Senin, 25 Februari 2019

Monday Love Letter #30 - Sadar Penuh, Hadir Utuh

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Alhamdulillah bisa bertemu dengan Senin lagi, alhamdulillah juga sudah surat ke-30, berarti sudah sekitar 30 minggu ya kita bersama #ciee. Masya Allah, nggak nyangka banget Sister of Deen Project bisa sejauh ini, insya Allah seiring berjalanannya waktu akan terus bertumbuh. Semoga kamu pun ikut bertumbuh juga bersama kami ya! *tos dulu

Kamu sedang apa sekarang, sister? Kalau kamu sedang beraktivitas saat ini, coba sejenak hentikan dulu pekerjaanmu dan fokus kepada suratku ini. Jika ada notifikasi dari hp atau laptopmu, silakan abaikan dulu dan fokus membaca surat ini. Jika kamu sedang dalam posisi berdiri, duduklah dulu sebentar. Mau bersandar, boleh. Buat dirimu serileks mungkin sambil membaca surat ini. Jika pekerjaanmu saat ini membutuhkan fokus yang lebih besar, kamu boleh tunda membaca surat ini dan kembali lagi nanti :)

Oke, jika kamu sudah sampai pada paragraf ini, saya asumsikan kamu sudah dalam keadaan fokus ya! Sekarang, saatnya fokus kepada dirimu sendiri. Kamu bisa memulai dengan tarik nafas perlahan dan mengeluarkannya dengan perlahan. Tarik.. Hembuskan.. Tarik.. Hembuskan.. Tarik.. Hembuskan.. Bagaimana rasanya, nikmat? Subhanallah ya, Allah ternyata masih memberi oksigen gratis untuk kita dan kita masih bisa bernafas dengan sangat baik. :)

Sekarang, rasakan tubuhmu.. Mungkin ada pundak yang sedang pegal sehabis menjalani aktivitas yang lumayan padat. Mungkin beberapa persendianmu terasa sakit sehabis berjalan jauh atau sehabis melakukan pekerjaan yang berat. Mungkin kepalamu sedang pusing karena aktivitas hari ini yang sangat menguras otak. Mungkin hati dan pikiranmu sedang lelah sekali karena memikirkan masalah-masalah yang hadir tanpa diduga.. Tidak apa-apa dear, untuk merasakan itu semua.. Tidak ada yang salah dengan merasa lelah, tidak apa jika kamu merasa hari ini nggak banget, tidak masalah jika terkadang ada hal-hal yang terjadi diluar ekspektasimu, tidak apa-apa jika kamu ingin menangis sejenak, you're allowed to be not okay.. :)

Tapi jangan pernah lupa untuk mensyukuri hari ini. Bahwa Allah masih teramat baik memberikan waktu dan kesempatan hidup di dunia, kita masih dikaruniai nikmat iman, serta masih diberi kebebasan dan kelapangan untuk beribadah kepada-Nya. Maka hamparkanlah sajadahmu dan bersujudlah sambil beristigfar memohon ampun, buka Al-Quranmu dan bacalah surat cinta dari Dzat Yang Menyayangimu, rasakanlah segala nikmat-Nya hingga rasa terimakasihmu kepada-Nya jauh lebih besar dan lebih banyak daripada keluhanmu hari ini. Pekerjaan bisa membuat fisikmu lemah, masalah bisa membuat mentalmu lelah, tapi hatimu jangan lemah dan lelah.

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram," tulis Allah dalam surat cinta-Nya. Maka kembalikan hatimu kepada Dia yang paling berhak untuk dijadikan sandaran dan tempat bergantungnya hati. Lalu rasakanlah ketenangan dan ketentraman itu, sebab hati kita telah sampai kepada Dia yang seharusnya menggengamnya, Allah. Setelah ini, jangan kemana-mana lagi ya, wahai hati.. Tetaplah bersama-Nya, dalam dekapan yang paling menenangkan, dalam rasa puas yang sangat menentramkan. :)

Bagaimana sekarang perasaanmu, sister? Sudah jauh lebih tenang kan? Sudah merasakan energi baru setelah hadir penuh untuk dirimu bersama Allah? Besok-besok, kamu boleh membaca surat ini lagi untuk membantumu masuk ke frekuensi tenang tadi. Semoga Allah senantiasa melembutkan hati kita agar selalu paham dan sadar kemana ia harus berpulang.


Tulisan saya hari ini terinspirasi dari sebuah buku yang kemarin tak sengaja saya lihat lagi in my Google Play Books' Library. Bukunya berjudul Sadar Penuh Hadir Utuh yang pernah saya baca sekitar setahun yang lalu dan sangat berkesan sekali untuk saya. Dari judulnya aja udah jleb ya, mengingat kehidupan kita hari ini sepertinya dipenuhi distraksi dari berbagai macam notifikasi, arus informasi yang tanpa henti, sampai peran-peran dalam hidup yang semakin banyak dan tumpang tindih. Eh yang terakhir sih mungkin saya doang, hehe.

Namun dalam buku yang tak sengaja saya temukan dalam deretan Recommended Books itu, saya seperti diingatkan bahwa kita hidup ya saat ini. Dan karena kita hidup di saat ini, kini, maka kita perlu hadir utuh, sekarang, saat ini. Tidak terlalu fokus pada masa lalu, tidak pula terlalu mengejar masa depan. Sebab pada dasarnya waktu yang Allah berikan kepada kita ya hanya saat ini. Bagaimana waktu sedetik yang Allah beri sekarang bisa kita jaga penggunaannya agar senantiasa dalam rangka beribadah kepada-Nya.

Kita memang perlu melihat masa lalu untuk mengambil hikmah, namun jangan sampai kita larut didalamnya. Kita juga perlu merancang masa depan dan membuat berbagai macam target harian hingga tahunan, tapi jangan terlena lalu melupakan bagian kita di hari ini.
Kita boleh berselancar sejauh mungkin di dunia maya, namun jangan lupa bahwa ada orangtua kita, adik-kakak kita, sahabat-sahabat kita, pasangan kita, anak kita, tetangga kita, yang juga perlu ditanya tentang perasaannya dan tolong-menolong jika punya keperluan.

Kita juga perlu waktu untuk diri sendiri, untuk mengapresiasi diri kita hari ini, berterima kasih kepada diri kita hari ini, berkontemplasi dan memetik hikmah, juga membahagiakan diri kita sendiri.

Dan yang tak kalah penting, kita perlu terus mengembalikan kesadaran agar hidup kita saat ini senantiasa on the track di jalan yang Allah ridhoi. Jika yang paling jauh adalah masa lalu, maka yang paling dekat adalah kematian. Kita perlu sadar penuh dan hadir utuh, kini dan saat ini, untuk memastikan bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang benar dan bernilai amal sholeh seandainya detik ini dan setelahnya kita berhadapan dengan kematian. Gemes-gemes menantang gimanaa gitu kan, untuk bisa sadar penuh hadir utuh tuuuuh :')

Selamat membangun kesadaran yang penuh dengan kehadiran yang utuh di saat ini, my sister of Deen! Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menjaga penuhnya kesadaran dan keutuhan kehadiran kita dalam menjalani kehidupan di dunia saat ini, sesuai dengan kehendak-Nya. Aamiin ya Rabbal 'Alamiin..

Monday Love Letter #29 - Belajar dari Air

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, my sister of Deen! Bagaimana hari Seninmu, menyenangkan? Bandung hari ini diguyur hujan cukup lama. Dan saya alhamdulillah dapat jatah "libur" setelah sepekan kemarin menjalani aktivitas yang lumayan padat. Alhamdulillah, hari ini dapat jatah quality time sama diri sendiri dan me-recharge lagi energi. Yeaay!

Ngomong-ngomong tentang hujan, tentu sangat erat kaitannya dengan air ya. Dan saya adalah fans beratnya salah satu makhluk Allah yang satu ini, yaitu air. Haha, terdengar aneh memang, tapi ini serius! Sebegitu sukanya saya dengan air sehingga setiap kali hujan turun rasanya saya ingin berlari ke luar rumah dan membuat diri saya basah oleh air hujan. Dulu waktu masih kecil sih sering hujan-hujanan tapi sekarang sih malu karena sudah besar. Hehe. Lihat tempat yang banyak airnya kayak laut, sungai, danau, air terjun juga happy banget! Bahkan ngeliat air di gelas yang bening aja udah happy. Iya, sereceh itu. Sesuka itu saya sama air sampai saya pernah bikin postingan tentang air di instagram saya. Hahaa.. #tolongjangancapsayaaneh

Banyak sifat air yang saya sukai. Fleksibilitasnya, kegigihannya dalam mempertahankan eksistensi, kemampuannya untuk menjadi "aku" di setiap kondisi, bahkan bersamaan dengan sifatnya yang fleksibel, air adalah benda yang juga paling ngotot. Ngotot menuju tujuannya yaitu laut.

Beberapa hari lalu, dalam perjalanan pulang ke rumah, sambil mengendarai motor saya melewati sebuah sungai yang cukup sering saya lewati. Saat itu, aliran sungai terlihat lebih deras dari biasanya akibat hujan deras yang baru saja terjadi. Pemandangan yang saya lihat sore itu kemudian membuat saya belajar sesuatu lagi dari air.

Kamu sadar nggak sih, air itu walaupun fleksibel, tapi ia sangat gigih menuju kepada tujuannya. Coba perhatikan, ketika air mengikuti arus sungai, walaupun di depannya ada batu yang menghalangi, air tidak diam, ia dengan gesit berbelok lalu melanjutkan perjalanannya. Ketika ada sesuatu yang menghalagi jalannya, ia akan mencari cara bagaimana agar ia terus mengalir menuju tujuan akhirnya. Bagi saya, air menjadi contoh dari kesabaran dan keistiqomahan yang tanpa batas. Maka ketika kamu merasa ingin berhenti, belajarlah dari air yang selalu gigih, ngotot, dan tidak pernah menyerah dalam menuju destinasi akhir perjalanannya.

Lalu, kemanakah air-air sungai itu menuju? Ya, mereka semua menuju ke laut. Laut menjadi muara dari banyaknya sungai yang mengalir di atas daratan. Yang menarik adalah, tidak semua sungai yang mengalir ke laut adalah sungai-sungai yang bersih dan bisa digunakan bersuci. Sungai-sungai dengan air yang kotor juga menuju ke laut. Tapi ketika semua sungai itu sampai ke laut, air sungai sekotor apapun menjadi suci. Karena didalam fiqh, air laut termasuk air yang suci dan mensucikan.

Fenomena perjalanan air menuju laut ini rasanya terdengar cukup mirip dengan perjalanan kita menuju satu-satunya tujuan, yaitu Allah. Tentunya, perjalanan menuju-Nya adalah perjalanan yang tidak mudah, penuh dengan rintangan, bahkan mungkin banyak "sampah-sampah" dosa dan maksiat yang ikut didalamnya. Tapi Allah tetap merangkul, mensucikan, dan menerima setiap upaya hamba-Nya untuk menuju-Nya, seperti halnya laut yang juga menerima air dari sungai manapun dan menjadikannya air yang suci.

Mungkin kamu adalah orang yang baru saja berhijrah atau masih struggling dengan proses hijrahmu. Dalam perjalanannya, bisa jadi di tengah jalan akan ada banyak hambatan. Namun, apapun yang terjadi, bersabarlah. Istiqomahlah dalam perjalananmu menuju Allah. Seperti halnya air yang tetap sabar dalam alirannya untuk menuju kepada satu laut yang tidak akan menolaknya. Begitupun perjalanan kita menuju-Nya yang juga perlu kesabaran dan keistiqomahan. Dan kita perlu percaya bahwa Allah tidak akan menolak setiap hamba yang sedang berupaya mensucikan dirinya dengan menuju Allah.

Ah ya, satu lagi yang tak kalah penting. Air yang paling cepat sampai ke laut, dipengaruhi oleh kemiringan sungai, bukan? Semakin menurun sungainya, akan semakin deras airnya, dan semakin cepat air itu sampai ke laut. Mungkin ini yang sering kita lupa. Bahwa untuk menuju Allah, kita harus merendahkan diri kita. Semakin kita merendahkan diri di hadapan-Nya, semakin cepat kita menuju Allah. Sebaliknya, ada sedikiiit saja rasa sombong di hati kita, Allah akan mempersempit hati kita dan mempersulit langkah kita untuk menuju Allah sehingga bukannya semakin dekat, Allah malah terasa semakin jauh. Naudzubillahi min dzalik..

Semoga kita semua tetap sabar dan istiqomah dalam perjalanan kita menuju Allah dan dalam ketaatan kita kepada-Nya. Semoga Allah selalu menjaga hati kita agar senantiasa lurus niatnya. Seperti sebuah doa yang diajarkan oleh baginda Nabi SAW dalam meminta keistiqomahan dan keteguhan hati dalam kebenaran; "Ya muqallibal quluub tsabit qolbi 'ala diniik.. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.." Aamiin ya Rabbal 'Alamiin..

Senin, 11 Februari 2019

Monday Love Letter #28 - Produktif dengan Basmalah dan Hamdalah


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Apa kabar sisterkuu? Alhamdulillah masih Allah beri kesempatan untuk bisa berbagi di setiap Senin sore (walaupun kadang-kadang malam, hehe). Hmm, sebetulnya saat ini saya belum tahu mau menulis apa. Jadi kita biarkan saja ya, kemana arah jari-jari ini akan mengalir dan merangkai kalimat. Saya akan mencoba untuk mengetik tanpa berhenti. Mungkin nanti sebagiannya akan menjadi curhat dan nasihat pribadi untuk diri saya sendiri. Semoga kamu tidak keberatan untuk membacanya ya. Hehe. Here we go!

Sebelum menulis surat ini, saya baru saja chatting via whatsapp dengan sahabat dekat saya. Saya bilang kepada dia bahwa saya sedang jangar. Jangar biasanya digunakan dalam bahasa sunda yang berarti pusing sekali. Bukan pusing karena sakit kepala, tapi karena terlalu banyak yang dipikirkan. Ya gitu deh, intinya saya lagi jangar. Lalu sahabat saya itu membalas, "kenapa?"

Membalas chat itu, saya perlu berpikir beberapa saat. Menjawab pertanyaan "kenapa?" membuat saya harus fokus kepada diri sendiri dan menggali ke dalam hati tentang apa yang sebenarnya sedang saya rasakan. Di titik ini saya tersadar bahwa ternyata saya selama ini terlalu fokus pada kepenatan pikiran yang terjadi sehingga diri tidak memiliki waktu dan ruang untuk bertanya kepada hati.

Setelah menjelajah ke dalam diri, setidaknya ada 2 hal yang sedang saya rasakan. Pertama, saya merasa lelah. Saya merasa pekerjaan rasanya tidak habis-habis, tapi dalam kesibukan itu, saya juga tidak bisa mengatakan bahwa diri saya produktif. Bagi saya, sibuk yang produktif adalah ketika kesibukan itu menimbulkan perasaan puas dan bangga pada diri sendiri. Jika yang didapat hanya lelah semata, mungkin ada yang salah. Kedua, masih karena kesibukan itu, saya sedang merasa insecure atau khawatir bahwa apa-apa yang saya lakukan ternyata tidak bernilai di hadapan Allah. Saya khawatir waktu, tenaga, bahkan materi yang dikeluarkan tidak ada artinya di hadapan Allah. Bukankah kita sendiri tidak akan suka jika segala upaya dan jerih payah kita dinilai sia-sia? :')

Di titik ini, saya merasa perlu untuk menyepi. Ibarat sedang mengendarai mobil, mungkin kini saya sedang berada di pinggir jalan dan melakukan monolog dengan diri sendiri, "Sebentar.. Sebentar.. Ini kok kamu kayak buang-buang tenaga dan buang-buang waktu doang ya, Na? Jadi sebenarnya kamu tuh mau kemana sih… Sok tentuin dulu yang jelas. Kita nggak akan lanjut nih kalau belum jelas." Fyuuuh.. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktivitas saya. Aktivitas saya selama sepekan tetap seperti biasa dan saya pernah berada di fase menikmati semua kegiatan saya. Saya pernah berada di fase antusias dan bersemangat dalam menjalani pekerjaan saya. Saya juga pernah merasakan kepuasan ketika saya berhasil membereskan satu demi satu pekerjaan dan serentetan to do list saya.

Letak kesalahan saya, bisa jadi karena saya tidak secara rutin memperbaiki niat secara berkala. Sebuah aktivitas, kegiatan, pekerjaan, project, atau apapunlah itu namanya, ketika pertama kali dilakukan adalah hal yang normal jika kita mengerjakannya dengan antusias. Diterima kerja untuk pertama kali, rasanya senang dan antusias. Mendapat penghargaan pertama kali, antusias. Ada tawaran project dengan keuntungan besar, antusias. Baru menikah di hari pertama, masih antusias. Namun jika hal yang sama diulang terus-menerus, dijalani terus-menerus, lama-kelamaan akan menjadi sebuah rutinitas. 

Sebuah rutinitas, rentan sekali kehilangan "nyawa" jika telah dilakukan dalam waktu yang lama. Bekerja akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang tidak dimaknai. Kuliah menjadi kebiasaan yang akhirnya bukan lagi fokus pada kebutuhan ilmunya, melainkan agar cepat lulus. Dan aktivitas lainnya yang secara perlahan kehilangan maknanya. Aktivitasnya tetaplah sama, tapi niatnya yang mungkin sudah tidak sekuat dulu, atau bahkan sudah melenceng.

