Senin, 11 November 2019

Monday Love Letter #66: Stress-Free, Mungkinkah?


Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!
Ada candu pada setiap kesempatan menulis surat untukmu. Candu itu berisi kerinduan, semangat untuk menceritakan hal-hal baru terkait kehidupan, juga tentunya kesempatan terbaik untuk terlebih dahulu menasehati diri sendiri sebelum menasehati orang lain. Jika misalnya suatu hari nanti surat ini terhenti dan berjeda, akankah kita sama-sama bersedia untuk menukar rindu dengan selaksa doa-doa?

Bagaimana kabar hatimu hari ini? Kami dengar, katanya kamu sedang merasa seperti berada di tengah-tengah keriuhan, ya? Mungkin, rasanya seperti seseorang yang berjalan dengan tenang menyusuri labirin-labirin, namun ternyata bertemu dengan sebuah pagelaran orkestra yang, alih-alih terdengar syahdu dan memanjakan telinga, suara-suaranya malah bising dan memekakkan telinga. Atau, seperti tidurmu terganggu oleh suara-suara petasan dan kembang api pada malam tahun baru. Ah, riuh sekali! Seperti ingin pulang saja, namun entah kemana. Bukankah begitu?

Sisterku sayang, bolehkah aku memelukmu dulu sebentar? Dalam pelukan itu, aku ingin membisikkan sesuatu, bahwa dunia ini memang sedemikian riuhnya. Betapa tidak, bukankah dunia memang didesain sebagai ruang kelas raksasa dimana kita diuji untuk membuktikan keimanan kita kepada-Nya? Maka, wajar kiranya jika ia terasa riuh, sebab, diantara keriuhan itu kita sedang diminta berjuang melewati halangan dan rintangan, bertahan meski banyak hal terasa menyesakkan, bergantung pada sebaik-baik sandaran, dan tentunya menjadikan semua keriuhan itu sebagai ladang subur untuk kita memanen sebaik-baik bekal kepulangan.

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” – QS. Al-Ankabut : 2-3

Mendapat ujian adalah sebuah keniscayaan, kita jelas tak punya kuasa untuk menangguhkan atau berlari dari padanya. Apapun bisa terjadi tanpa kita duga, seringnya bahkan yang tak kita suka, hingga mungkin terbersit di benak kita, “Allah, belum cukupkah Engkau mengujiku dengan yang sebelum-sebelumnya? Kali ini, benarkah Engkau memintaku untuk berjuang lagi? Rasanya, energiku bagaikan sudah habis, aku harus bagaimana lagi?”

Stress! Mungkin itulah satu kata yang tepat untuk menggambarkan hari-hari kita belakangan ini. Selayaknya manusia, tak pernah ada yang merasa nyaman dengan kondisi itu. Inginnya segera terbebas, terlepas, melesat landas pada apa yang kita kira kebahagiaan. Bukankah begitu? Namun, sayangnya, hidup tanpa masalah itu adalah sebuah kemustahilan. Stress-free itu tidak mungkin terjadi selama kita masih hidup di dunia. Baik itu kebahagiaan atau kesedihan, keduanya sama-sama bentuk ujian yang harus kita menangkan dengan cara menjawabnya dengan sebaik-baik jawaban.

Kabar baiknya, stress jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda adalah rahmat bagi kita. Sebab, tanpa stress kita tidak belajar dan tidak punya ladang subur untuk mendulang pahala kesabaran. Jika kondisi kita selalu baik-baik saja, bagaimana kita menumbuhkan harap kepada Allah? Jika kita selalu bahagia, bagaimana rasa takut kepada Allah bisa hadir di hati kita? Jika semua yang kita inginkan dengan mudah kita dapatkan, bagaimana kita belajar makna berjuang?

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” – QS. Al-Baqarah : 155-156

Ketika stress datang, semoga kita menerimanya dengan lapang, agar tak lama berpaku tangan dan langsung bergegas kembali pada satu-satunya sumber harapan: Allah. Semangat, sister! Semoga Allah memudahkan apapun yang sedang diperjuangkan, melapangkan apapun yang sedang menyulitkan, dan memberkahimu dengan petunjuk-Nya untuk selalu kembali “pulang.” Baarakallahu fiik.

Your sister of Deen,
Novie Ocktaviane Mufti dan Husna Hanifah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar