Sabtu, 25 Oktober 2014

Menjadi Atlet Allah

Kau tahu, sahabatku? Menjadi atlet Allah yang tangguh itu capek ternyata.. Kalau belum terbayang, kita bayangkan atlet olahraga aja dulu. Atlet sepakbola, misalnya. Prosesnya panjang kan? Harus latihan tiap hari, belajar terus, mengasah skill baru, uji coba pertandingan dengan berbagai tim, dari tim yang ecek-ecek sampai tim yang hebat untuk melihat sejauh apa kemampuannya jika ditandingkan dengan orang lain. Belum lagi dia juga harus merasakan sakit (hati) jika dia kalah di pertandingan, pelatihnya mungkin memarahinya. Tapi atlet yang tangguh tidak akan pernah berhenti belajar, dia memperbaiki diri dari melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukannya.. Dan tahu apa? Belajar lagi, berarti berusaha lebih keras. Yang tadinya berlatih 8 jam sehari, jadi 12 jam sehari. Yang awalnya tidur jam 11 malam, jadi tidur jam 2 pagi lalu bangun sebelum matahari terbit. Semua modul yang dibuat pelatihnya dilahap habis. Terbayang capeknya? Capek sekali. Aku membayangkannya saja sudah capek..

Tapi apa yang kemudian dia dapat dari keletihan itu? Dia menjadi atlet sepakbola yang hebat di tengah lapangan. Dia menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah perjalanan sepakbola. Dia ditonton dan dielu-elukan banyak orang. Setiap orang suka padanya, setiap orang memujinya. Dia menjadi inspirasi bagi orang-orang, terutama bagi mereka yang ingin menjadi atlet seperti dirinya.. Pelatihnya bangga padanya, dan dia menyatakan rasa bangganya di depan orang-orang yang ditemuinya, “dia muridku, aku bangga padanya,” begitu katanya. Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya? Rasanya seperti berada di puncak gunung setelah melakukan perjalanan yang melelahkan. Pencapaian-pencapaian kecil yang dulu dilakukannya kini terasa besar, perjuangan dia yang melelahkan itu kini ada nilainya. Bersyukur kepada Allah dan bangga pada dirinya sendiri karena berhasil menyelesaikan prosesnya..

Lalu bagaimana menjadi seorang atlet Allah yang tangguh? Sama capeknya. Bahkan mungkin jauh lebih capek. Rasulullah dan para sahabatnya bisa kita jadikan contoh. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Rasulullah ketika beliau yang awalnya dijuluki al-Amin kemudian dikatai orang gila, tukang sihir, dsb. Sakit rasanya, merasa dikhianati.. Tidak sampai disitu, beliau juga diejek, diolok-olok, dibicarakan hal yang buruk-buruk oleh penduduk sekitar, dipukuli, dilempari kotoran, diusir, bahkan hendak dibunuh. Para sahabatnya pun demikian. Disiksa, dibunuh, hidupnya tidak tenang karena para musuh-musuh Allah itu tidak akan membiarkan ajaran nenek moyang mereka dirubah. Mereka tinggalkan keluarganya, mereka tinggalkan atribut-atribut kemaksiatan itu dengan segala risiko.. untuk satu cita-cita: menjadi atlet Allah yang tangguh. Baju yang terkoyak, daging yang tertebas, darah yang bercucuran saat perang menjadi saksi perjuangan mereka. Siksaan demi siksaan mereka lalui hanya untuk satu kata, “Ahad..”

Mengenang perjuangan mereka betul-betul membuat diriku merasa kerdil. Masih menangis karena ujian sepele padahal ujian mereka jauh lebih hebat tapi mereka tidak menangis. Tubuh mereka selalu terbaluti semangat karena keyakinan yang kuat pada Allah, karena percaya pada janji-janji Allah. Bagaimana perasaan mereka saat menjalani ujian itu?Lelah? Sudah pasti.Takut? Jelas. Taruhannya nyawa.Sakit? Ya. Mungkin sampai berkali-kali tertebas pedang atau tertusuk panah.Pengorbanan mereka berkali-kali lipat lebih besar dibanding atlet sepakbola tadi dan dibandingkan kita.

Lalu apa yang mereka dapatkan? Kemuliaan. Mereka mendapatkan derajat mulia itu. Rahmat dan Ridho Allah mereka peroleh, berwujud surga yang indahnya jauh melebihi ekspektasi mereka. Berbagai pujian mereka dapatkan dari para penduduk langit, dan mungkin dari penduduk bumi juga, dari para generasi setelah mereka yang merasa bersyukur bisa merasakan nikmat iman islam ini karena perjuangan mereka.. Allah bangga pada mereka? Jelas sekali. Allah beri mereka hadiah-hadiah yang dijanjikan-Nya pada mereka. Allah kumpulkan mereka kembali bersama orang-orang yang mereka cintai. Mereka menikmati kenikmatan luar biasa sementara orang-orang yang dahulu memusuhinya mendekam selamanya dalam siksaan api neraka. Perjuangan dan pengorbanan mereka terbayar sudah oleh surga dan keridhoan-Nya yang bahkan harganya jauh lebih mahal dari itu. Subhanallah.. Semoga kita bisa menjadi seperti mereka..

Mungkin saat ini kita sedang merasa lelah. Tapi bukankah dunia memang tempatnya berlelah-lelah? Karena bagi orang-orang yang beriman, istirahat mereka di surga. Akhirat adalah waktu pembebasan dari semua amanah dunia yang kemudian Allah balas..

Maka, jika merasa letih, itu wajar. Bahkan HARUS letih. Supaya di negeri akhirat sana kita bisa tersenyum dan bergembira selamanya.. 


"Rasa syukurku yang paling besar ya ini, yaitu ketika aku merasa diperhatikan dan dicintai Allah, dengan apapun itu bentuk cintanya.. Karena wujud cinta-Nya tidak hanya berupa tawa dan bahagia, tapi mungkin juga dengan air mata agar dijadikannya hati kita bersih. Mungkin sesekali dengan tamparan keras jika kita sudah terlalu jauh dari-Nya. Mungkin dengan cobaan dunia yang menghimpit supaya kita jadi lebih kuat. Mungkin dengan labirin dan jalan buntu supaya potensi kita keluar."


Bandung, 3 Oktober 2013 (repost with edit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar