebih baik? Memangnya apa yang kamu punya? Kamu nggak pernah memiliki apa-apa karena semua hanya milik Allah.
"Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi." -QS. 14:2

Merasa pantas dapat yang lebih baik? Memangnya siapa kamu, berani-beraninya sombong dengan berpikir pemberian Allah adalah buruk bagimu?
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." -QS. 2:216

Atau justru sebaliknya, merasa tidak pantas dengan pemberian terbaik dari Allah itu? Hoo.. Itu namanya kamu rendah diri. Dan dengan kamu merasa rendah diri, sama saja dengan kamu merendahkan Sang Pencipta. Padahal Allah tahu kamu sanggup, lalu mengapa harus merasa tak pantas?
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." -QS. 2:286

Mau mencari apalagi memangnya, ketika Allah sudah menetapkan sesuatu yang terbaik menurut-Nya?

Ya Allah, jadikanlah aku ridho dengan keputusan-Mu, sehingga aku tidak suka meminta dipercepat apa yang Engkau tunda, dan meminta ditunda apa yang Kau percepat.
-Doa Umar bin Abdul Aziz

Selasa, 15 Maret 2016

Semangat.

Gak boong deh, makin kesini makin kerasa banget yang namanya masalah tuh makin kompleks. Apalagi ngeliat temen-temen yang udah pada nikah, udah punya anak. Urusan dan tanggungjawab mereka yang bertambah-tambah. Nggak heran banyak yang stress, depresi, pengen lari dari kenyataan, bahkan mungkin terpikir untuk bunuh diri. Naudzubillahi min dzalik.

Seiring bertambahnya usia, kita pasti dihadapkan pada tantangan yang lebih besar dan masalah yang lebih kompleks. Namun bersama dengan meningkatnya level tantangan itu, ternyata pertolongan Allah mah selalu ada aja. Karena dimana ada tugas, disitu pasti ada fasilitas. Pada akhirnya akan ada jalan untuk kita melewatinya.

Menurutku peran sahabat sangat penting. Sebagai pengingat hidup kita buat apa. Sebagai pengingat bahwa kita punya sandaran dan pegangan untuk mengadu: Allah. Maka perbanyaklah sahabat-sahabat mukminmu. Kajilah ilmu Allah. Serulah nama Allah di pagi dan senja hari bersama mereka. (QS. 18:28)

Laa yukallifullahu nafsan illaa wus'ahaa.. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kemampuannya. Seberat apapun yang akan dijalani ke depan, kita pasti bisa melewatinya. Bukankah kita hari ini adalah bentukan dari masalah2 masa lalu yang sudah terlewati? 

Maka, seperti dulu, tantangan hari ini pasti akan terlewati, yang setelahnya akan menjadikan kita semakin 'naik kelas'. Semangat untuk siapapun kamu yang sedang berjuang. :))

Sabtu, 20 Februari 2016

Create Your Best Future

Sometimes people with the worst past end up creating the best future.”  
(Umar bin Khatab r.a.)

Seorang Umar bin Khatab, dulunya menjadi musuh Islam. Mengolok-olok, menghina, bahkan mencoba membunuh Rasul. Aku berimajinasi, ketika Umar menyatakan keislamannya, bagaimanakah perasaannya saat itu? Mungkin di saat yang sama dia merasa bersyukur sekaligus merasa bersalah. Bersyukur karena datangnya hidayah, dan merasa bersalah karena dia hampir saja membunuh kekasih Allah yang menyaksikan keislamannya itu.

Bisa jadi, untuk menebus kesalahannya itu beliau lalu berjuang mati-matian membela Rasulullah, melindungi Rasulullah dari musuh-musuh Islam, menjadi perisai yang disegani oleh musuh-musuhnya. Sampai menjadi salah satu khulafaur rasyidin dan menjadi salah satu pemimpin yang membuat rakyatnya sejahtera hingga ia kesulitan mencari umat yang berhak menerima zakat.

Begitulah, satu dari sekian banyak contoh manusia yang gelap masa lalunya, namun menemukan cahaya lalu menjadi bersinar di masa depan.

Bukti bahwa seburuk apapun masa lalu, sebetulnya tidak akan menjadikan masa depanmu sama buruknya. Semua masih bisa diperbaiki, tergantung seperti apa masa depan yang akan kau ukir..

Let's create our best future! 

Senin, 01 Februari 2016

Aku dan Skripsi (Part 2)

Tulisan sebelumnya: Aku dan Skripsi (Part 1)

23 Desember 2015 adalah tanggal dimana aku sidang. Hanya orang-orang terdekat aja yang tahu. Abis gimana ya, di pikiran aku tuh kalau aku gembor-gembor mau sidang, entah bakal jadi berita bahagia buat mereka atau berita malu-maluin. Malu-maluin karena hari gini baru mau sidang. Jadi seolah nggak ada perasaan bangga aja gitu ke akunya dengan gembar-gembor kalau aku mau sidang. Mungkin akan lain cerita kalau ini terjadi dua tahun yang lalu. Hehe.

Menjelang hari-H kelimpungan. Bukan karena gugup mau sidang, tapi karena bingung lah kok perasaan yang ada malah kayak gini sih, jadi nggak ada apresiasi ke diri sendiri gini. Akhirnya sibuk benerin mindset dan nenangin diri dengan nulis sambil selftalk. 

Tak usah berpikir tentang orang lain, karena perjalanan menuju sidang adalah tentang mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan diri yang malas, mengalahkan diri yang menunda-nunda, mengalahkan diri yang penakut, mengalahkan diri yang nggak mau fokus. Lewat sidang, kamu telah membuktikan pada dirimu sendiri bahwa kamu mampu menyelesaikan apa yang telah kamu mulai. Walaupun mungkin waktumu lebih lama dari orang lain, hiraukan saja. Sudah kubilang ini adalah pertarungan dengan dirimu sendiri, bukan dengan orang lain.

Kamu hebat, Na, karena bisa mengalahkan dirimu yang pemalas. Aku paham betul betapa inginnya kamu putus dengan si skripsi, tapi kamu mampu bertahan dan menyelesaikannya. Aku tahu, puluhan kali terlintas dalam kepalamu untuk berhenti dikarenakan betapa susahnya nyari teori, betapa rumitnya statistika, betapa cueknya dosen pembimbingmu (yang tiba-tiba jadi detil di akhir-akhir), tapi kamu tetap bertahan untuk menyelesaikannya. 

Aku juga tahu bahwa banyak air mata yang kau keluarkan, karena frustasi, karena merasa susah, karena keadaan yang tidak ideal, karena tekanan dari orang lain, bahkan air mata syukur karena orangtua yang sepenuhnya mendukung dan peduli. Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Kamu hebat, Na. 

Memang tidak ada skripsi yang sempurna, yang membuat sempurna adalah perjuanganmu yang tuntas. Selamat karena telah menang pada pertarungan melawan diri sendiri. Jangan berbangga terlalu banyak karena akan ada pertarungan-pertarungan lain yang akan menanti. But, congratulation, Na.. You did well.. ^_^

Pada akhirnya, walaupun aku membenci si skripsi, dia memberi banyak pelajaran untukku. Perjuangan yang panjang dan berat pasti akan memberikan hikmah yang sama banyaknya. Dan skripsi, adalah salah satu tantangan untuk bisa menang dengan pertarungan melawan diri sendiri. And I won. Alhamdulillah. 

Setelah ini, selamat berjuang untuk pertarungan-pertarungan selanjutnya. Jangan lupa selalu sertakan Allah di setiap langkah. Bismillah.

Selasa, 05 Januari 2016

Aku dan Skripsi (Part 1)

I hate skripsi so much. Terlepas dari berhasilnya aku nyelesain itu skripsi, ternyata si skripsi walaupun udah pergi tetep aja masih ninggalin sisa-sisa gondok di hati. Dia (si skripsi) tetap menyebalkan sampai akhir. Ternyata kita nggak bisa putus dengan cara baik-baik ya Skrip, ngeselin banget sih kamu. Hish!

Jujur ya, pengerjaan skripsiku memakan waktu 2 tahun. Dan jadwal sidangnya bahkan deketan sama temen seangkatan aku. Bedanya, aku sidang skripsi, sedangkan dia sidang tesis. Ngeselin kan. Telat banget.

Aku ngerjain skripsi hampir selalu dengan keterpaksaan. Makanya nundanya lamaaaa banget, karena aku paling susah dan paling ngeyel kalo disuruh ngerjain hal yang nggak aku suka. So jalannya bener-bener ga mulus. Susah banget men buat aku. Susahnya bukan karena nggak bisa, tapi karena nggak suka.

