So, Stay tune on my blog every monday and you'll find a new post insya Allah (jamnya terserah aku weh yah, mengingat inspirasi itu kadang datengnya ga menentu haha). Thank you!
***
Di Love
Letter perdana ini ada sesuatu yang ingin aku bagi. Jadi kemarin itu ada acara
Hujan Safir Sharing Session, temanya Finding the True Love sambil mengangkat
dan meneladani kisahnya keluarga Nabi Ibrahim a.s. Kalau denger kata
"Ibrahim", tentu kita familiar banget dong sama kejadian fenomenal
dimana Nabi Ibrahim harus melaksanakan perintah Allah yaitu menyembelih Ismail,
anaknya.
Yang
menarik adalah, satu keluarga itu (Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail kecil)
semuanya KOMPAK dan SEPAKAT untuk melaksanakan perintah Allah yang secara logika sangat nggak masuk akal itu.
Perintahnya nggak main-main loh, nyembelih anak sendiri! Orangtua mana yang
tega, coba? Tapi ketika Nabi Ibrahim bertanya kepada istrinya Siti Hajar dan
kepada Ismail anaknya, keduanya kompak menjawab, "Jika itu adalah perintah
Allah, maka lakukanlah." Fyuhh, aku nggak kebayang kalau aku ada di posisi
mereka, tauhidnya udah level tinggi banget itu mah. Tidak peduli pada logika
yang bisa saja berteriak betapa tidak masuk akalnya perintah itu. Pun tidak
gentar oleh rasa sayang orangtua kepada anaknya, rasa cinta anak kepada
orangtuanya, semuanya dikorbankan demi menaati perintah Allah.
Hingga
akhirnya perintah itupun dilaksanakan dan Ismail Allah ganti dengan seekor
domba yang besar sebagai tebusan. Sampai-sampai kejadian ini Allah abadikan
dalam QS. 37: 102-111 dan menjadi tonggak disyariatkannya ibadah qurban.
Kisah itu
Allah ceritakan dalam al-Quran bukan sebatas sebuah dongeng belaka, melainkan
untuk kita teladani. Bisakah kita seperti Nabi Ibrahim yang rela
"menyembelih" kecintaan terhadap anaknya demi kecintaaan kepada
Allah? Sanggupkah kita meneladani Siti Hajar yang sigap mematuhi perintah Allah
dan sukses mendidik anaknya menjadi seperti itu? Sudahkah kita mencontoh Ismail
yang tak gentar pada satu perintah yang bahkan bisa saja merenggut nyawanya?
Masya Allah. Maka tak heran jika Nabi Ibrahim dijuluki bapak Tauhid, karena ia
betul-betul sukses menanamkan ketauhidan pada diri istri dan anaknya hingga
bisa melahirkan karakter yang siap berkorban apapun demi Allah. Semuanya atas
izin Allah.
Luar
biasa ya? Sepertinya diri ini masih harus banyak bercermin dan merefleksi diri.
Kisah ini jadi contoh nyata bahwa cinta akan selalu meminta pengorbanan.
Begitupun cinta kepada Allah, pasti akan Allah uji hingga terbukti bahwa memang
kita hanya mencintai Allah saja. Laa ilaaha illallah. Tidak ada yang patut
disembah, diibadahi, dan dicintai, kecuali Allah.
Yuk, kita
sama-sama belajar mulai sekarang untuk mulai mengikis satu per satu hal-hal
yang bisa menjauhkan kita dari cintanya Allah. Mungkin keegoisan kita,
kesombongan kita, ambisi, rasa malas, kebergantungan kepada manusia, kecintaan
berlebih kepada selain Allah, dan yang lainnya.
Pelan-pelan belajar menyembelih "ismail-ismail" yang kita cintai untuk mengejar satu-satunya cinta yang hakiki, yaitu cinta kepada
Allah. Siapkan stok sabar yang banyakk :)
tulisan nya bagus mbak, enak baca nya :)
BalasHapuswaah alhamdulillah. terima kasih banyaak :)
Hapus