Ternyata, memperbaiki dan memperbaharui niat itu amat sangat penting. Sebab, niatlah yang menjadi "nyawa" dari setiap aktivitas kita. Niatlah yang mentenagai kita untuk istiqomah. Niat juga yang membuat kesibukan kita menjadi bernilai. Ketika kita meniatkan melakukan sesuatu karena Allah, semangat dan rasa antusias itu tidak akan hilang selama apapun kita menjalani rutinitas. Ketika niat kita untuk mencari ridho Allah, sesibuk dan selelah apapun kita hari itu, senyum kita akan merekah dan hati akan merasa puas.

Kesuksesan kecil versi saya adalah ketika saya bisa memulai hari dengan basmalah dan menutup hari dengan hamdalah. Artinya, saya memulai hari saya dengan niat karena Allah, kemudian menjalani hari dengan membawa spirit bismillah itu di setiap aktivitas. Hasilnya, di akhir hari rasanyaa plooong banget. Rasanya hati ini puas sekali. Walaupun misalkan seharian itu saya sibuk pergi pagi pulang malam, tapi karena dikerangkai niat yang benar, walaupun fisiknya lelah, tapi hatinya bahagiaaa sekali. Kebahagiaan dan kepuasaan itulah yang membuat saya mengakhiri hari dengan mengucap alhamdulillah sebagai bentuk terima kasih saya kepada Allah. Saya merasa dijaga dan ditolong Allah selama seharian itu.

Tapi percayalah, walaupun rumus sukses harian itu terdengar sederhana, hanya dengan memulai dengan basmalah dan mengakhiri dengan hamdalah, pada prakteknya ternyata tidak semudah itu. Terkadang saya juga sering lupa bahwa diri ini milik Allah. Terkadang saya masih sering memaksakan kehendak diri. Terkadang lisan mengatakan bismillah tapi hanya sampai di ujung lidah saja, tidak sampai termaknai ke dalam hati. Astaghfirullah.. Semoga Allah mengampuni setiap kekhilafan.

Alhamdulillah, sekian dulu ya. Terima kasih sudah menemani saya menumpahkan isi pikiran sambil mengevaluasi diri. Ternyata sepenting itu peran niat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga besok-besok tidak lupa lagi untuk selalu memperbaharui niat karena Allah. Doakan saya ya, sister! Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dari suratku ini. Sampai bertemu di Senin berikutnya! Insya Allah.

Senin, 04 Februari 2019

Monday Love Letter #27 - This Life is A Marshmallow Test

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, my sister of Deen! Sedang apa nih, sister? Masih sibuk dengan pekerjaan yang harus diselesaikan atau sedang membaca email ini sambil bersantai? Mungkin ada yang lagi multitasking juga ya baca surat ini sambil nyambi pekerjaan yang lain. Hehe. Apapun itu, semoga setiap aktivitas kita Allah berkahi dan dinilai-Nya sebagai amal sholeh ya. Aamiin..

By the way, saya tadi tiba-tiba teringat pada sebuah video yang pernah saya tonton di sebuah seminar parenting yang menampilkan video tentang Marshmallow Test. Apakah kamu pernah mendengarnya atau menontonnya? Bagi yang belum tahu, video berdurasi sekitar 3 menit itu menampilkan beberapa anak yang menjalani sebuah tes dimana mereka dibiarkan di dalam ruangan dan masing-masing anak diberi satu buah marshmallow. Instruksinya, mereka boleh langsung memakan marshmallow itu, atau menunggu beberapa saat untuk bisa mendapatkan dua marshmallow. Ruangan ditutup dan tes pun dimulai. Lucu sekali melihat anak-anak kecil yang menatap marshmallow di depannya sambil berusaha menahan keinginan untuk memakannya. Hasilnya, dari 10 anak yang dites, ternyata hanya 1 orang yang berhasil.

Dari kacamata psikolog, pakar parenting, atau orangtua, mungkin tes ini dilakukan untuk menilai kemampuan self-control anak dan melihat apakah dia mampu menahan diri serta menunda keinginannya untuk mendapatkan keberhasilan yang lebih besar. Bahkan sebagian orang percaya bahwa tes ini dapat memprediksi kesuksesan anak.

Namun dari sudut pandang saya, ada satu hikmah yang menarik yang saya petik setelah menonton video itu. Saya rasa, hidup ini sebetulnya cukup mirip dengan marshmallow test. Lebih tepatnya, dunia ini adalah marshmallow test itu sendiri. Seperti yang kita tahu, manusia yang awalnya tidak ada, diciptakan oleh Allah ke dunia untuk beribadah. Setelah itu, Allah akan matikan kita untuk mempertanggungjawabkan hidup kita selama di dunia, kemudian Allah yang nanti akan memutuskan apakah kita pantas masuk syurga-Nya atau tidak.

Dunia ini, sesungguhnya adalah ujian. Dengan diciptakannya kita ke dunia, Allah ingin menguji apakah dengan segala kenikmatan yang ada di dunia, kita mampu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya? Apakah kita bisa mengontrol diri kita untuk menahan hawa nafsu dan segala keinginan di dunia agar kelak bisa menikmati nikmat yang jauuuh lebih banyak dan lebih besar di akhirat? Apakah kita bisa sabar menjalankan perintahnya dan totalitas mengabdi kepada- Nya agar kelak di akhirat bisa menikmati indahnya bertemu dengan Allah dan Rasulullah SAW? Dan Maha Baiknya Allah, kita hanya perlu menahannya sebentar saja.


"Dia (Allah) berfirman, "Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu mengetahui." -QS. Al-Mu'minuun (23) : 114


Sebentar. Sebentar saja kita hidup di dunia, kata Allah. Maka bersabarlah dengan segala ujian-Nya. Bersabarlah ketika hawa nafsu dan bisikan syetan mulai menggoda. Bersabarlah ketika nikmat dunia mengalihkan kita dan membuat semangat juang kita goyah. Bersabarlah didalam keimanan dan kebenaran yang kita yakini. Sungguh, perjuanganmu di dunia hanyalah sebentar saja. Nanti, setelah waktu yang Allah berikan habis dan kita berhasil melewati berbagai ujian dunia, Allah akan berikan kenikmatan yang sangaaat besar sebagai balasan atas kesabaran kita.


"…Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit." -QS. At-Taubah (9) : 38


"Apapun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal." -QS. Asy-Syura (42) : 36


Orang beriman adalah orang yang cerdas. Ketika Allah memberinya dua pilihan; (1) mau senang-senang di dunia yang sebentar tapi engkau nanti tidak bisa senang-senang di akhirat, atau (2) mau berjuang di dunia dan nanti di akhirat kamu bisa bersenang-senang sepuasmu, tentu saja pilihan yang kedua yang akan menjadi pilihannya. Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu akan memilih kesenangan hidup di akhirat sehingga ia rela berjuang mengalahkan hawa nafsunya demi menjalankan perintah Rabb-nya.

Di syurga-Nya kelak, kita bebas mau ngapain aja, kita bebas mau minta apa saja, bebas menikmati apapun yang ada disana. Tidak ada lagi perintah dan larangan Allah karena masa ujian sudah selesai. Syurga dan Ridho-Nya menjadi balasan atas keberhasilan kita dalam bersabar dari segala kenikmatan dunia yang sangat menggoda dan mendistraksi kewajiban kita sebagai hamba Allah.

Jadi, jika kamu (dan tentu saja diri saya sendiri) sedang merasa lelah dengan berbagai ujian dari Allah, sabar ya.. Ini hanya sebentar saja. Kalau ingin malas-malasan dan leyeh-leyeh, please ditahan dulu nanti aja leyeh-leyehnya kalau udah masuk syurga-Nya.

Dunia ini tempatnya berjuang, dunia tempatnya menuntaskan tugas-tugas dan amanah dari Allah, dunia tempatnya kita mengoptimalkan potensi diri dan menorehkan karya untuk bekal 'pulang', dunia tempatnya kita membuktikan profesionalitas kita sebagai hamba. Lelah itu pasti, tapi jika kita yakin akan janji Allah, Insya Allah semuanya akan terasa lebih ringan. Konon, Rasulullah SAW yang dijamin syurga aja, istirahatnya adalah shalat, kebayang seproduktif apa hidup beliau demi tuntas amanah dari Allah. Lah kita (eh saya maksudnya), belum dijamin syurga tapi dikit-dikit minta istirahat. Maluuu.. :(

Semoga kita semua mampu bersabar dalam ujian hidup yang sebentar ini. Saling mengingatkan dan mendoakan ya, sisterkuuu.. :*