Senin, 03 Juni 2019

Monday Love Letter #44 - Mampukah Kita Tanpa Ramadhan?


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Sore tadi saya menangis sedih, sebab ingat bahwa Ramadhan akan segera pergi. Mengingat kebaikan Allah di Ramadhan kali ini, saya tak bisa berkata-kata, karena lagi-lagi saya menemukan banyak kebaikan dari Allah dari Ramadhan tahun ini. Besar harapan diri ini bisa bertemu dengan Ramadhan di tahun depan, namun jikalau Allah tidak menghendaki, semoga setiap amal sholeh yang dilakukan di bulan ini diterima dan dirihoi-Nya. Aamiin..

Apakah kamu sedang sibuk dengan persiapan lebaran, sister? Baju apa ya yang akan dipakai, makanan apa ya yang akan dimasak, keperluan mudik, dan seterusnya. Sebentar, tahan dulu.. Mengantar kepergian Ramadhan yang hanya datang sekali dalam setahun, mari sejenak kita renungkan tentang apa yang membuat Ramadhan menjadi bulan yang sangat istimewa. Mari kita berusaha memahami bagaimana Ramadhan bisa menjadi bulan yang sangat menggembirakan dan ditunggu-tunggu oleh banyak umat muslim di seluruh dunia.

Biasanya, salah satu cara untuk menghargai kehadiran sesuatu atau seseorang adalah ketika kita kehilangan sesuatu atau seseorang itu.. Ketika ia hilang atau pergi, baru kita sadar betapa berharga kehadirannya. Kepergian Ramadhan, mungkin bisa kita jadikan bahan renungan untuk lebih memaknai keberadaannya.

Coba bayangkan, jika tanpa Ramadhan, apakah kita masih sanggup menamatkan tilawah Quran 1 juz setiap hari?

Jika tanpa Ramadhan, apakah kita masih mampu menghidupkan malam-malam kita dengan qiyamullail?

Jika tanpa Ramadhan, apakah tangan kita masih ringan untuk mengeluarkan sedekah dengan nominal yang lebih besar dari biasanya?

Jika tanpa Ramadhan, apakah masjid-masjid tetap akan ramai di subuh dan malam harinya?

Jika tanpa Ramadhan, apakah majelis ilmu dan majelis dzikir akan tetap menjamur dan sesak oleh lautan manusia?

Jika tanpa Ramadhan, mampukah kita untuk beristighfar sepanjang malam dan menangis karena mengemis ampunan-Nya?

Sadarkah kita, bahwa semua itu secara intens hanya ada di bulan Ramadhan? Itulah yang membuatnya istimewa, karena Ramadhan mampu menyuburkan ibadah, mampu mengeratkan persaudaraan sesama muslim, mampu membuat kita ringan tangan untuk bersedekah, mampu melembutkan hati yang sudah lama jauh dari Allah, mampu membuat para pendosa menangis dan kembali ke jalan Rabb-nya. Tanpa hadirnya Ramadhan, manusia bisa jadi terlalu sibuk dengan urusan dunianya dan lupa untuk mengembalikan tujuan hidupnya kepada Allah.

Seandainya kita memahami keutamaan dan keistimewaan Ramadhan, tentunya kita akan berharap bahwa setiap bulan adalah bulan Ramadhan. Sebab, selepas kepergian Ramadhan mungkin akan lebih sulit bagi kita untuk mempertahankan kebaikan yang telah berhasil kita istiqomahkan. Untuk itulah, kehadirannya (Ramadhan) patut kita syukuri.

Sayangnya, seingin apapun kita agar Ramadhan tetap tinggal, ia tetap harus pergi. Ramadhan boleh pergi, namun spirit-nya harus tetap tinggal di dalam jiwa kita. Serap baik-baik pelajaran dari Allah, isi kantong syukur kita sebanyak-banyaknya dengan mengingat segala kebaikan Allah selama Ramadhan, lalu bungkus semuanya menjadi baterai jiwa yang mentenagai hari-hari kita di 11 bulan kedepan serta menjaga konsistensi kita dalam beribadah dan beramal sholeh.

Ingat, bersama perginya Ramadhan, ada Syawal yang menanti peningkatan kualitas diri dan jiwa kita selepas "training intensif" yang telah Allah suguhkan lewat Ramadhan. Selamat meningkatkan kualitas diri dan melesatkan prestasi, sister! Bismillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar