Assalamu'alaikum
warahmatullah wabarakatuh. Apa kabar sisterkuu? Alhamdulillah masih Allah beri
kesempatan untuk bisa berbagi di setiap Senin sore (walaupun kadang-kadang
malam, hehe). Hmm, sebetulnya saat ini saya belum tahu mau menulis apa. Jadi
kita biarkan saja ya, kemana arah jari-jari ini akan mengalir dan merangkai
kalimat. Saya akan mencoba untuk mengetik tanpa berhenti. Mungkin nanti
sebagiannya akan menjadi curhat dan nasihat pribadi untuk diri saya sendiri.
Semoga kamu tidak keberatan untuk membacanya ya. Hehe. Here we go!
Sebelum menulis
surat ini, saya baru saja chatting via whatsapp dengan sahabat dekat saya. Saya
bilang kepada dia bahwa saya sedang jangar. Jangar biasanya digunakan dalam
bahasa sunda yang berarti pusing sekali. Bukan pusing karena sakit kepala, tapi
karena terlalu banyak yang dipikirkan. Ya gitu deh, intinya saya lagi jangar.
Lalu sahabat saya itu membalas, "kenapa?"
Membalas chat itu,
saya perlu berpikir beberapa saat. Menjawab pertanyaan "kenapa?"
membuat saya harus fokus kepada diri sendiri dan menggali ke dalam hati tentang
apa yang sebenarnya sedang saya rasakan. Di titik ini saya tersadar bahwa
ternyata saya selama ini terlalu fokus pada kepenatan pikiran yang terjadi
sehingga diri tidak memiliki waktu dan ruang untuk bertanya kepada hati.
Setelah menjelajah
ke dalam diri, setidaknya ada 2 hal yang sedang saya rasakan. Pertama, saya
merasa lelah. Saya merasa pekerjaan rasanya tidak habis-habis, tapi dalam
kesibukan itu, saya juga tidak bisa mengatakan bahwa diri saya produktif. Bagi
saya, sibuk yang produktif adalah ketika kesibukan itu menimbulkan perasaan
puas dan bangga pada diri sendiri. Jika yang didapat hanya lelah semata,
mungkin ada yang salah. Kedua, masih karena kesibukan itu, saya sedang merasa
insecure atau khawatir bahwa apa-apa yang saya lakukan ternyata tidak bernilai
di hadapan Allah. Saya khawatir waktu, tenaga, bahkan materi yang dikeluarkan
tidak ada artinya di hadapan Allah. Bukankah kita sendiri tidak akan suka jika
segala upaya dan jerih payah kita dinilai sia-sia? :')
Di titik ini, saya
merasa perlu untuk menyepi. Ibarat sedang mengendarai mobil, mungkin kini saya
sedang berada di pinggir jalan dan melakukan monolog dengan diri sendiri,
"Sebentar.. Sebentar.. Ini kok kamu kayak buang-buang tenaga dan
buang-buang waktu doang ya, Na? Jadi sebenarnya kamu tuh mau kemana sih… Sok
tentuin dulu yang jelas. Kita nggak akan lanjut nih kalau belum jelas."
Fyuuuh.. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktivitas saya. Aktivitas saya
selama sepekan tetap seperti biasa dan saya pernah berada di fase menikmati
semua kegiatan saya. Saya pernah berada di fase antusias dan bersemangat dalam
menjalani pekerjaan saya. Saya juga pernah merasakan kepuasan ketika saya
berhasil membereskan satu demi satu pekerjaan dan serentetan to do list saya.
Letak kesalahan
saya, bisa jadi karena saya tidak secara rutin memperbaiki niat secara berkala.
Sebuah aktivitas, kegiatan, pekerjaan, project, atau apapunlah itu namanya,
ketika pertama kali dilakukan adalah hal yang normal jika kita mengerjakannya
dengan antusias. Diterima kerja untuk pertama kali, rasanya senang dan
antusias. Mendapat penghargaan pertama kali, antusias. Ada tawaran project
dengan keuntungan besar, antusias. Baru menikah di hari pertama, masih
antusias. Namun jika hal yang sama diulang terus-menerus, dijalani
terus-menerus, lama-kelamaan akan menjadi sebuah rutinitas.
Sebuah
rutinitas, rentan sekali kehilangan "nyawa" jika telah dilakukan
dalam waktu yang lama. Bekerja akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang tidak
dimaknai. Kuliah menjadi kebiasaan yang akhirnya bukan lagi fokus pada
kebutuhan ilmunya, melainkan agar cepat lulus. Dan aktivitas lainnya yang
secara perlahan kehilangan maknanya. Aktivitasnya tetaplah sama, tapi niatnya
yang mungkin sudah tidak sekuat dulu, atau bahkan sudah melenceng.
Ternyata,
memperbaiki dan memperbaharui niat itu amat sangat penting. Sebab, niatlah yang
menjadi "nyawa" dari setiap aktivitas kita. Niatlah yang mentenagai
kita untuk istiqomah. Niat juga yang membuat kesibukan kita menjadi bernilai.
Ketika kita meniatkan melakukan sesuatu karena Allah, semangat dan rasa
antusias itu tidak akan hilang selama apapun kita menjalani rutinitas. Ketika
niat kita untuk mencari ridho Allah, sesibuk dan selelah apapun kita hari itu,
senyum kita akan merekah dan hati akan merasa puas.
Kesuksesan kecil
versi saya adalah ketika saya bisa memulai hari dengan basmalah dan menutup
hari dengan hamdalah. Artinya, saya memulai hari saya dengan niat karena Allah,
kemudian menjalani hari dengan membawa spirit bismillah itu di setiap
aktivitas. Hasilnya, di akhir hari rasanyaa plooong banget. Rasanya hati ini
puas sekali. Walaupun misalkan seharian itu saya sibuk pergi pagi pulang malam,
tapi karena dikerangkai niat yang benar, walaupun fisiknya lelah, tapi hatinya
bahagiaaa sekali. Kebahagiaan dan kepuasaan itulah yang membuat saya mengakhiri
hari dengan mengucap alhamdulillah sebagai bentuk terima kasih saya kepada
Allah. Saya merasa dijaga dan ditolong Allah selama seharian itu.
Tapi percayalah,
walaupun rumus sukses harian itu terdengar sederhana, hanya dengan memulai
dengan basmalah dan mengakhiri dengan hamdalah, pada prakteknya ternyata tidak
semudah itu. Terkadang saya juga sering lupa bahwa diri ini milik Allah.
Terkadang saya masih sering memaksakan kehendak diri. Terkadang lisan
mengatakan bismillah tapi hanya sampai di ujung lidah saja, tidak sampai
termaknai ke dalam hati. Astaghfirullah.. Semoga Allah mengampuni setiap
kekhilafan.
Alhamdulillah,
sekian dulu ya. Terima kasih sudah menemani saya menumpahkan isi pikiran sambil
mengevaluasi diri. Ternyata sepenting itu peran niat dalam kehidupan
sehari-hari. Semoga besok-besok tidak lupa lagi untuk selalu memperbaharui niat
karena Allah. Doakan saya ya, sister! Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dari
suratku ini. Sampai bertemu di Senin berikutnya! Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar