Assalamu’alikum warahmatullah wabarakatuh, sister!
Apapun kondisi perasaanmu hari ini, kami berharap surat ini cukup tepat waktu untuk sampai kepadamu sore ini. Kamu tahu, diantara puluhan bahkan ratusan surat yang pernah kami layangkan untukmu, mungkin inilah satu-satunya surat yang paling membuat perasaan kami campur aduk. Di satu sisi kami bagaikan tidak sanggup untuk menuliskannya, namun di sisi lain kami merasa sangat perlu menuliskannya karena ada sesuatu yang ingin kami kabarkan padamu.
Hmm, sulit sekali menuliskannya! Dari mana kami harus memulainya?
Belakangan ini, kami semakin sering bertemu banyak orang, baik dalam kegiatan-kegiatan offline di berbagai kota, kelas-kelas online, atau bahkan pertemuan-pertemuan tanpa sengaja. Sebenarnya, sebagian besar dari kegiatan-kegiatan tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan Sister of Deen Project, namun, nyatanya kegiatan-kegiatan itu seringkali menjadi pintu temu yang mempertemukan kami denganmu, our beloved sister of Deen. Tak jarang kami mendapati cerita dan apresiasi yang bernada sama. Katanya, “Terima kasih sudah menulis Monday Love Letter, sister!”
Entah bagaimana, kami hampir selalu merasa kehabisan kata-kata untuk meresponnya. Sebab, tahukah kamu, siapa yang lebih layak mendapatkan ucapan terima kasih itu? Bukan kami, tapi kamu. Terima kasih karena sudah membersamai dan menerima kami dengan seluruh yang kami miliki atau pun yang tidak kami miliki. Ruang penerimaanmu itu luaaaas sekali, meski kami banyak kurangnya, minim ilmunya, dan … ah, sudahlah. Jazakillah khairan katsir, ya!
Dengan keberanian yang rasanya tak kunjung cukup, hari ini kami ingin menyampaikan sesuatu kepadamu, bahwa kami ingin mengambil jeda. Karenanya, barangkali ini adalah surat terakhir sebelum kita bertemu kembali. Di ruang jeda yang sedang kami masuki ini, kami tidak bermaksud pergi atau berlari agar dicari, juga tidak sedang iseng bersembunyi agar ditemukan. Kami hanya sedang memperbaiki segala sesuatu yang tersembunyi seraya berjalan di jalan-jalan sunyi untuk memberi makna pada apa-apa yang sedang belajar kami maknai.
“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?” – Dee Lestari
Bagaimana pun, kami memahami bahwa tak ada seorang pun yang nyaman dengan perpisahan, tapi kita juga tidak dapat selalu bergantung pada kebersamaan. Mohon doanya, kami berharap agar kami dapat memanfaatkan waktu dan ruang jeda dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan apa-apa yang telah dimulai dan memperjuangkan apa-apa yang lebih dari sekedar layak untuk diperjuangkan.
Selama kami sejenak tak ada, semoga tak terlepas jiwamu dari mengingat dan menghamba kepada-Nya. Selesaikan juga urusan-urusanmu dengan sebaik-baiknya, semoga Allah memudahkan senantiasa. Sampai bertemu Januari 2020, insyaAllah. Baarakallahu fiik.
Yang pergi untuk kembali, Your sister of Deen,
Novie Ocktaviane Mufti dan Husna Hanifah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar