Senin, 24 Juni 2019

Monday Love Letter #47 - Sabarmu Akan Diuji

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Saya menebak, surat ini akan sampai di emailmu mendekati tengah malam, hiks. Maafkan ya, saya baru sampai rumah jam 9 malam dan baru menulis sesampainya di rumah. Tapi diam-diam saya merasa bersyukur bisa Allah mampukan untuk menulis surat di setiap Senin, karenanya saya jadi dituntut untuk lebih peka dalam menangkap hikmah, alhamdulillah. Terima kasih ya sister, sudah menjadi pembaca setia Monday Love Letter. Jika kamu merasa surat-surat dari kami bermanfaat, silakan forward dan beri tahu teman-temanmu, ya! :)

Di perjalanan pulang tadi, tiba-tiba saya teringat pada sebuah potongan ayat dari QS. 17:11 yaitu "Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa" yang kemudian menjadi inspirasi judul Monday Love Letter hari ini. Hmm, tapi memang benar kan? Kita ini sering sekali inginnya serba cepat. Apalagi jika sedang memiliki keinginan, pasti maunya terwujud secepatnya, saat itu juga.

"Kenapa sih kok skripsiku nggak beres-beres, aku kan ingin cepet luluuus..!"
"Udah lamar pekerjaan sana sini tapi ditolak mulu, aku tuh ingin cepet kerjaaa"
"Kapan sih aku bisa naik gaji, aku kan pengen cepet kaya."

"Kok jodohku belum datang juga ya, aku kan udah mau nikaaaaahh!"

"Ya Allah, aku udah ikhtiar ini itu biar punya anak tapi kok belum dikasih juga.."

"Mulut aku tuh udah sampe berbusa tau ngingetin dan nasehatin dia, kok dia nggak berubah juga sih!"

"Astagfirullah.. Kok gagal lagi gagal lagiiii?? Kapan berhasilnyaaa??!"


Merasa familiar dengan monolog di atas? Hehe. Ngeri juga ya manusia kalau sifat tergesa-gesanya sedang keluar. Kayaknya rungsing gitu ya hidupnya, sibuk mikirin hasil yang lama-kelamaan bisa berdampak pada kestabilan emosi dan jiwanya. Padahal mungkin kita sudah paham bahwa semua butuh proses. Tapi ya gitu deh, tetep aja inginnya segera terwujud. Huft~

Satu hal yang saya pelajari dari sabar adalah tentang ketundukan kita pada Allah. Dengan memberi penundaan dan memperpanjang waktu kita untuk bersabar, sebetulnya Allah sedang mengajarkan kita agar tunduk setunduk-tunduknya kepada Allah. Sadar nggak sih, ketika kita tidak sabar, tanpa sadar kita sedang menuhankan ikhtiar kita? Tidak sabarnya kita adalah bukti bahwa sebetulnya diri ini belum sepenuhnya ikhlas dalam upaya atau perjuangan kita sehingga meminta hasilnya diberikan saat itu juga.

Mungkin Allah memang sengaja mengulur waktu lebih lama agar kita pertama-tama tunduk pada ketetapan-Nya. Mungkin Allah memang sengaja menyuruh kita untuk berupaya sedikit lebih keras agar terasa oleh kita bahwa kita ini lemah dan amat butuh pertolongan-Nya. Bukankah kita sudah banyak mendengar kisah tentang mereka yang Allah beri pertolongan, justru ketika ia merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah?

Nabi Ayyub a.s diuji dengan kehilangan harta dan keluarga, juga diberi penyakit yang membuatnya harus terusir dari tempat tinggalnya. Namun berkat kesabarannya dalam ujian yang Allah beri, Allah sembuhkan penyakitnya dan Allah ganti harta dan anak-anaknya lebih banyak lagi.

Nabi Yunus a.s diuji dengan kaumnya yang tak juga menerima dakwahnya hingga ia meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Namun Allah tegur dengan kejadian demi kejadian hingga ia terdampar dalam perut ikan paus yang gelap hingga menjadikannya tunduk dalam taubat dan kembali pada Allah. Setelah Allah selamatkan, ia pun kembali kepada kaumnya dan mendapati kaumnya telah berubah dan menerima dakwahnya.

Tentunya masih banyak lagi kisah pada Nabi dan para sahabat yang Allah uji dalam sabarnya. Semua ujian kesabaran itu Allah hadirkan tidak lain untuk mensucikan hati dan jiwa agar hanya ada Allah saja didalamnya.

Jika sabarmu tak Allah uji, mampukah hatimu bersih dari niat-niat selain Allah? Jika sabarmu tak Allah uji, mampukah jiwamu tunduk dan merendah pada Allah? Maka bergembiralah dengan ujian sabar yang sedang Allah hadirkan, itu berarti Allah masih sayang kepada kita karena sedang memberi kesempatan untuk kita membersihkan jiwa dari selain-Nya dan meluruskan orientasi pikir hanya kepada-Nya.

Jangan lelah dilatih Allah untuk sabar ya :)
Sabar dalam apa? Dalam ketaatan kepada-Nya dan dalam berjuang di jalan-Nya.

Senin, 17 Juni 2019

Monday Love Letter #46 - Ketika Kamu Merasa Ingin Berhenti


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Bagaimana kabarmu hari ini? Saya harap hatimu sedang dalam keadaan baik, perasaanmu dalam keadaan positif dan senantiasa terpaut pada Allah. Walaupun perasaanmu hancur, ingatlah ada satu yang tak boleh hancur, yaitu keimananmu. :)

Apakah saat ini kamu sedang memperjuangkan sesuatu? Atau sedang menantikan hal yang baik agar lekas terjadi? Pasti adakalanya kita merasa lelah atau jenuh ya. Apalagi jika "garis finish"nya belum juga terlihat dan kita masih merasa hidup disini-sini aja. Di saat seperti ini, rawan sekali untuk kita merasa ingin berhenti. Pernah atau sedang merasakannya?

Tapi saya yakin, tidak sedikit dari kita yang memilih untuk bertahan dan meneruskan perjuangan walaupun keadaan diri sudah amat payah bahkan hampir putus asa. Saya juga sering berada di posisi itu dan entah kenapa walau sudah amat lelah dan jenuh, tetap saja ada hal yang mentenagai agar terus bertahan. Apakah itu? Yaitu adanya HARAPAN.

Seseorang yang berani berjuang dan bertahan dalam prosesnya adalah dia yang yakin dan percaya bahwa ada hal indah yang menanti di masa depan. Yakin dan percaya bahwa akhir perjuangannya akan berujung indah.

Masihkah ada harapan itu di hatimu, sister? Masihkah hadir imajinasi bahagia yang akan menanti di depan sana seandainya kau teruskan perjuanganmu hari ini? Mungkin imajinasi itu adalah orangtuamu yang tersenyum bangga, air mata bahagia, pelukan selamat, ucapan terimakasih dari orang-orang yang merasakan manfaat dari manisnya perjuanganmu, hingga ucapan salam dari malaikat diiringi langkah kaki yang menginjak syurga.

Selamat untukmu yang masih memiliki harapan. Selama masih ada harapan, selama itupula kita masih punya alasan untuk bertahan. Walaupun gagal berkali-kali, walaupun jatuh bertubi-tubi, memiliki harapan tidak pernah gagal untuk membuat kita bangkit lagi dan mau mencoba lagi. 

Bukankah Rasulullah SAW dan para sahabatnya sudah mencontohkan perjuangan terbaik untuk kita teladani? Bertubi-tubi penderitaan telah mereka alami, tak jarang untaian doa dan air mata nememani sujud-sujud mereka di sepertiga malam. Apa yang mentenagai mereka untuk terus bertahan? Tidak lain karena mereka memiliki harapan agar cahaya Islam tersebar di seluruh penjuru dunia serta harapan agar Allah ridho terhadap hidupnya. Masya Allah, tabarakallah..

Selamat menyemai kembali harapan-harapan itu di hatimu, sister. Berharaplah yang tinggi, berharaplah bukan untuk sekedar urusan duniawi tapi juga untuk kebahagiaan akhirat yang hakiki dan abadi. Yakinlah akan ada hal indah yang menanti di akhir perjuanganmu. Percayalah bahwa Allah tidak pernah menyia-nyiakan usaha hamba-Nya. Selamat kembali berjuang!

Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Senin, 10 Juni 2019

Monday Love Letter #45 - Dibalik Ujianmu, Ada Cinta-Nya

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Huaaa kok kangen ya rasanya.. Selama libur lebaran saya marathon ke luar kota jadi kayaknya sepekan kemarin tuh berasa lamaa gitu. Hehe. Kalau kamu, lebaran kemana saja? :)

Setelah melalui kepadatan jadwal silaturahim selama sepekan kemarin, sepertinya baru hari ini saya mendapat jeda dan memberi waktu untuk diri saya sendiri. Me-time saya sederhana saja, cukup diberi waktu sendiri dan merenung santai, itu sudah menjadi momen istimewa untuk saya pribadi. Dan hari ini saya cukup banyak melamun. Setelah saya pikir lagi, jika saya flashback sekitar 1-2 bulan ke belakang, ada cukup banyak rentetan peristiwa yang semuanya mengerucut kepada satu hikmah yang sama, yaitu (lagi-lagi) tentang syukur dan sabar.

Entah bagaimana, selama 2 bulan ke belakang, saya terus-menerus mendengar berita yang membuat saya kaget dan "speechless" tentang ujian-ujian kehidupan yang sedang dialami oleh sahabat-sahabat saya. Kalau teman jauh sih ya nggak terlalu masalah ya, tapi jika cerita itu berasal dari sahabat-sahabat terdekat kita, yang sering ketemu sama kita, yang sering kontakan dan masih menjaga silaturahim dengan kita, tentu saja lain cerita; pasti jadi ikut kepikiran.

Rangkaian "cerita mengejutkan" itu betul-betul mengasah rasa empati saya untuk mau mendengarkan dan tidak melakukan judgement serta berhasil menggali rasa syukur saya yang paling dalam karena terkadang saya tidak bisa membayangkan, apa yang akan saya lakukan jika saya berada di posisi mereka dan mengalami ujian seperti yang sedang mereka alami. Belum tentu saya bisa sekuat itu. Di saat saya merasa hidup saya sedang banyak diberi kemudahan oleh Allah, orang-orang terdekat saya justru sedang berjalan tertatih untuk memenangkan pertempuran demi pertempuran dalam kehidupannya. Yeah, everyone has their own battles.

Sister, jika kamu sedang mengalami ujian hidup yang berat, surat ini untukmu. Mungkin kita belum pernah bertemu, mungkin kita hanya saling mengenal lewat dunia maya, mungkin kita jarang bersua dan tak sering bertatap muka, tapi saya yakin, kamu juga pasti memiliki "medan juang"-mu sendiri. Maafkan saya yang tak bisa banyak membantu selain doa. Doa yang benar-benar tulus ingin saya mintakan kepada Allah, agar Allah senantiasa menguatkanmu. Semoga Allah beri jalan keluar jika kamu sudah mulai merasa buntu. Semoga Allah beri keteguhan kepada hati dan jiwa yang mulai melemah lantaran lelah. Semoga Allah jaga imanmu ketika mungkin kamu hampir menyerah dan berburuk sangka pada-Nya. Semoga setiap air mata yang jatuh segera Allah ganti dengan senyum syukur dan pahala kesabaran yang berlipat-lipat. Keep strong, my dear sister :')

Sedangkan untukmu yang saat ini sedang diberi banyak kemudahan hidup oleh Allah. Jangan terlena hingga melupakan syukur. Lihat di sekelilingmu, ada banyak orang yang perlu dibantu, perlu dikuatkan, perlu dirangkul, perlu mendapat support, serta perlu doa-doa terbaik untuk ikut kau pintakan juga kepada Allah. Semoga kita masih diberi kepekaan dan kelembutan hati untuk mau menolong orang lain dan hadir untuk orang-orang tersayang di hidup kita.

Sembari tilawah tadi, ada satu ayat yang begitu mengena untuk saya, "…Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran)." -QS. Al-A'raf (7) : 168

Ternyata, mau itu nikmat yang saat ini sedang menghiasi hari-hari kita, ataupun ujian yang saat ini membuat kita merasa payah, maksud Allah hanya satu; yaitu agar kita kembali pada-Nya. Agar kita senantiasa mengingat Allah dan datang kepada Allah --baik datang dengan membawa kebersyukuran maupun datang kepada Allah untuk memohon kesabaran.

Maka tetaplah bersyukur bersama segala nikmat yang Allah beri dan jaga diri kita dari kekufuran. Tetaplah bersabar bersama segala ujian yang Allah hadirkan dan jaga diri kita dari berburuk sangka kepada-Nya. Karena tiada nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita selain agar kita bersyukur dan tiada ujian yang Allah bebankan melainkan karena Allah tahu bahwa kita sanggup memikulnya.


Saya punya sebuah doa favorit, yaitu sebuah doa yang pernah dimintakan oleh Nabi Sulaiman a.s kepada Allah. Jika merasa sangat bahagia dan bersyukur, saya selalu baca ini. Pun ketika sedih, merasa kecewa atau emosi negatif lainnya. Bahasa arabnya silakan dibaca di Al-Quran masing-masing ya, terjemahannya kurang lebih begini:

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."
-QS. An-Naml (27) : 19

Semoga apapun keadaannya, kita selalu ingat, bisa, dan mampu untuk 
memahami bahasa cinta-Nya, bersyukur dan kembali kepada-Nya serta terus mengupayakan ridha-Nya. I'll keep you in my du'a, sister.

Senin, 03 Juni 2019

Monday Love Letter #44 - Mampukah Kita Tanpa Ramadhan?


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Sore tadi saya menangis sedih, sebab ingat bahwa Ramadhan akan segera pergi. Mengingat kebaikan Allah di Ramadhan kali ini, saya tak bisa berkata-kata, karena lagi-lagi saya menemukan banyak kebaikan dari Allah dari Ramadhan tahun ini. Besar harapan diri ini bisa bertemu dengan Ramadhan di tahun depan, namun jikalau Allah tidak menghendaki, semoga setiap amal sholeh yang dilakukan di bulan ini diterima dan dirihoi-Nya. Aamiin..

Apakah kamu sedang sibuk dengan persiapan lebaran, sister? Baju apa ya yang akan dipakai, makanan apa ya yang akan dimasak, keperluan mudik, dan seterusnya. Sebentar, tahan dulu.. Mengantar kepergian Ramadhan yang hanya datang sekali dalam setahun, mari sejenak kita renungkan tentang apa yang membuat Ramadhan menjadi bulan yang sangat istimewa. Mari kita berusaha memahami bagaimana Ramadhan bisa menjadi bulan yang sangat menggembirakan dan ditunggu-tunggu oleh banyak umat muslim di seluruh dunia.

Biasanya, salah satu cara untuk menghargai kehadiran sesuatu atau seseorang adalah ketika kita kehilangan sesuatu atau seseorang itu.. Ketika ia hilang atau pergi, baru kita sadar betapa berharga kehadirannya. Kepergian Ramadhan, mungkin bisa kita jadikan bahan renungan untuk lebih memaknai keberadaannya.

Coba bayangkan, jika tanpa Ramadhan, apakah kita masih sanggup menamatkan tilawah Quran 1 juz setiap hari?

Jika tanpa Ramadhan, apakah kita masih mampu menghidupkan malam-malam kita dengan qiyamullail?

Jika tanpa Ramadhan, apakah tangan kita masih ringan untuk mengeluarkan sedekah dengan nominal yang lebih besar dari biasanya?

Jika tanpa Ramadhan, apakah masjid-masjid tetap akan ramai di subuh dan malam harinya?

Jika tanpa Ramadhan, apakah majelis ilmu dan majelis dzikir akan tetap menjamur dan sesak oleh lautan manusia?

Jika tanpa Ramadhan, mampukah kita untuk beristighfar sepanjang malam dan menangis karena mengemis ampunan-Nya?

Sadarkah kita, bahwa semua itu secara intens hanya ada di bulan Ramadhan? Itulah yang membuatnya istimewa, karena Ramadhan mampu menyuburkan ibadah, mampu mengeratkan persaudaraan sesama muslim, mampu membuat kita ringan tangan untuk bersedekah, mampu melembutkan hati yang sudah lama jauh dari Allah, mampu membuat para pendosa menangis dan kembali ke jalan Rabb-nya. Tanpa hadirnya Ramadhan, manusia bisa jadi terlalu sibuk dengan urusan dunianya dan lupa untuk mengembalikan tujuan hidupnya kepada Allah.

Seandainya kita memahami keutamaan dan keistimewaan Ramadhan, tentunya kita akan berharap bahwa setiap bulan adalah bulan Ramadhan. Sebab, selepas kepergian Ramadhan mungkin akan lebih sulit bagi kita untuk mempertahankan kebaikan yang telah berhasil kita istiqomahkan. Untuk itulah, kehadirannya (Ramadhan) patut kita syukuri.

Sayangnya, seingin apapun kita agar Ramadhan tetap tinggal, ia tetap harus pergi. Ramadhan boleh pergi, namun spirit-nya harus tetap tinggal di dalam jiwa kita. Serap baik-baik pelajaran dari Allah, isi kantong syukur kita sebanyak-banyaknya dengan mengingat segala kebaikan Allah selama Ramadhan, lalu bungkus semuanya menjadi baterai jiwa yang mentenagai hari-hari kita di 11 bulan kedepan serta menjaga konsistensi kita dalam beribadah dan beramal sholeh.

Ingat, bersama perginya Ramadhan, ada Syawal yang menanti peningkatan kualitas diri dan jiwa kita selepas "training intensif" yang telah Allah suguhkan lewat Ramadhan. Selamat meningkatkan kualitas diri dan melesatkan prestasi, sister! Bismillah.