Udah mah nggak suka, jadinya nunda, ditambah dosen pembimbingnya nggak cocok sama si gue. Si dosen adalah tipe yang tahu beres, sementara aku tipe yang harus dituntun detil per detil. Jadinya nggak ketemu. Setiap habis bimbingan bukannya dapet pencerahan, malah tetap dengan kebingungan yang sama, bahkan bertambah -_-" Alhamdulillah dapet temen yang ngerti dan mau jelasin dan bantuin, plus dapet bantuan juga buat ngerjain bagian itung-itungan statistiknya.

Udah nggak keitung lah malam-malam yang terlewati dengan air mata (halah lebay), sempet beberapa kali mikir juga buat nyerah. Tapi sayang, tinggal satu step lagi soalnya. Juga dukungan dari orangtua yang ga berhenti-berhenti menghantui nanyain progres skripsi aku. Kadang bikin stress sih pertanyaannya, tapi bersyukur karena ada yang nanyain dan mantau. Kalau nggak digituin soalnya nggak akan beres-beres pasti. Hahahaha..

Akhirnya aku kerjain tuh skripsi setelah ditunda berbulan-bulan. Selalu di malam hari soalnya kalo ngerjain harus hening, dan harus sendirian. Jadi udah pasti begadang-begadang. Abis itu bimbingan, kadang setelah bimbingan dianggurin lagi karena kedistract sama kegiatan yang lebih seru. Terus diingetin lagi sama orang lain, akhirnya ngerjain lagi, bimbingan, kedistract lagi. Gitu aja terus selama 2 tahun. Kadang (sering malah) enek karena terpaksa tea ngerjainnya. Tapi ya gimana, dijalani ajalah mau sampe nangis-nangis juga sebodo teuing. Sebenernya nggak bagus sih kayak gini, kasian ke hati, capek. Sempet nyoba buat rubah mindset dan berusaha mencintai skripsi, tapi nggak bisa. Nggak ngerti deh aku juga, padahal biasanya bisa tuh ngontrol hati. #eaa

Singkat cerita, setelah berminggu-minggu sidang skripsinya diundur (ini juga ngeselin soalnya aku males ngeladenin orang-orang yang nanya kapan aku sidangnya), akhirnya lulus juga. Sambil sok sok tebel muka, sok cuek nahan malu karena sidangnya bareng sama angkatan 2011 sementara aku sendirian doang yang 2009. Pas sidang dibantai sama dosen penguji, nguji mental gitu dosennya, pokoknya meninggalkan kenangan buruk lah. ENOUGH. Haha!

Lebih herannya lagi, pas pengumuman yudisium dan dinyatakan lulus, aku nggak ngerasa bahagia sama sekali. Lega sih lega, tapi nggak bahagia. Diantara anak-anak 2011 yang haha hihi foto-foto pake balon, aku mah lempeng aja, langsung pulang. Banyak orang ngasih selamat pas tau aku udah sidang. "Wah unaaaa selamat yaa akhirnyaaa.. Ikut seneeeng" Yang sidang kan aku, tapi kenapa orang lain yang seneng? Akunya mah nggak :(

Terus di perjalanan pulang aku nangis sambil naik motor. Tangisan yang nggak tau tangisan apa, aku nggak bisa mendeskripsikan perasaan apa yang sebenarnya aku rasakan saat itu. Yang pasti rasa yang dominan adalah marah. Marah ke skripsi (kurang absurd apa coba gue) karena dia udah bikin aku nunda banyak mimpi aku dan bikin aku berhenti dari ngerjain hal-hal yang aku suka. Udah mah ngerjainnya susah, banyak yang direnggut, di akhir ngasih kenangan buruk pula. Lengkap sudah dendam aku sama dia. Ngeliat 3 tumpuk skripsi yang harus direvisi rasanya pengen aku bakar habis itu semua. Dan tiap ada orang yang nanya "gimana kemarin sidangnya? cerita dong", aku langsung bilang "yah gitulah pokoknya, udah yah nggak usah nanya-nanya. Pokoknya lulus alhamdulillah." Titik.

Tapi 2 tahun yang menyebalkan ini adalah 2 tahun yang juga memberikan banyak  sekali pelajaran hidup. Dan aku bersyukur atas pilihanku untuk terus maju, untuk tidak menyerah, dan akhirnya berhasil menyelesaikannya. Nanti kuceritakan di part 2 ya, soalnya tulisannya udah kepanjangan ;)