Senin, 26 Desember 2022

Menyadari, Menerima, Mensyukuri Cinta-Nya

 *dikutip dari Monday Love Letter #184, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!


Saya menulis surat ini sambil berbaring di atas kasur karena sedang sakit. Mohon maaf suratnya terlambat sampai, ya. Seharian kemarin saya full istirahat, semoga bisa cepat pulih. Kamu jaga kesehatan yaa, sister! :)

Kondisi sedang sakit begini, apa lagi yang dipikirkan selain mensyukuri nikmat sehat, ya nggak? Cuaca akhir-akhir ini sudah cukup lama kurang bersahabat, berbulan-bulan saya lalui dengan baik-baik saja. Sehat-sehat saja. Sampai akhirnya Kamis lalu badan saya tiba-tiba drop, saya baru menyadari bahwa kondisi sehat saya sebelum ini, tidak benar-benar saya syukuri. Hiks.

Yang bikin agak menyesal adalah karena ada beberapa urusan yang harus saya kerjakan, tapi saya tunda, lalu saya keburu sakit. Alhasil semakin tertundalah urusan-urusan itu. Ternyata benar nasihat Rasulullah SAW yang dinyanyikan oleh sebuah grup nasyid, yaitu untuk selalu mengingat 5 perkara sebelum 5 perkara, salah satunya sehat sebelum sakit. Bersegeralah saat kau sehat, karena kau tak pernah tahu kapan waktu sakitmu. Hiks (2).

Astaghfirullah, kadang suka nggak sadar kalau lagi dzolim sama diri sendiri. Kadang masih suka terlena dengan segala nikmat yang Allah berikan. Yang harusnya dipakai untuk bersyukur, malah kufur. Dasar aku. Semoga kita semua dilindungi Allah dari sifat kufur ya, sister.

By the way, ada satu hal menarik yang saya sadari ketika sakit. Tentu kamu setuju kan, orang sakit makannya nggak bisa sembarangan. Tubuh kita akan secara otomatis menolak makanan-makanan yang "kurang sehat" seperti yang berbasis goreng-gorengan, tepung, atau tipe junk food lainnya. Jangankan makan makanan tersebut, membayangkannya saja saya sudah mual duluan. Selama sakit ini, saya hanya makan bubur, nasi tim, dan cream soup saja. Itupun beberapa jam kemudian keluar lagi karena mual. Heuheu..

Menariknya, di hari ke-3 saya sakit, saya ngidam buah. Bener-bener pengen makan buah karena memang stok buah lagi nggak ada. Saking inginnya, saya sampai ikut suami saya keluar rumah karena dia kurang ngerti cara milih buah yang bagus. Akhirnya, berbekal jaket dan kaos kaki, sambil agak lemas saya naik motor untuk cari buah. Untungnya, tidak jauh dari rumah kami ada toko buah yang baru buka. Tanpa pikir panjang, kami langsung turun dari motor dan saya langsung bersemangat mengambil buah mangga gedong, apel, dan lengkeng. Sempat mampir juga untuk beli jus jambu sebelum pulang.

Tubuh seperti tahu apa yang sedang dibutuhkan. Kondisi sedang sakit, kepikiran makan ayam goreng favoritpun nggak sama sekali. Malah kepengennya buah. Saya terima "ngidam" itu sebagai sinyal dari tubuh untuk memenuhi nutrisi yang dia butuhkan. Alhamdulillah, rasanya jadi punya tenaga lebih dan mood juga jadi bagus ketika makan buah.

Ternyata kita dikaruniai tubuh yang keren ya sama Allah. Di saat yang sama, kita juga dikaruniai Allah banyak buah-buahan tropis yang mudah dijangkau. Dan betapa cocoknya tubuh kita dengan makanan ciptaan Allah. Buah dan sayur mampu menutrisi tubuh kita, dan tubuh kita pun cocok dengan makanan yang Allah tumbuhkan dari alam.

Ini baru contoh kecil. Faktanya, masih banyak hal ciptaan Allah yang diperuntukkan untuk kita, manusia. Cocok dengan manusia, bermanfaat untuk manusia, bahkan bisa menyelamatkan manusia. Ya, seperti Al-Quran, misalnya. Bukan hanya mempermudah hidup kita, tapi bahkan bisa sampai menyelamatkan kehidupan kita di akhirat nanti. :)

Maka, sebetulnya cinta Allah untuk kita, dapat selalu kita rasakan saat kita menyadari bahwa banyak sekali urusan kita yang diatur dan diperhatikan oleh-Nya. Dan apa yang hadir dari-Nya, selalu baik, bahkan terbaik. Kita hanya butuh kelapangan hati, untuk mau menyadari, menerima, dan mensyukuri setiap cinta dari-Nya.

Barakallahu fiik, sister!


Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Kebaikan yang Menumbuhkan Cinta

 *dikutip dari Monday Love Letter #181, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!


Bagaimana hari Seninmu? Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberkahi kehidupanmu ya, sisterkuu <3

Hari ini (21 November 2022) saya senang sekali karena baru saja berkumpul kembali dengan tim Sister of Deen Project setelah berbulan-bulan kami hanya bertemu lewat layar. Selain melepas rindu karena sudah lama tidak bertemu, membicarakan program Sister of Deen tentu tidak luput dari obrolan. Tunggu saja ya, insya Allah di tahun 2023 nanti akan ada program baru yang akan kami launching. Mohon doanya sister, semoga Allah mudahkan proyek-proyek kebaikan ini.

By the way, boleh cerita nggak sister, apa saja sih kesan yang kamu rasakan saat menerima surat-surat Monday Love Letter dan menikmati berbagai konten Sister of Deen di media sosial? Kalau mau mengalirkan rasa dan menyampaikan pesan-pesan kepada kami, boleh reply surat ini ya sister ;)

Bicara tentang proyek kebaikan, saya jadi terpikir bahwa karakter dan pemikiran kita hari ini, bisa jadi terbentuk oleh berbagai macam proyek kebaikan yang orang lain lakukan. Bayangkan jika orangtua kita tidak mendidik apapun kepada kita, mungkin hari ini kita akan jadi anak yang tidak tahu aturan. Bayangkan jika tidak ada yang berinisiatif membangun sekolah, mungkin hari ini dunia akan dipenuhi banyak orang bodoh. Bayangkan jika para ustadz tidak merencanakan untuk menggelar ceramah, mungkin kita akan jadi manusia yang tidak beragama. Lebih jauhnya lagi, bayangkan jika dulu Rasulullah SAW tidak merancang program-program dakwah, mungkin pesan-pesan Islam itu tidak akan pernah sampai kepada kita. 

Lewat tangan-tangan orang lain, Allah menitipkan pendidikan-Nya kepada kita sehingga kita bisa mengerti bagaimana hidup ini harus dijalani. Lewat gerak kebaikan yang orang lain lakukan, kita akhirnya bisa merasakan bagaimana rasanya disayang oleh Allah.

Saya jadi teringat obrolan dengan salah seorang sahabat saya, "Na, aku ingin bisa terus menjadi perantara kasih sayang Allah dengan cara menyayangi orang-orang terdekatku. Karena kebaikan yang kulakukan pada hakikatnya adalah bentuk Allah mencintai mereka. Aku ingin menjadi perantara cintanya Allah untuk orang lain sehingga mereka sadar bahwa sebetulnya mereka dicintai oleh Allah."

Hmm, iya juga ya. Kalau dipikir lagi, Allah itu bisa "hadir" dalam bentuk kebaikan-kebaikan yang orang lain lakukan kepada kita. Saat kita bisa merasakan cinta dari orang lain, saat itu pula sebetulnya Allah sedang menunjukkan cinta-Nya kepada kita. Bahwa Dia menjaga, mengerti kita, dan selalu memenuhi kebutuhan kita, bahkan dari arah yang tidak disangka-sangka.

Inilah mengapa bagi banyak orang, meneruskan kebaikan adalah hal yang membuat nagih. Saya pribadi, jika menerima kebaikan yang tidak disangka-sangka dari orang lain, hati saya langsung  terasa hangat, bahagia, dan ada rasa syukur yang otomatis muncul karena merasa bahwa Allah begitu baik. Tentu kamu juga pernah kan, mendapat kebaikan atau pertolongan dari orang lain, lalu berterima kasihnya kepada Allah?

Maka, jangan pernah lelah berbuat baik. Jangan pernah lelah mengupayakan kebaikan. Jangan pernah berhenti menjalankan proyek-proyek kebaikan. Apapun itu, teruslah sibuk untuk menampilkan akhlak yang baik kepada orang lain, teruslah sibuk melakukan gerak-gerak amal shalih. Sebab, kita tidak pernah tahu, dari amal kebaikan kita yang mana, yang itu menjadi jalan bagi orang lain menyadari kasih sayang Tuhannya.

Semoga kita semua bisa menjadi perantara kasih sayang Allah untuk banyak orang. Begitu pula dengan Sister of Deen Project ini, semoga bisa menjadi jalan agar banyak perempuan dapat merasakan bahwa cinta Allah padanya, amatlah besar.

Barakallahu fiik, sister!


Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Senin, 07 November 2022

Di Detik yang Terakhir

 *dikutip dari Monday Love Letter #178, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Saat sedang memulai menulis surat ini, sejujurnya saya sedang tidak ingin menulis. Otak saya masih berusaha mencerna untuk menemukan pesan apa yang sebetulnya ingin Allah sampaikan atas banyak hal yang terjadi sepekan ke belakang. Awal pekan lalu, dalam berbagai refleksi diri di waktu-waktu menjelang akhir tahun 2022 ini, saya menyadari satu hal bahwa di tahun ini Allah banyak mengingatkan saya perihal kematian. Ada banyak berita kematian selama setahun ini dari mulai sahabat, keluarga, sampai orang yang tidak saya kenal namun ada kesan baik atas kematiannya.

Dan dalam satu pekan ke belakang, pendidikan yang sedang Allah berikan untuk saya, mungkin tema besarnya adalah kematian. Di hari Selasa lalu, takdir membawa saya pada sebuah pelatihan pemuliaan jenazah, yang mana saya tidak menjadwalkan untuk berada di forum tersebut, tetapi skenario Allah seakan menggiring untuk saya berada di sana. Selain untuk menjadi supir yang mengantarkan pemateri, saya juga ditunjuk untuk menjadi operator yang mengoperasikan laptop. Saya dengarkan materinya dan saya saksikan proses demi proses simulasi pemuliaan jenazah (yang diperagakan oleh manekin) dari mulai mentalkinkan, memandikan, mengafani, hingga menyolatkan. Dan kau tahu apa yang terjadi setelah itu, sister? Baru saja seluruh materi selesai disampaikan, muncul notifikasi di HP saya yang memberitakan bahwa uwa saya atau kakak ipar dari ibu saya, meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.. Ya Allah, baru aja membicarakan kematian, langsung dapat berita kematian.

Tidak sampai di situ, di hari Sabtu malam, ibu dari sahabat saya juga berpulang ke rahmatullah. Saat saya takziyah ke rumah duka, jenazahnya sedang dimandikan oleh keluarga. Dan saat sudah masuk proses mengkafani, saya dipersilakan masuk ke dalam rumah untuk menyaksikan. Perasaan saya campur aduk ketika itu. Baru Selasa lalu saya menyaksikan manekin dikafani, malam itu saya melihat langsung jenazah yang sedang dikafankan. Ya Allah, betapa kematian itu begitu dekat.. :''''

Dan berita-berita internasional yang viral memberitakan kematian massal di berbagai belahan dunia, yang mungkin kamu juga mengetahuinya. Kita semua seakan sedang diberi pesan yang sama oleh Allah untuk kembali menyadari dan memahami kembali makna innalillahi wa inna ilaihi rajiu'un. Bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Maka kematian adalah hal yang pasti datang kepada setiap yang bernyawa.

"Teh, dulu aku denger berita kematian tuh jauh, tapi semakin ke sini, berita kematian datang dari orang-orang yang dekat.." ucap salah seorang sahabat saya saat kemarin kami sedang bertakziyah. Saya sangat amat setuju dengan pernyataannya. Bahkan, kalimat serupa juga disampaikan oleh pemateri yang beberapa hari lalu mengisi pelatihan pemuliaan jenazah. Semakin bertambah usia, berita kematian semakin sering kita dengar. Dari orang-orang dekat, dari keluarga sendiri, dan pasti akan tiba saatnya suatu hari kita juga akan meninggalkan dunia ini.

Bagaimana tidak overthinking? Berita kematian selalu memberi pesan terbaik sekaligus tamparan keras bagi kita (terutama saya) yang masih sering terlena dengan kesenangan dunia. Seiring dengan banyaknya dan seringnya kita mendengar berita kematian, rasanya keterlaluan ya kalau kita masih saja bermalas-malasan untuk beramal sholeh? Jika sudah banyak orang-orang di sekitar kita yang sudah lebih dulu menghadap kepada-Nya, bukankah bisa jadi giliran kita akan tiba sebentar lagi? Maka apa yang sudah kita siapkan untuk menyambut kematian terbaik?

Di satu sisi, saya takut dan amat khawatir. Rasanya, mau berapa kalipun berkaca, amal sebanyak apapun yang diri ini lakukan sepertinya tidak akan pernah cukup untuk bisa membeli surga. Tapi Allah tentu tidak menghendaki kita untuk berputus asa dari rahmat-Nya. Di sisi lain, saya merasa cukup lega dan bersyukur saat mendengar bahwa orang-orang yang saya kenal yang berpulang di tahun ini, mereka meninggal dalam keadaan yang baik.

Mertua dari sahabat saya, meninggal dalam keadaan sedang mengisi ceramah subuh di bulan Ramadhan lalu. Sahabat saya sewaktu kuliah, meninggal dalam keadaan sakit kanker, namun masyaallah, Allah memanggilnya bukan sedang dalam kondisi kritis. Melainkan dalam keadaan tidur, setelah sebelumnya telah menunaikan shalat tahajud terlebih dahulu. Ibu dari sahabat saya, alhamdulillah sempat mengucap laa ilaha illallah saat sedang ditalkinkan. Semoga mereka semua husnul khatimah dan ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah. Aamiin.

Lalu ada pula berita yang sempat ramai menghiasi social media saya di tahun ini, yaitu meninggalnya salah seorang ustadzah saat sedang memimpin pengajian. Dan juga meninggalnya salah seorang mualaf mantan pastur, yang ternyata kondisi mayatnya saat dimandikan bersih tanpa kotoran, jenazahnya wangi, banyak sekali yang menyolatkan, banyak sekali yang mendoakan.

Saya iriiii sekali pada orang-orang yang 'dijemput' oleh Allah dalam keadaan yang baik, keadaan hidup yang lurus, dalam keadaan membawa segunung 'prestasi' yang membanggakan di hadapan Allah. Berita-berita seperti itu, seperti menumbuhkan harapan untuk saya bahwa husnul khatimah is actually reachable. Selama kita mencita-citakan itu, tulus minta sama Allah dan senantiasa mengupayakannya, insyaallah Allah akan mengabulkannya.


Sejalan dengan sebuah hadits yang pernah saya baca, "Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan tulus (benar), niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat orang-orang yang mati syahid meskipun ia mati di atas tempat tidurnya." -HR Muslim.

Dan itulah yang saya lakukan. Diam-diam, walau sambil menahan malu kepada Allah karena diri ini masih banyak memiliki kehinaan, saya selalu berharap agar kelak saat saya dipanggil pulang oleh-Nya, saya bisa 'dijemput' dalam keadaan yang baik, dalam keadaan hidup yang lurus, dalam keadaan sedang beribadah dan berjuang untuk-Nya. Aamiin.. :")

Semoga saya dan kamu yang membaca surat ini, diberi hadiah terbaik dari Allah di detik-detik terakhir waktu kita di dunia, yakni kematian yang husnul khatimah dan digolongkan bersama orang-orang yang mati syahid. Aamiin yaa Rabbal 'Alamiin..

 

Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Maukah Kita Bersabar Sedikit Lagi?

 *dikutip dari Monday Love Letter #171, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Alhamdulillah senang sekali akhirnya bisa kembali menyapamu setelah sekitar 1 bulan mungkin ya emailmu sepi dari Monday Love Letter. Hehe. Kabarmu baik-baik saja, sister? Dalam keadaan apapun dirimu saat ini, semoga selalu dalam perlindungan dan penjagaan terbaik-Nya, ya. Aamiin.

Saya akhir-akhir ini berpikir bahwa setiap manusia yang hidup tentu tidak mungkin lepas dari ujian dari-Nya. Setiap kita pasti memiliki ujian, masalah, hambatan, tantangan atau apapun itu kamu menyebutnya. Pasti ada aja gitu kan hal-hal atau peristiwa yang bikin kita kelabakan atau bikin hati nggak nyaman, yang tentunya semua itu tidak lepas dari ketetapan yang sudah diskenariokan oleh Allah untuk kita.

Di dalam Quran, Allah berfirman, "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar," -QS. Al-Baqarah (2) :155

So, kita sebetulnya tidak akan mungkin menghindari hal-hal yang barangkali membuat kita takut dan serba kekurangan karena ujian adalah sebuah keniscayaan yang pasti Allah hadirkan. Akan tetapi, di akhir ayat itu Allah juga memberi petunjuk bahwa kunci untuk menghadapi semua kesulitan itu adalah dengan bersabar.

Di surat yang lain Allah menambahkan, "Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." QS. Az-Zumar (39): 10

Lihatlah, betapa istimewanya sebuah kata kerja bernama sabar. Tentu sabar disini bukan berarti diam berpasrah dan tidak melakukan apa-apa. Sabar yang sebenernya justru adalah sikap tangguh dan pantang menyerah untuk terus memproseskan diri di jalan-Nya. Sabar yang insya Allah akan membuat kita mendulang pahala yang besar dan menjadi kunci surga untuk kita.

Eits, tapi nih tapiii sabar itu kan nggak mudah, sist! Hehe, mungkin itu yang terbersit di pikiranmu. Pada kenyataannya, bersabar memang tak semudah mengatakannya. Saya juga masih sering remedial kok perkara sabar ini. Ada momen-momen tertentu yang mungkin membuat kita terasa seperti berjalan di lorong gelap yang cahaya di ujungnya belum juga terlihat. Tentu rasanya sangat frustrasi karena titik terang itu belum juga muncul sedangkan diri sudah mulai lelah untuk berjalan dan bertahan. Di saat seperti ini, kepada siapa lagi kita menggantungkan harap jika bukan kepada Allah?

Sisterku, ingat kembali bahwa janji Allah itu pasti. Selama kita mau terus berupaya dan bersabar menjalani proses, selama kita mau terus menjaga dan menahan diri untuk tidak berbalik ke belakang, selama itu pula Allah sebetulnya sedang menyiapkan pahala dan ganjaran yang besar untuk kita.

Seandainya kita diperlihatkan oleh Allah bahwa kesabaran kita hari ini yang ternyata akan membawa kita kepada surga-Nya, akankah kita menyerah? Tentu tidak kan? Kita justru akan semakin semangat untuk berjuang karena tahu bahwa semua keperihan ini akan berakhir indah.

Hanya saja, yang namanya reward tentu tidak akan ditaruh di depan. Yang namanya reward, pasti diberikannya belakangan. Maka kita perlu memupuk keyakinan kepada Allah bahwa segala jerih payah di jalan-Nya dan demi mendapatkan ridho-Nya, pasti akan ada reward-nya. Maukah kita bersabar sedikit lagi?

Ada sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang bagi saya sangat menarik, mungkin kamu pernah mendengar juga hadits ini. Rasulullah SAW bersabda: Tidak seorang pun yang  masuk surga lalu ingin kembali ke dunia walaupun bagaimana besar kekayaannya di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Dia mengharapkan kembali ke dunia hingga dibunuh kembali sepuluh kali dalam (perang sabilillah). Karena kemuliaan yang dilihatnya (yang diberikan kepadanya). Dalam riwayat lain: Karena melihat keutamaan mati syahid. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ternyata, para syuhada yang wafat di medan perang, justru malah ingin kembali ke dunia dan terbunuh lagi, dikarenakan saking nikmat dan indahnya jamuan yang diberikan Allah di surga-Nya. Terbayang nggak sih oleh kita, kembali ke dunia dan terbunuh lagi itu berarti tertusuk pedang sekali lagi, tertombak anak panah sekali lagi, tertebas bagian tubuhnya sekali lagi, dan sakaratul maut sekali lagi. Tapi mereka bersedia untuk melaluinya lagi. Artinya, segala perih di dunia tidak ada apa-apanya dibanding nikmat yang sudah Allah siapkan di surga-Nya.

