Senin, 29 Mei 2023

Selesai, Tapi Bukan Akhir

2016-2023 😊

Allah, apa yang Kau titipkan, kini kukembalikan pada-Mu.. Memang tidak dalam keadaan yang terbaik, tapi setidaknya sudah lebih baik sejak aku menerimanya pertama kali.

Kuserahkan pada Engkau sebaik-baik penjaga. Semoga apa yang telah ditanam, tetap menghujam akarnya, kokoh batangnya, lebat buahnya, meneduhkan bagi sekitarnya dan terus meluas manfaatnya 🀲

Setelah hari ini, mungkin tak semua mekar bisa aku saksikan. Tak setiap buah bisa aku jumpai. Tak lagi bisa kubersamai tumbuhnya inci demi inci. Tapi kutitipkan pada-Mu lewat doa-doa, semoga penjagaan-Mu tak pernah lepas dan cahaya-Mu selalu menyinari.

Semoga Engkau terima setiap amal, Engkau ampuni setiap kelalaian, Engkau sempurnakan apa-apa yang kurang, Engkau jadikan semakin baik untuk yang akan datang. Rabbanaa taqobbal minna innaka antassamii'ul 'aliim.. 🀲

Bandung, 28 Mei 2023




Allah.. jika aku boleh meminta.. dan jika permintaan ini baik untukku, berikan aku pengganti dari apa yang telah Engkau ambil dariku..

Selasa, 23 Mei 2023

Rindu Itu Datang Lagi

Pagi tadi, rinduku untuk menjadi ibu mencuat lagi. Tangisku sering pecah jika melihat anak-anak shaleh shalehah dari saudara-saudaraku seiman. Melihat anak-anak laki-laki yang shalat, anak-anak perempuan yang berkerudung, hampir selalu menjadi trigger rasa rindu itu muncul dan jiwa keibuanku meronta lagi.

Selintas terpikir, mungkin mengapa Allah belum memberiku anak, karena Allah tahu betul, dari sekian doa yang aku pintakan pada-Nya, doa ini yang paling tulus, yang paling sering kuulang, yang terus menerus aku harapkan. Doa yang membuatku terhubung kepada Allah paling kuat. 

Mungkin ketulusan itu yang Allah sukai, mungkin ada pahala yang besar dari doaku itu, sehingga Allah menunda hingga bertahun-tahun agar pahala atas doa ini terus mengalir dan terus ada..

Sehebat inikah kekuatan doa yang tulus ya Allah? Apakah agar aku memiliki amalan unggulan di akhirat kelak? Jika memang iya, aku rela berlama-lama menunggu anak asalkan berdoa kepada-Mu bisa terus sesyahdu ini.. πŸ₯Ί

Mungkin, jika anak itu saat ini Kau beri, aku belum akan mampu ya untuk berdoa setulus ini..? :')

Kuserahkan (lagi) pada-Mu ya Allah, jika memang saat ini berdua lebih baik bagi kami, ilhamkan kepada kami untuk senantiasa berdoa kepada-Mu. πŸ€²

Terima kasih yaa Allah yaa Rahiim, dari proses penantian ini aku memahami dan meyakini bahwa berdoa kepada-Mu memang tidak pernah sekalipun mengecewakanku.. πŸ₯ΊπŸ˜­πŸ’—

***

Mungkin perkara menanti ini juga relate dengan banyak orang. Ada yang juga sedang menanti anak, menanti jodoh, menanti pekerjaan, menanti apapun yang sampai rasanya setulus dan se-desperate itu kita meminta.

Bagaimana jika doa-doa tulus itu yang menjadi pemberat amal sholeh kita kelak? Bagaimana jika Allah memberi 'upah' besar di hari akhir nanti, atas khusyuknya kita saat berdoa? Jangan-jangan, menunda sebenarnya adalah tanda Allah sayang, sebab Allah tahu bahwa kita belum mampu untuk khusyuk dalam ibadah atau doa yang lain.

Inilah indahnya berbaik sangka kepada Allah. Penundaan yang awalnya membuat kecewa, perlahan berganti menjadi rasa syukur. Dan hati jadi lebih lapang untuk menerima bahwa takdir terbaik adalah apa yang dihadirkan-Nya saat iniπŸ’—

Rumah untuk Jiwaku

Ramadhan udah lewat sebulan, bahkan Syawal aja udah lewat, tapi rasanya masih ngeganjel kalau nggak nulis #refleksiramadhan tahun ini. Buat aku baca lagi nanti-nanti.

Sebelum Ramadhan datang, hati gelisah nggak karuan, ada rasa hampa yang nggak bisa dijelaskan walau berusaha kutepis dengan banyaknya ibadah. Saking frustrasinya, aku memulai malam Ramadhan dengan tangis, mengaku pada Allah bahwa ada yang salah dengan diri, memohon maaf-Nya, dan meminta pada-Nya satu hal: Ya Allah, tunjukkan jalan pulang untuk jiwaku.. πŸ₯ΊπŸ€²

Maha Baik Allah, Ramadhan selalu hadir membawa pendidikan bagi setiap hamba, tak terkecuali untukku. Sesuai doaku, dari Ramadhan kemarin, Allah seperti mengajakku untuk memaknai kembali makna pulang. Tangis yang awalnya tangis frustasi, perlahan berubah menjadi tangis penyesalan, lalu berubah lagi menjadi tangis syukur, sebab Allah benar-benar menuntun untuk menemukan jawaban dari apa yang aku minta.

Namun dalam perjalanan menemukan jawaban itu, aku bertemu banyak kenyataan pahit. Butuh keberanian untuk mengakuinya, dan butuh keberanian yang lebih besar untuk mau memulai memperbaikinya.

Ternyata, ada banyak salah yang belum benar-benar aku taubati.
Ternyata, aku masih saja bergantung pada diri.
Ternyata, aku belum sepenuhnya jujur mengakui kelemahan dan kehinaan diri di hadapan-Nya.
Ternyata, aku belum seingin itu untuk meraih ridho-Nya.

Hebat sekali ya, racun hati bernama kesombongan itu, datangnya halus sekali sampai-sampai tak sadar bahwa diri telah tergerogoti. 😭

Alhamdulillah, hadirnya Ramadhan menyadarkanku dari apa yang luput. Ternyata, Allah tidak pernah kemana-mana. Aku yang selama ini tanpa sadar menjauh.

Perlahan, kuketuk lagi pintu rumah itu.
Rumah untuk jiwaku.
Tempat dimana aku kembali bertemu dengan diriku sendiri.
Tempat dimana aku merasa terhubung dengan-Nya.

Di hari-hari terakhir Ramadhan, tangis itu akhirnya pecah. Tangisan syukur. Tergugu di atas sajadah, aku berbisik dalam hati, "Allah.. Aku pulang.."

Lega.. πŸ₯ΊπŸ˜­

Pelajaran terbaik Ramadhan tahun ini: pulangkan jiwamu pada Allah, sebelum Allah benar-benar memanggilmu 'pulang'..