Senin, 25 Maret 2019

Monday Love Letter #34 - Berjalan Bersama-Nya


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Bagaimana kabar hatimu, sister? Bagaimana kabar imanmu? Semoga seiring dengan semakin dekatnya kedatangan Ramadhan, hati kita semakin bersih dan iman kita semakin bertambah.

Sepekan kemarin saya sedang dalam proses membaca shirah shahabiyah yang walaupun isinya bercerita tentang keteladanan para sahabat wanita terdahulu, namun cerita tentang bagaimana Rasulullah SAW berjuang untuk mendakwahkan Islam tidak pernah gagal untuk membuat saya takjub dan semakin cinta pada beliau SAW. Jika bukan karena perjuangan beliau yang tanpa henti, tentu iman dan islam ini tidak akan sampai dan terasa oleh hati. Semoga Allah merahmati dan memuliakan Rasulullah dan para shahabat dan shahabiyah yang setia menyertainya. Aamiin..

Masih tentang bulan Rajab, saya sedang dibuat jatuh cinta oleh sebuah ayat yang bercerita tentang suatu peristiwa besar yang terjadi di bulan Rajab. Apakah itu? Ya, peristiwa Isra Mi'raj. Peristiwa dimana Rasulullah diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke Sidhratul Muntaha dan menerima perintah shalat 5 waktu. Semuanya dilakukan hanya dalam waktu semalam saja.

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." -QS. Al-Israa (17) : 1

Melalui peristiwa Isra Mi'raj, Allah memperlihatkan kekuasaan dan kebesaran-Nya. Bagaimana tidak, jarak Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lebih dari 1000 km jauhnya dan dengan teknologi saat itu yang masih menggunakan unta untuk bepergian, sangat mustahil perjalanan tersebut dilakukan dalam waktu semalam. Apalagi sampai ke langit ketujuh. Tapi Allah menunjukkan kuasa-Nya bahwa yang mustahil bagi manusia, amat mudah bagi Allah.

Di samping itu, saya menangkap hal yang menyentuh dari ayat tersebut. Dalam kalimat "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya…", menjelaskan bahwa perjalanan Rasulullah adalah perjalanan spiritual yang diperjalankan oleh Allah, yang berarti Rasulullah tidak berjalan sendiri melainkan didampingi, dibimbing, dan berada dalam perlindungan dari Allah. Ditambah lagi, redaksi kata yang digunakan adalah bi'abdihi yang berarti hamba-Nya. Kita juga termasuk hamba-Nya, bukan?

Ternyata jika dikaji lebih dalam, ayat ini bukan hanya sekedar cerita sejarah. Ayat ini sangat berkaitan dengan keadaan kita hari ini. Sadar tidak, bahwa kita juga sebenarnya sedang diperjalankan oleh Allah? Terasa tidak, bahwa Allah menghadirkan kejadian demi kejadian yang Dia rencanakan dengan cermat sehingga kita bisa merasakan hidayah dari-Nya? Terasa tidak, bahwa Allah punya berbagai cara untuk membuat kita senantiasa istiqomah di jalan-Nya?

Ayat ini begitu menyentuh bagi saya karena tiba-tiba saja saya merasa disayang oleh Allah. Jika bukan karena pendampingan dari Allah, mungkin saat ini saya masih terjebak dalam lumpur kejahiliyahan. Namun rangkaian skenario-Nya membuat saya sedikit demi sedikit terangkat dari kebodohan dan ketidaktahuan akan ilmu-Nya.

Jika bukan karena bimbingan dari Allah, kita tidak akan bisa memahami petunjuk-Nya, tidak akan bisa merasakan nikmatnya beriman dan berislam. Jika bukan karena perlindungan dari Allah, kita tidak akan sanggup menahan diri dari berbuat dosa dan melakukan maksiat. Sadarkah kita bahwa itu adalah bukti kasih sayang dan bukti kebesaran-Nya?

"Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman).." -QS. Al-Baqarah (2) : 257

Maka, bukti kebesaran Allah sebenarnya tidak jauh. Bukti kebesaran Allah salah satunya adalah diri kita yang diperjalankan oleh-Nya. Diri kita yang dikeluarkan Allah dari kegelapan menuju cahaya. Diri kita yang diselamatkan Allah dari jurang neraka menuju jalan menuju syurga (Insya Allah).

Setiap orang pasti punya ceritanya masing-masing bagaimana Allah memperjalankan dirinya dari keadaan gelap menuju cahaya. Apapun ceritanya, semoga kita bisa bersyukur atas nikmat yang paling besar ini dengan senantiasa istiqomah dalam ketaatan dan kesiapan yang penuh untuk meniti jalan menuju-Nya. Selamat melanjutkan perjalanan!


Senin, 18 Maret 2019

Monday Love Letter #33 - Welcoming Ramadhan

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, my sister of Deen!

Alhamdulillah hari ini sudah memasuki 11 Rajab, hari demi hari terus berlalu dan Ramadhan terasa semakin dekat. Apa perasaanmu saat ini? Kalau saya, excited sekaligus deg-degan bakal kedatangan Tamu Agung itu sebentar lagi. Semoga Allah memberkahi kita di bulan Rajab dan Sya'ban, dan menjadikan usia kita sampai pada bulan Ramadhan. Jangan lupa bersiap ya, sister!

Mungkin kamu sudah tahu, tahun lalu, saya dan Novie sempat membuat seri tulisan di Instagram bertajuk #PersiapkanRamadhanmu yang kami tulis selama bulan Sya'ban. Kami berdua sepakat bahwa kedatangan Ramadhan memang perlu dipersiapkan sehingga project #PersiapkanRamadhanmu itupun dieksekusi. Ramadhan adalah bulan terbaik dimana kita bisa memanen pahala, meraih ampunannya dan akselerasi diri menuju takwa.

Menjelang Ramadhan, saya melihat orang-orang semakin sibuk. Hari-hari menuju Ramadhan, banyak orang berkumpul untuk munggahan. Mereka yang memiliki bisnis, mulai berhitung dan mempersiapkan berbagai promo untuk meraih omset yang lebih besar di bulan Ramadhan. Bahkan, agenda buka bersama mungkin sudah terjadwal bahkan sebelum kita menjalani shaum di hari pertama Ramadhan.

"Ah, santai lah. Ramadhan kan masih lebih dari sebulan. Ngapain sih siap-siap dari sekarang." Mungkin itu sempat terlintas di pikiranmu. Eits, jangan salah.. Dua minggu lalu, saya pergi ke sebuah supermarket yang cukup besar dan disana sudah terlihat gunungan kardus-kardus sirup maupun kue lebaran yang disusun sangat tinggi. Di pinggir jalan pun saya sering melihat info terkait tiket mudik lebaran yang bahkan sudah bisa dipesan sejak H-90. Wow! Supermarket dan layanan jasa mudik saja sudah bersiap sejak 2 bulan sebelum Ramadhan datang, kita sudah mempersiapkan apa ya?

Persiapan yang besar hanya dilakukan untuk menyambut sesuatu yang besar. Jika ada presiden yang berencana datang ke suatu desa, saya bisa jamin desa tersebut pasti akan melakukan persiapan dari jauh-jauh hari. Jika kamu adalah panitia dari sebuah event besar yang melibatkan ribuan bahkan ratusan ribu peserta, apakah mungkin bersiap hanya dalam waktu seminggu? Pasti dari berbulan-bulan sebelumnya, kan?

Ramadhan adalah bulan yang sangat besar kemuliaannya. Maka mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya adalah bukti bahwa kita memuliakan Ramadhan. Tapi, apa yang perlu kita persiapkan? Apakah sebatas kebutuhan perut dan penampilan untuk menyambut hari lebaran saja?

Konon, Rasulullah dan para sahabatnya mempersiapkan datangnya Ramadhan sedari Rajab. Bulan Rajab dan Sya'ban menjadi bulan persiapan dan pembiasaan sebelum menghadapi Ramadhan. Salah satu peristiwa besar di Bulan Rajab yaitu terjadinya Isra Mi'raj serta turunnya perintah shalat 5 waktu. Maka akan sangat cocok jika Rajab kita jadikan sebagai ajang latihan memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadah kita dan sarana mendekatkan diri kita kepada Allah. Bukankah persiapan menjadi salah satu kunci keberhasilan? Tak heran, banyak kemenangan-kemenangan kaum muslimin yang terjadi di bulan Ramadhan. Selain karena Allah menghendaki kemenangan tersebut dan menurunkan pertolongan-Nya, tentu tak lupa disertai ikhtiar dan persiapan yang matang dari Rasulullah SAW dan para sahabat.

Jadi, apa yang akan kau menangkan di bulan Ramadhan nanti? Yuk, bersiap sejak sekarang! Jadikan bulan Rajab ini sebagai momentum perbaikan kualitas diri kita dengan Allah. Insya Allah, saya akan menemani perjalananmu selama mempersiapkan Ramadhan melalui surat-surat selanjutnya. Semoga Allah sampaikan kita pada bulan Ramadhan. Aamiin :')

Senin, 11 Maret 2019

Monday Love Letter #32 - Hidupmu dalam Genggaman-Nya

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, my sister of Deen! Terima kasih ya sudah selalu setia membaca, bahkan menunggu hadirnya Monday Love Letter ke inbox-mu, semoga surat-surat kami bisa menjadi teman untukmu merenungi kehidupan dan menangkap hikmah-hikmah dibaliknya.

Pekan lalu banyak kejadian yang lumayan membuat saya kaget, salah satunya adalah suatu kejadian yang terjadi hari ahad kemarin. Iya, kemarin banget. Siang itu saya sedang mengendarai motor bersama adik, hendak mengantarkan adik kembali ke rumah. Perjalanan kami tidak jauh, hanya berjarak sekitar 10 menit saja tanpa harus melalui jalan raya.

Saat itu saya melalui sebuah pertigaan yang cukup padat oleh kendaraan kemudian belok ke kiri. Sekitar 2 meter setelah belok, tiba-tiba saja muncul dua anak kecil dari arah kanan jalan, menyebrang dengan berlari, tanpa melihat kanan kiri terlebih dahulu. Alhasil, saya yang terlambat mengerem akhirnya menabrak mereka berdua. Mereka jatuh tertabrak, saya dan adik sayapun jatuh dari motor. Melihat kedua anak kecil itu tertimpa motor, saya langsung bangkit dan panik. Untungnya, ada beberapa bapak-bapak yang sigap menolong dan menggendong 2 anak itu ke klinik terdekat. Tapi ternyata 1 anak harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami patah tulang bahu.

Alhamdulillah saya dan adik saya tidak apa-apa, hanya lecet sedikit dan memar di lutut dan bahu. Tapi kejadian itu cukup membuat saya shock dan terus melamun seharian itu, bahkan malamnya sampai susah tidur karena bayangan kejadian siang itu terus terputar di otak saya; detik-detik saya menabrak 2 anak yang usianya sekitar 6-7 tahun, teriakan dan tangisan mereka setelah tertabrak, juga rasa bersalah karena salah satu dari mereka harus mengalami patah tulang. Kejadiannya terjadi cepat sekali dan tanpa firasat apapun. Sedang mengendarai motor, lalu ada 2 anak kecil menyebrang, sedetik kemudian tabrakan terjadi, dan kami berempat jatuh ke aspal. Subhanallah, biidznillah.

Hari ini, saya sudah cukup tenang setelah tadi siang menjenguk anak yang patah tulangnya, alhamdulillah dia sudah dalam proses pengobatan. Bahkan hari ini saya sudah mengendarai motor lagi walaupun dengan badan yang masih sakit-sakit (hehe)  dan tentu saja, berusaha menyetir dengan lebih hati-hati. Sepanjang hari ini saya berusaha menggali hikmah dari apa yang baru-baru saja terjadi belakangan ini.

Saya belajar (lagi) tentang qudroh dan irodah-Nya. Kejadian apapun, bisa terjadi karena Allah yang mengizinkannya untuk terjadi. Kenapa saya harus melalui jalan itu di jam segitu, dan kenapa di saat yang sama 2 anak kecil itu berlari menyebrang, semuanya sudah kehendak dan kuasa-Nya. Apa yang terjadi bukanlah untuk dipertanyakan apalagi diratapi, melainkan diterima dan dicari hikmahnya. Karena saya percaya, everything happens for a reason.

Di samping itu, ada hikmah lain yang cukup menohok bagi saya; bahwa Allah betul-betul berkuasa atas diri kita, dan kita sama sekali tidak berdaya didalam kekuasaan-Nya. Saya masih ingat betul, sebelum tabrakan itu terjadi saya masih mengobrol dengan adik saya sambil tersenyum. Bahkan sepersekian detik sebelum saya menabrak 2 anak itu, saya masih melihat mereka berlari sambil tertawa. Namun sepersekian detik kemudian, tawa dan senyum itu kemudian berubah menjadi tangis dan teriakan kesakitan. Secepat itu Allah berkuasa mengubah tawa menjadi tangis, secepat itu pula Allah berkuasa mengubah keadaan yang awalnya sehat dan kuat menjadi sakit dan lemah.

Dalam hidup, berapa banyak kejadian semacam itu terjadi di diri kita? Pagi kita sehat, siang menjadi sakit. Siang bahagia menerima gaji, sorenya dompet kita hilang dan uang kita raib. Sore masih mengobrol dengan orang lain, malamnya orang tersebut meninggal. Baru saja tertawa-tawa bersama teman-teman, 5 menit kemudian meringis kesakitan karena kaki tersandung meja. Sadarkah, bahwa kita benar-benar tidak berdaya didalam kekuasaan-Nya? Karena ketika Allah bilang kun!, maka terjadilah --saat itu juga. Kita tidak memiliki kuasa apapun bahkan atas diri kita sendiri.

Sehari sebelum kejadian tabrakan itu, saya juga mendengar kabar bahwa salah satu guru saya masuk ruang ICU karena tiba-tiba pingsan dan kejang, padahal sebelumnya beliau sehat. Bahkan hari ini pun Allah memperlihatkan lagi kuasa-Nya. Tadi siang saya berangkat pergi, suami saya masih sehat di rumah. Malamnya ketika saya pulang, suami sakit demam dan meriang. Saya seperti sedang diajak ngobrol sama Allah, "Na, Aku memang seberkuasa itu atas hidupmu. Detik ini juga, Aku bisa membuatmu tertawa atau menangis. Detik ini juga, Aku bisa memberimu harta atau bahkan menghilangkan semua hartamu. Detik ini juga, aku bisa membiarkanmu hidup atau bahkan mematikanmu. Hidup dan matimu ada di tangan-Ku, Na. Maka pantaskah kau merasa sombong walau setitik? Pantaskah menyia-nyiakan hidup walau sedetik?" #JLEBJLEBJLEB

Kita ini, sebagai manusia, harus sadar diri.
Allah Maha Mulia, sedangkan kita hina jika tidak dimuliakan oleh-Nya.
Allah Maha Kaya, sedangkan kita tidak punya apa-apa jika tanpa pemberian-Nya.
Allah Maha Berkuasa, kita tidak berdaya jika tanpa pertolongan-Nya.
Allah Maha Kuat, kita ini lemah jika tidak dipinjami kekuatan oleh-Nya.
Allah Maha Besar, kita bahkan lebih kecil dari sebutir debu jika dihadapan-Nya.

Kita perlu sadar diri, bahwa kita ini tidak bisa apa-apa dan tidak ada apa-apanya tanpa Allah. Sadar diri, bahwa sebenarnya kita ini amat sangat bergantung pada Allah. Sadar diri, bahwa tidak ada hal lain yang kita butuhkan selain Allah. Sadar, bahwa kita tidak patut sombong dan merasa bisa sendiri tanpa Allah. Sadar, bahwa kita tidak patut berpaling kepada selain Allah. Sadar, bahwa kita ini sudah sepatutnya menyerahkan diri kita kepada Allah; mentaati-Nya, mencintai-Nya, berkorban untuk-Nya.

Semoga masih cukup waktu kita, untuk menyadari hakikat diri kita di hadapan-Nya. Semoga masih masih cukup waktu kita, untuk memperbaiki diri dan menebus segala khilaf. Semoga masih cukup waktu kita, untuk kembali kepada Allah dengan kondisi jiwa yang tetap terjaga dalam fitrah pengabdian kepada-Nya.

Monday Love Letter #31 - Menjadi Mahasiswa di Universitasnya Allah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sisterkuu? Bagaimana hari-hari selama sepekan kemarin? Tentu kita mengharapkan hari-hari yang selalu bahagia, namun jika tidak, semoga selalu ada syukur walau bersama tangis sekalipun.

Sejujurnya, saya melamun cukup lama memikirkan tema apa yang akan ditulis di MLL hari ini. Pasalnya, saya baru saja selesai melakukan evaluasi target bulan Februari yang ternyata hasilnya ga bagus-bagus banget huhu.. Dan ini cukup mempengaruhi mood nulis saya ternyata. Maafkan suratnya baru sampai di inboxmu malam-malam ya..

Februari kemarin mengajarkan saya tentang pentingnya melakukan sesuatu hingga tuntas. Sepertinya menuntaskan sesuatu masih menjadi PR saya sedari lama. Ibarat ujian, nilainya nggak lulus terus. Jadinya sama Allah dikasih remedial lagi, remedial lagi. Pernah nggak sih kamu mengalaminya juga? Dikasih soal ujian yang sama terus-menerus sama Allah, cuma beda kasusnya aja.

Setiap orang tentu memiliki ujiannya sendiri. Menariknya, ujian terberat itu justru berbentuk ujian kecil yang lagi-lagi kita kalah menghadapinya. Kalau kata pepatah, jatuh di lubang yang sama.

Di satu sisi, saya ingin merutuki diri sendiri karena jika saya "gagal ujian", berarti ada yang salah pada diri dan ada hal masih perlu diperbaiki; bisa jadi karena kurang ilmu atau karena kurang sabar dalam prosesnya. Tapi di sisi lain, saya merasa bersyukur karena Allah ternyata masih cukup baik dengan memberikan kesempatan "remedial" dan perpanjangan waktu hidup di dunia dalam perjalanan diri ini menjadi hamba yang layak dihadapan-Nya. Kebayang nggak, kalau Allah memanggil kita kembali dalam keadaan dosa yang masih menggunung dan amal sholeh yang masih belum cukup? Bisa-bisa di akhirat nanti kita nggak selamat. Naudzubillah :(

Saya jadi teringat pada perkataan Imam Syafi'i yang sering sekali saya lihat kutipannya dimana-mana, "Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan." Kalimat tersebut tidak hanya menyebutkan tentang pentingnya belajar, tapi juga tentang bersabar dalam belajar. Belajar disini maknanya bisa jadi sangat luas sekali, bukan hanya belajar formal di sekolah atau kampus tentu saja, tapi di universitas terbesar milik Allah, yaitu universitas kehidupan, dimana kita menjadi "mahasiswa"nya dan Allah menyediakan berbagai macam "studi kasus" dalam hidup kita sebagai bahan ajarnya.

Kehidupan ini sejatinya mengajarkan kita untuk menjadi sebaik-baik hamba di hadapan-Nya, sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya ditempa oleh Allah dengan berbagai macam ujian hingga jiwanya layak ditukar syurga dan menyandang gelar taqwa. Apa rahasianya? Sabar dan istiqomah dalam berjuang di jalan-Nya.

Jika tak sanggup sabar dalam belajar, maka bersiaplah menanggung perihnya kebodohan, begitu sambungannya. Saya jadi berandai-andai, seberapa perih derita yang harus ditanggung seseorang akibat kebodohannya? Sebagai seorang guru di sebuah institusi pendidikan, saya meyakini bahwa tidak ada murid yang bodoh, yang ada hanyalah murid yang tidak mau belajar. Konsekuensi seseorang yang tidak mau belajar paling mentok tidak naik kelas.

Tapi bagaimana jika kita tidak mau belajar di universitasnya Allah? Bagaimana jika kita tidak mau mencari tahu tentang hakikat hidup ini? Bagaimana jika kita tidak cukup ilmu tentang bagaimana caranya agar selamat di dunia dan di akhirat? Bukankah menjadi bodoh dalam universitas Allah sama saja dengan menolak hidayah-Nya dan mempertaruhkan keselamatan kita di akhirat? Kelak ketika "rapor" catatan amal dibagikan, orang-orang bodoh akan berakhir di neraka --itulah perihnya akibat yang harus ditanggung atas kebodohannya karena tidak berhasil menjadi hamba yang diridhoi-Nya. Ngeri banget. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan melindungi kita ya, sister :')

Mengawali bulan Maret, juga menyambut bulan Rajab yang tinggal hitungan hari (yang berarti semakin dekat dengan Ramadhan, kangen banget!), semoga hari-hari selanjutnya menjadi hari yang semakin baik dari hari ini, tentunya diawali dengan peningkatan kualitas diri sendiri agar semakin dekat kepada cita-cita hakiki, yaitu menjadi hamba yang Allah ridhoi.

Rabu, 06 Maret 2019

Bayar PKB? Gak Perlu ke SAMSAT Lagi!

Siapa disini yang punya kendaraan bermotor? Sebagai pengguna kendaraan bermotor, tentu nggak asing dong sama istilah PKB, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor yang harus dibayarkan setiap tahunnya. Tumben banget ya, aku nulis postingan dengan tema begini. Hehe. Sebenarnya isi dari tulisan ini sebagian besarnya adalah curhat dan ingin mengalirkan rasa dari pengalamanku hari ini bayar pajak ke SAMSAT. Dan tentu saja, tak lupa memetik hikmahnya.

Aku udah lama pake motor, udah dari jaman SMA bisa nyetir motor dan semenjak kuliah mulai punya motor atas nama sendiri (tapi motornya mah dibeliin babeh hehe), jadilah semenjak itu aku urus-urus bayar pajak sendiri. Karena udah berkali-kali bayar pajak, jadi udah nggak asing lah sama suasana SAMSAT dan udah biasa dengan prosedurnya yang dilempar-lempar ke loket sana sini. Kalau beruntung dan lagi sepi, setengah jam juga beres. Tapi kalau lagi rame ya prosesnya jadi lebih lama karena ngantri.

KE SAMSAT
Hari ini, aku berencana bayar PKB karena masa berlaku SKKP-nya habis 3 hari lagi. Meluncurlah aku ke SAMSAT Soekarno Hatta sebrang Carrefour. Setiap ke SAMSAT aku pasti bawa buku bacaan untuk jaga-jaga barangkali nunggunya lama banget jadi bisa tetep anteng. Setelah ke loket formulir dan dapet nomor antrian, akupun menunggu sambil baca buku. Tadi aku dapet nomor 96, sementara nomor antrian yang dipanggil baru nomor 83-an. Santai, masih ada sekitar 10 orang lebih, baca buku aja dulu.

Setelah sekitar 10 menit nunggu, dipanggillah aku ke loket untuk input data, terus disuruh ke loket selanjutnya. Kalau nggak salah loket yang satu ini buat diitungin berapa biaya pajak yang harus dibayar dan nanti kita dipanggil lagi namanya buat bayar. Di loket itu aku ngasihin STNK asli, SKKP lama, dan KTP asli, standarlah ya. "Plastiknya mana?" tanya petugas loket. "Hah?" aku bertanya memastikan. Soalnya tadi di loket sebelumnya plastiknya disuruh dilepas, terus disini malah ditanyain plastiknya mana. "Plastiknya bu?" ulangnya. Lalu aku kasih plastiknya (dan nggak diapa-apain juga sama dianya, heuheu).

Setelah dia periksa STNK dan KTP aku, tiba-tiba dia berdiri dan bilang, "Bu, BPKBnya dibawa nggak?" BPKB itu bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
"Nggak. Biasanya juga nggak perlu kan," jawabku.
"Ini alamat di STNKnya beda ya sama KTPnya?"
"Iya memang, tapi kan saya mau bayar pajak tahunan," protesku. Pasalnya, taun kemarin juga nggak ada masalah walaupun beda alamat. Heu. FYI, BPKB aku emang masih pake alamat KTP lama, KTP sebelum nikah. Rencananya memang mau diganti nanti sekalian ganti STNK.
"Ini harus sama Bu alamatnya. Ibu pulang dulu ya bawa BPKBnya, terus urus dulu ke loket depan biar sama alamatnya," kata petugasnya.
Dalam hati, aku ngomel. Niat mau bayar pajak kenapa jadi disuruh ganti BPKB? Taun kemaren aja nggak adalah masalah. HUFT. Pokoknya aku jadi kesel. Males harus balik lagi ke rumah padahal harusnya tinggal bayar doang.
Belum juga aku protes ke petugasnya, dia nambahin, "Silakan bawa dulu BPKBnya ya bu," sambil nulis gede-gede di SKKP lama aku, tulisannya "Ganti Alamat" lalu aku dipersilakan pergi. Aku curiga dia lagi badmood deh, perasaan dari tadi nggak ada ramah-ramahnya dan tanpa senyum. Hih.
Ngeliat SKKPnya dicoret, aku jadi tambah kesel. "Jadi saya pulang lagi nih?" tanyaku memastikan dengan muka yang mulai nggak ramah. "Iya," katanya.

Kesel gak siiih, udah jauh-jauh ke SAMSAT, terus disuruh pulang lagi karena STNKnya beda alamat sama KTP?? Padahal taun lalu kayak gitu juga tapi nggak ada masalah tuh. Kenapa sekarang malah disuruh benerin BPKB dulu??!! Heuh.. *Sabar, Na. Sabar..

Lalu apa yang aku lakukan? Aku duduk dan curhat dulu sama suami. Hahaha.. Dasar cewe, kudu curhat dulu sebelum cari solusi, wkwk. Aku foto SKKP yang udah dicoret sama petugas dan bilang, "Disuruh pulang lagi coba. Bawa BPKB dan ganti alamat dulu huft kzl,"
"Alamat apa dah, beda sama yang di ktp? Lah, taun kemaren engga," jawabnya heran.
Dapet pembenaran, makinlah aku kesel, "Iya makanya. Kzl kan."
Suami ngasih solusi yaudah pulang lagi aja bawa BPKBnya. Tapi aku yang masih kesel ini belum nerima. Mau ngadu ah ke bagian informasi! Lalu akupun jalan ke loket informasi. Tulisannya aja udah cocok: "Layanan Informasi dan Pengaduan", jadi aku mau ngadu kesitu. Wkwkwk

KETEMU SATPAM
Pas lagi ngantri, tiba-tiba ada satpam nyamperin, "Kenapa Neng, ada yang bisa dibantu?" Aku bilang, "Ini pak, saya mau bayar pajak tapi malah disuruh benerin alamat BPKB dulu, padahal taun kemarin bisa kok," sambil pasang muka cemberut. Asli aku bete banget.
"Bayar pake SAMBARA aja, Neng. Nanti tinggal bayar ke Bank BJB,"
"Hah, apaan tuh?" tanyaku.
"Aplikasi SAMBARA, coba geura donlod," kata satpamnya sambil ngasihin brosur.
Sebenernya aku agak males, tapi muka satpamnya kayak yang yakin banget dan nungguin aku donlod aplikasinya. Wkwk.
"Nih udah didonlod. Terus?"

Penampakan dashboad SAMBARA
"Klik Info PKB, terus masukin plat nomernya.. Terus klik cari.. Terus masukin NIK, terus.. terus.." pak satpamnya bener-bener ngasih tau tahap demi tahapnya (nggak lama sih, cuma masukin nomor plat, NIK, sama 5 digit terakhir nomer rangka doang) sampe akhirnya muncullah jumlah pajak yang harus aku bayar dan aku dapet kode bayar.
"Nah, kode bayar ini disimpen. Terus Neng tinggal ke Bank BJB dan bayar disana. Tuh bank BJBnya di sebelah gedung ini. Neng tinggal keluar aja nanti keliatan bank-nya."
"Terus kalau udah bayar disana terus kemana?"
"Yaudah selesai, jadi nggak perlu ngantri-ngantri ke loket disini lagi. Nanti dikasih kertas dari sananya, kalau mau dituker disini boleh,"
Aku sebetulnya masih kurang paham, tapi satpamnya keukeuh banget nyuruh aku ke BJB. Yasudah aku keluar dari kantor SAMSAT dan ternyata Bank BJB-nya cuma beberapa langkah doang dari situ.

SESAMPAINYA DI BANK BJB
"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa dibantu?" kata satpam penjaga pintunya, ramah.
"Ini mau bayar pajak,"
"Kode bayarnya sudah ada?"
"Udah, ini," jawabku sambil ngeliatin screenshoot-an dari SAMBARA-nya.
Lalu aku dipersilakan duduk dan menunggu. Ternyata bank-nya sepi, jadi nunggunya nggak lama. Cuma ada 3 orang doang di bank itu termasuk aku.

Lima menit kemudian, aku dipanggil petugas loket bank.
"Mau bayar pajak ya. Bisa disebutkan kode bayarnya?"
Aku sebutin kode bayarnya, terus dia ngasih tau berapa total pajak yang harus kubayar,  sesuai dengan jumlah yang ada di aplikasi. Setelah bayar, Mbak-nya minta STNK aku dan aku disuruh nunggu lagi sebentar.

Terus CS-nya manggil aku. "Bu, ini sudah selesai ya. Ini SKKP barunya, ini bukti bayarnya, dan ini SKKP yang lama sudah tidak perlu dipakai lagi," katanya sambil ngasihin bukti bayar, SKKP lama, dan e-SKKP yang baru.
Aku heran, "Hah? Udah?"
"Iya, jadi untuk kedepannya pembayaran pajak kendaraan bermotor ini bisa dilakukan di Bank BJB mana saja, tidak harus disini. Jadi kalau ibu mau bayar pajak, sudah tidak perlu ke SAMSAT lagi," Mbak CS-nya ngejelasin sambil senyum.
Aku masih heran karena prosesnya selesai secepat itu. Dan agak bengong ngeliat e-SKKP yang baru yang walaupun formatnya sama dengan SKKP yang dikeluarin sama SAMSAT, tapi dia bentuknya kertas. Bedanya, e-SKKP punya barcode untuk mendeteksi bahwa itu memang asli.
"Jadi ini udah selesai nih? Ini kertas SKKP-nya dituker ke SAMSAT ya?" tanyaku memastikan.
"Nggak perlu, Bu. Ini sudah resmi, ini tandanya ada barcode-nya. STNK-nya juga sudah dicap sah oleh pihak bank. Jadi tidak perlu ditukar ke SAMSAT lagi," jelasnya sambil ngeliatin STNK aku yang udah dikasih cap valid.
"Oh, udah? Gini doang? Selesai?" lagi-lagi aku bertanya memastikan. Ya abisnya aku bengong saking prosesnya cepet banget! Hahaha..
Lagi-lagi si mbak CS-nya ngangguk sambil senyum.

Keluar dari bank, aku senyum-senyum sendiri karena ternyata sekarang proses bayar PKB bisa semudah itu! Atuh tau gini mah tinggal langsung aja ke Bank BJB terdekat, ngantri sekali doang lalu e-SKKPnya udah di tangan. Nggak perlu ke SAMSAT lagi, karena e-SKKP yang dikeluarin Bank BJB emang udah resmi, jadi kalau nanti ada razia polisi, aman. Nggak perlu lagi ngantri dan pindah-pindah loket lagi dan nggak perlu ketemu petugas loket judes yang tadi lagi. Yeay!

Untuk memastikan, keluar dari bank, aku masuk lagi ke SAMSAT dan laporan ke bapak satpam yang tadi. "Pak, ini saya udah dapet SKKP-nya. Nggak perlu dituker lagi katanya?"
"Oh udah Neng? Yaudah. Tadinya bapak nyuruh dituker disini biar SKKP-nya nggak kertas gini, tapi nggak apa-apa kayak gini juga."
"Oke sip pak. Makasih ya, Pak." Akupun menuju parkiran motor dan pergi dari SAMSAT.

Kesel-keselnya aku tadi jadi hilang karena dapet informasi berharga seputar pembayaran pajak. Nyampe rumah langsung ngasih tau keluarga kalau mau bayar pajak tinggal pake SAMBARA aja. Haha, udah kayak duta SAMBARA aja nih aku, wkwkwk..

Jadi, buat temen-temen yang mau bayar Pajak Kendaraan Bermotor, tinggal donlod aja aplikasi SAMBARA. Cek total pajak yang harus dibayar, dapetin kode bayar, bayar ke Bank BJB terdekat, dapet deh e-SKKP. Selesai! Gampang banget paraaahhh... (tapi ini kayaknya baru wilayah Jabar doang sih)

Bisa juga bayar di alfamart dan indomaret, atau bayar online via bukalapak, tokopedia, atau kaspro, tapi tetep harus cetak SKKP juga sih ke SAMSAT atau bank BJB. Jadi mending langsung ke Bank BJB-nya aja biar langsung dapet e-SKKP.

Tapi dari kejadian hari ini, aku jadi dapet hikmah. Hikmahnya, bisa jadi Allah memberi kita kesulitan karena ingin memberikan jalan yang lebih mudah. Coba kalau nggak ada tragedi BPKB yang disuruh ganti alamat, mungkin aku nggak akan tau ada yang namanya SAMBARA. Mungkin taun depan aku bakal tetep bayar pajak dengan cara lama harus antri ke SAMSAT. Kalau udah tau ada SAMBARA kan jadi enak, hemat waktu banget dan nggak perlu jauh-jauh harus ke SAMSAT. Yeahh..! Jadi, berasa banget gitu, ayat yang bilang bahwa bersama kesulitan, ada kemudahan. Makanya, jangan suka suudzon dulu sama Allah atau kesel-kesel duluan, Na.