Maka dari itu, sister. Jika kita yakin pada janji Allah, stok sabar kita pasti tidak akan ada batasnya. Sabarlah dalam berjuang di jalan-Nya, sabarlah untuk mengejar ridho-Nya, sabarlah untuk tidak menyerah dan berbalik ke belakang, sabarlah menahan diri dari melakukan hal-hal yang tidak disukai-Nya. Sabarlah, tidak lama, hanya selama di dunia-- untuk kemudian menikmati reward tanpa batas dari-Nya di akhirat.

 

Yang juga sedang belajar sabar,
Your sister of Deen,

Husna Hanifah

Rabu, 06 April 2022

From Tears to Blessing

*dikutip dari Monday Love Letter #157, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Sejak 2 pekan ke belakang akhirnya saya mulai aktif lagi beraktivitas ke luar rumah. Setelah insiden kaki terkilir di akhir Januari lalu, saya yang sering main ke luar ini mau tidak mau harus membatasi pergi ke luar rumah. Bagaimana tidak, untuk jalan saja sudah susah, apalagi menyetir motor atau mobil, haha. Tak disangka pemulihannya membutuhkan waktu lebih dari sebulan sampai akhirnya saya bisa menyetir motor lagi.

Saat sudah siap "berkelana" kembali, ternyata Allah memberikan waktu tambahan selama 2 pekan untuk diam di rumah karena saya dan suami sakit secara berbarengan dan kami harus isoman. Subhanallah.. Awalnya saya sempat bertanya-tanya mengapa ujiannya terasa bertubi-tubi tanpa jeda? Bahkan sebelum kami sakit, keluarga besar sudah terlebih dulu sakit secara bergantian. Bisa dibilang kami ini kebagian sakit di kloter terakhir. Hehe..

"Akhirnya semua harus kebagian.. Alhamdulillah, semoga menjadikan kita semua orang-orang yang lebih taat kepada Allah.. Menjelang Ramadhan dosa-dosa berguguran dan keimanan meningkat. Semoga.. Aamiin.. Semangat sehat, Teh, Mas.." Sebuah pesan dari ibu saya muncul di layar HP saat membuka grup keluarga. Masya Allah, ada benarnya juga. Bagi seorang muslim, sakit adalah salah satu cara Allah mengugurkan dosa-dosa. Maka, ujian sakit yang diberikan oleh Allah semestinya menjadi hal yang seharusnya kita syukuri dibanding kita keluhkan.

Mungkin karena mau Ramadhan, jadi kita ini sedang "dibersihkan" oleh Allah agar nanti ketika tiba saatnya bertemu Ramadhan, kita sudah dalam keadaan jiwa yang lebih bersih dan keimanan yang meningkat. Cara pandang ini membuat saya akhirnya mensyukuri ujian sakit yang Allah berikan, bahkan mampu menikmati setiap rasa sakit yang terasa oleh badan. Berharap dari setiap rasa sakit itu, secara bersamaan Allah juga menggugurkan setiap dosa.. Aamiin ya Allah..

Tentu saja cara Allah membersihkan setiap orang akan berbeda. Ada yang diuji dengan sakit, ada yang diuji dengan masalah hidup, ada yang diuji dengan kerugian materi, ada yang diuji dengan kehilangan orang tersayang, dan masih banyak lagi. Adakah dari semua yang saya sebutkan sedang dialami olehmu, sister? Saya doakan semoga setiap rasa sakit yang terasa, baik itu di raga maupun di hati, menjadi jalan untuk luruhnya dosa-dosa serta menjadi jalan untuk semakin dekat dan taat kepada Allah ya, sisterku..


Menerima ketetapan-Nya yang bagi kita buruk, tentu tidak selalu mudah. Apalagi sampai mensyukuri dan berterimakasih pada takdir yang pernah membuat kita terluka. Tetapi jika kita memandang bahwa semua itu adalah cara Allah untuk membersihkan jiwa kita, maka semoga hati kita bisa lebih lapang untuk menerima.

Bukankah para penghuni syurga adalah mereka yang jiwanya bersih? Rasanya tak mungkin bisa mendapat kenikmatan untuk bertemu Allah jika kita masih terkotori oleh dosa-dosa karena Allah adalah Dzat yang Maha Suci. Nggak pantes banget kan menghadap kepada Raja Langit dan Bumi dalam keadaan diri kitanya "gembel". Heu.. :(

Maka berterimakasihlah atas segala ujian dan tempaan yang Allah berikan untuk kita, karena itu adalah bentuk sayangnya Allah kepada kita. Bersyukurlah atas segala ujian yang Dia hadirkan, sebab itu adalah bentuk cinta Allah agar kelak kita bisa kembali "pulang" dengan selamat dan pantas untuk bertemu dengan-Nya.. Semangat terus dalam berproses untuk menjadi sebaik-baik hamba-Nya, sister! Bangkit dan berjuang lagi, yuk! :)

 

Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Selasa, 01 Maret 2022

Hamba yang Berpura-pura

*dikutip dari Monday Love Letter #154, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Hari ini tanggal merah ya? Bertepatan dengan peristiwa Isra Mi'raj yang terjadi di tanggal 27 Rajab. Tidak terasa bulan Rajab sudah mau habis dan Ramadhan sudah semakin dekat. Sekitar 33 hari lagi kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan, insya Allah. Semoga Allah masih memberi usia untuk kita bertemu dengan Ramadhan ya, sister. Yuk aamiin bareng-bareng! Aamiin.. :')

Bicara tentang Isra Mi'raj, dulu saya melihat peristiwa Isra Mi'raj hanya dari kacamata sejarah, sebagai sebuah peristiwa yang terjadi di masa lalu, sebagai salah satu mukjizat besar yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW. That's it.

Lambat laun, seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, pemaknaan saya terhadap peristiwa Isra Mi'raj juga semakin bertambah. Salah satunya adalah tentang perintah shalat yang sering disebut orang sebagai "oleh-oleh" dari perjalanan beliau SAW yang ternyata turunnya perintah shalat justru bukanlah beban, melainkan sebuah kabar gembira bagi umat mu'minin saat itu karena mereka bisa terhubung langsung dan berdoa kepada Allah dalam shalatnya tanpa sekat. Maasyaa Allah, semoga shalat juga bisa semenggembirakan itu ya untuk kita, sister.

Tapi, saya juga baru saja mendapat sebuah pemaknaan baru dari peristiwa Isra Mi'raj ini yang berhasil membuat diri saya merasa malu di hadapan Allah sekaligus menaruh harap dan niat agar diri ini mau dan siap untuk terus berupaya dalam sebuah perjalanan panjang menjadi seorang hamba Allah yang sebenar-benarnya. Izinkan saya bagikan untukmu juga ya, sisterku.. :)

***

"Subhaanalladzii asraa bi'abdihi.. Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya." Dalam sebuah forum kajian, QS. Al-Israa ayat pertama dibacakan.

Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan, "Ayat ini turun di tahun ke-10 atau 11 kenabian. Saat di mana Rasulullah sudah mengalami banyak hal dalam perjalanan kerasulannya; dicaci, dimaki, disebut majnun (gila), disakiti, bahkan menjadi buronan karena hendak dibunuh. Setelah Rasulullah mengalami semua itu, Allah panggil beliau dengan sebutan 'abdihi, hamba-Ku. Yuk, hamba-Ku, aku perjalankan engkau."

Saya masih terkesima dengan cerita perjuangan Rasulullah SAW sampai beliau (pemateri) melanjutkan, "Kita selama ini ngaku kalau diri kita hamba Allah, tapi sudah sejauh mana pengorbanan yang kita berikan untuk Allah sementara Rasulullah dipanggil Allah dengan sebutan hamba saat sudah mengalami semua itu? Rasanya kok malu ya ngaku-ngaku kalau kita ini hamba Allah," ujar beliau sambil tersenyum dan menatap kami. Badan saya langsung merinding ketika mendengarnya.

Saya tidak akan lupa kalimat demi kalimat itu. Lebih tepatnya, tidak ingin melupakan nasihat itu, sehingga saya tulis di sini. Ternyata, ada sebuah pesan penting yang barangkali ingin Allah sampaikan hanya dari satu kalimat "subhaanalladzii asraa bi'abdihi.." supaya kita melakukan evaluasi besar-besaran tentang bagaimana kinerja kita selama ini dalam menghamba kepada-Nya. Wallahu 'alam.

Saat ayat ini dimaknai untuk menjadi muhasabah diri, bagi saya, rasanya JLEBB banget dan pengen nangiss. Huhu. Malu banget nggak sih, menyebut diri kita ini hamba Allah tapi apakah dalam keseharian kita benar-benar menghamba kepada Allah??

Predikat 'hamba Allah' ini tentu bukan hanya sematan yang diberikan Allah untuk manusia. Bukan sekedar status yang jika kita ditanya 'kita ini siapanya Allah?' lalu otomatis dijawab 'hamba-Nya Allah', kemudian selesai. Tapi dengan disematkannya status 'hamba' ini, ada sebuah tanggungjawab yang juga mengiringi status tersebut, yakni untuk hidup dan bersikap selayaknya seorang hamba.

Apakah pantas disebut hamba jika kita masih pilih-pilih dalam menaati aturan-Nya? Apakah pantas disebut hamba jika masih berat dalam mengorbankan harta, jiwa, waktu, tenaga dan pikiran untuk melaksanakan apa-apa yang diinginkan dan disukai-Nya? Apakah pantas disebut hamba jika tak juga menjauhi dan melepaskan diri dari aktivitas yang tidak disukai-Nya? Karena semestinya seorang hamba adalah ia yang siap diatur oleh Tuhannya dan siap mengorbankan apapun untuk menjalankan tugas dari Tuhannya. Sudahkah kita benar-benar menjadi seorang hambanya Allah?

Jika saya harus menjawab pertanyaan yang terakhir itu, tentu saya akan berpikir berkali-kali untuk mengatakan 'sudah'. Dalam prakteknya, mungkin saya belum benar-benar bisa dikatakan hamba Allah. Namun, adakah status yang pantas disematkan kepada kita selain hamba Allah sementara yang mencipta dan memelihara hidup dan kehidupan kita adalah Allah?

Pada akhirnya, kita sebenarnya tidak akan bisa lepas dari status kita sebagai hamba Allah. Sebab Allah adalah satu-satunya yang menciptakan kita dan berkuasa penuh atas diri kita, maka sudah selayaknya kita tunduk dan berkorban penuh untuk-Nya.

***

Ternyata, memantaskan diri sebagai seorang hamba adalah perjalanan yang harus kita lakukan sepanjang hidup kita ya, sister. Karena itu, kesadaran akan status ini harus terus dijaga agar setiap aktivitas kita tidak melenceng dari tugas kehambaan kita kepada Allah. Sulit, iya. Berat, pasti. Tapi harus terus diupayakan.

Lalu bagaimana sebaik-baiknya cara menjadi seorang hamba? Rasulullah SAW adalah contoh terbaik. :)

Bismillah, yuk kita sama-sama terus berupaya memantaskan diri untuk menjadi sebaik-baik hamba-Nya. Barakallahu fiik, sister.

 

Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Kamis, 17 Februari 2022

Nikmat-Nya Selalu Mahal dan Berharga

*dikutip dari Monday Love Letter #151, yang kutulis untuk Sister of Deen

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Saya ingin mengawali surat ini dengan sebuah do'a. Allahumma bariklanaa fii rajaba wa sya'bana wa balighna ramadhan.. Aamiin ya Rabb.. Alhamdulillah, beberapa hari yang lalu kita sudah memasuki bulan Rajab. Sebuah kabar gembira karena itu berarti Ramadhan sudah semakin dekat! Perasaan saya saat ini excited karena sebentar lagi Insya Allah akan bertemu dengan bulan Ramadhan. Tapi di sisi lain, diri ini juga masih perlu berkaca dan melatih diri agar penyambutanku untuk Ramadhan jangan sampai seadanya. Semoga kita bisa menggunakan sebaik-baiknya kehadiran bulan Rajab dan Sya'ban untuk melakukan muhasabah dan "pemanasan" terbaik agar di Ramadhan nanti kita bisa mempersembahan ibadah yang optimal sehingga Allah berkenan mengampuni dan mensucikan diri kita. Yuk, semangat yaa kita!
 
Saya mau cerita nih, sister. Sepekan yang lalu pergelangan kaki saya terkilir cukup parah yang membuat saya sama sekali tidak kuat berjalan. Pergelangan kaki kanan saya membengkak dan tidak kuat menopang badan saya sendiri. Rasanya sakit sekali saat bertumpu pada kaki kanan saya. Beruntungnya, hari itu saya langsung bisa diurut sehingga bisa meminimalisir keparahannya. Walaupun rasanya beuuhh sedap dan nikmat sampai bikin nangis-nangis, wkwkwk..
 
Alhamdulillah, hari ini bengkaknya sudah semakin kempis dan saya sudah mulai kuat berjalan walau masih harus dengan bantuan kruk. Di mata orang lain, mungkin saya terlihat kasihan. Kaki bengkak, tidak bisa berjalan, tidak bisa kemana-mana. Tapi sejujurnya, saya merasa bersyukur Allah menghadirkan kejadian ini dan memberi saya kesempatan untuk merasakan sakit seperti ini. Ternyata ada hikmah besar di balik ini semua, salah satunya saya jadi lebih menghargai satu dari sekian nikmat Allah, yakni nikmat bisa berjalan.
 
Kita yang selama ini bisa pergi kesana kemari dengan bebas, bisa mengendarai motor atau mobil dengan leluasa, bisa berolahraga, berkebun, menyapu, bersih-bersih rumah, tidak mungkin semua itu bisa kita lakukan dengan baik jika kita tidak bisa berjalan. Saya, selama ini menganggap bahwa berjalan ya hanyalah sebuah aktivitas harian yang sudah sangat biasa. Bangun tidur, kemudian berjalan ke kamar mandi, rasanya biasa saja. Sebuah kemampuan yang terasa sudah sepaket dengan hidup. Ya,, take it for granted gitu deh. Daan ketika nikmat mampu berjalan itu Allah cabut, baru saya merasakan betapa repotnya pergi ke kamar mandi dalam keadaan kaki saya tidak kuat berjalan. Huhuhu, saat nikmat-Nya sedang Dia tahan, kita bisa apa..? T_T
 
Padahal, setiap kali kita melangkah, ada banyak otot, sendi, tulang, urat, dan syaraf yang bekerja sehingga tubuh kita kuat dan mampu untuk berjalan. Ternyata, saat Allah bikin terkilir satu saja pergelangan kaki ini, kemampuan untuk berjalan bisa hilang seketika. Subhanallah.. Betapa kita ini kecil dan selemah itu di hadapan Allah..
 
Ini baru ngebahas satu nikmat lho, kebayang ada berapa kebaikan dan karunia dari Allah yang selama ini kita nikmati, tapi tidak benar-benar kita syukuri?? Kemampuan kita untuk melihat, mendengar, meraba, mengecap, mengunyah, menelan, berkedip, bersin, dan masih banyak lagi yang mungkin selama ini kita kira bahwa itu adalah mekanisme normal dari tubuh kita yang sudah seharusnya bekerja. Padahal, di balik itu ada Allah yang mengatur setiap detil dari pergerakkan kita, sekecil apapun gerak yang kita lakukan. Dan jika Allah berkehendak untuk mengambil nikmat itu dari kita, sangat amat mudah bagi-Nya dan bisa dilakukan-Nya hanya dalam waktu sepersekian detik saja.
 
Saya jadi ingat salah seorang tetangga yang suatu hari tiba-tiba lumpuh setengah badannya. Kemudian saat dibawa ke rumah sakit, dokter mengatakan bahwa beliau terserang stroke. Subhanallah. Ya, setiba-tiba itu Allah mampu membuat tubuh kita lumpuh seketika. Setidakberdaya itulah kita di hadapan Allah. Maka apa yang patut kita sombongkan?
 
Tidak ada nikmat Allah yang kecil. Semua nikmatnya begitu mahal dan berharga. Semoga kita bisa senantiasa bersyukur atas setiap nikmat yang Allah berikan, baik yang kita sadari maupun yang tidak, baik yang kita minta ataupun yang tidak kita minta. Semoga, sebelum Allah ambil kembali nikmat yang selama ini Dia berikan, kita mampu menggunakan berbagai nikmat itu dengan baik dan menjadikannya media dan sarana untuk beribadah dan lebih taat kepada-Nya.

 
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?" -QS. Ar-Rahman
 
 
Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Jeda, Hikmah, dan Harapan

*dikutip dari Monday Love Letter #148, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Akhirnyaa setelah sekian lama akhirnya saya bisa menulis Monday Love Letter lagii, yeaay alhamdulillah. Bagaimana nih kabarmu, sister? Semoga selalu dalam keadaan keimanan yang baik, ya! Selama kurang lebih 2 bulan saya mengambil jeda dari Sister of Deen, saya bisa bilang kalau itu adalah sebuah jeda yang cukup baik untuk saya maupun untuk kehidupan saya. Sebenarnya, dalam 2 bulan itu, saya mengambil jeda bukan hanya dalam urusan Sister of Deen, tapi juga saya berusaha untuk melambatkan laju di banyak hal. Bukan untuk lari, tapi untuk kembali memaknai segala hal dalam hidup dan mengembalikan kesadaran dalam menjalaninya.

Kamu sering nggak sih, merasa waktu cepat sekali berlalu? Tiba-tiba sudah sore lagi, tiba-tiba sudah Senin lagi, tiba-tiba sudah berganti bulan atau tahun, tanpa benar-benar memaknai setiap jam dan menit yang kita lalui. Itu yang sedang saya rasakan selama beberapa bulan terakhir. Tentu saja semua itu tidak terjadi tiba-tiba, ada beberapa faktor yang seringkali membuat saya kehilangan fokus dalam menjalani hidup. Seperti rutinitas, masalah hidup, stres, hingga interaksi dengan gadget. Jujur, yang terakhir sepertinya penyumbang terbesar dari hilangnya fokus deh, hehehe.

Setelah  pengumuman jeda dari Sister of Deen diumumkan, malam itu juga saya membuat list mengenai apa-apa saja yang akan saya "benahi" dalam 2 bulan itu, salah satunya adalah mengurangi interaksi dengan gadget dan sosial media. Tidak selalu berhasil, tapi cukup untuk setidaknya banyak mengurangi screen time dan menambah aktivitas bermanfaat di luar dunia maya. Hehe.


Saya ingat, bulan November lalu, untuk pertama kalinya saya berhasil menulis Jurnal Syukur selama 30 hari. Saking bangganya dengan diri sendiri, saya bahkan membuat rekapnya di excel. Ternyata dalam 30 hari itu saya berhasil menulis 18.210 kata dengan total waktu 13 jam selama 30 hari menulis Jurnal Syukur. Alhamdulillah, setelah berkali-kali gagal akhirnya berhasil juga :')

Di bulan Desember, Allah memberikan waktu yang lebih banyak untuk saya berinteraksi bersama orang-orang terdekat, terutama keluarga. Qadarullah, nenek saya yang tinggal satu-satunya, masuk rumah sakit selama sekitar seminggu yang pada akhirnya wafat di hari terakhir tahun 2021. Di malam tahun baru, saya sama sekali tidak sempat memikirkan tentang resolusi dan sebagainya. Saya hanya banyak merenung, mengingat bahwa selama tahun 2021 Allah telah mengambil kakek, om, dan nenek saya di tahun yang sama. Mungkin pesan tersirat dari-Nya adalah supaya saya lebih menghargai kehadiran keluarga dan bersyukur atas kehadiran mereka. Selama mereka masih ada, dan selama saya juga masih ada umur, semoga kehadiran keluarga selalu menjadi sesuatu yang saya syukuri.

Alhamdulillah, di tahun ini, Allah masih memberi umur. Banyak hal mulai kembali ditata, dari hal yang kecil seperti pengelolaan emosi hingga hal-hal penting terkait berbagai amanah dan tanggungjawab. Lalu, bagaimanakah Sister of Deen akan berlanjut di tahun inii??

Naah ada kabar gembira untukmu nih, sister! Alhamdulillah beberapa hari lalu tim Sister of Deen sudah mengadakan meeting perdana dan merencanakan program-program yang insya Allah akan dijalankan di tahun ini. Yay! Semoga dengan bekerja sebagai tim, manfaat yang bisa diberikan bisa semakin meluas dan semakin banyak pula perempuan yang terbantu dengan adanya Sister of Deen Project ini. Mohon doanya ya, sister!

Saya punya harapan, semoga di tahun ini saya bisa hidup dengan lebih "sadar" sehingga kesia-siaan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Menjaga agar setiap detik penuh dengan ibadah, manfaat, dan amal shaleh, tentu tidaklah mudah. Tapi ketika kita sudah berniat, kita akan setidaknya mencoba dan menjaga agar tindakan kita sesuai dengan apa yang kita niatkan. Dan semoga Allah memberi pahala untuk setiap jatuh bangun yang kita hadapi.

Kalau kamu, punya harapan apa di tahun ini? ;)

 

Your sister of Deen,
Husna Hanifah