*dikutip dari Monday Love Letter #146, yang kutulis untuk Sister of Deen
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!
Saya baru saja menyadari satu hal. Semakin mendekati akhir tahun, biasanya saya semakin banyak berkontemplasi. Lebih banyak hening, lebih banyak mengamati, lebih banyak mengobrol dengan diri sendiri. Apa karena sudah memasuki musim hujan, ya? Suasana akhir-akhir ini sering membuat saya menjadi lebih banyak merenung dan ingin melakukan me-time. Kamu juga begitu nggak, sih? Apa saya saja? Hehe.
Tapi memang, sejauh yang saya ingat, masa-masa di akhir tahun seringkali menjadi "masa kritis", khususnya bagi saya. Sudah banyak waktu terlalui yang menguras energi, namun di sisi lain, masih ada beberapa minggu yang harus dihadapi yang seringkali berkejaran dengan target-target yang masih ingin dikejar. Ingin berjalan santai, tapi waktu tinggal sebentar lagi. Ingin berlari, tapi sudah mulai capek. Dilema yang sungguh menyebalkan, bukan? Wkwkwk :')
Masa-masa seperti ini juga menjadi masa di mana saya semakin membuat jarak dengan media sosial. Membuka medsos menjadi lebih cepat bosan, karena yang riuh bukan hanya timeline feeds tapi juga pikiran di dalam kepala saya, hehe. Intensitas posting konten juga secara otomatis menjadi berkurang drastis karena energi lebih banyak terkuras di dunia nyata. Pokoknya sesuatu sekali, deh!
Menjelang akhir tahun, salah satu pertanyaan yang paling sering muncul di kepala saya adalah, "Tahun ini sudah ngapain aja, ya?" Rasanya takut dan panik kalau tiba-tiba menyadari bahwa ternyata lebih banyak kesia-siaan yang dilakukan sehingga pertumbuhan diri menjadi tidaklah seberapa. Rasa takut dan panik ini sungguh terasa seperti ujian, karena di satu sisi bisa membuat makin pesimis dan semakin malas berubah. Tapi di sisi lain, fase seperti ini sebetulnya bisa digunakan sebagai momentum dalam mengembalikan keberhargaan diri.
"Masa sih, selama setahun ini kamu tidak berprogres? Masa sih selama setahun ini tidak ada pencapaian yang berhasil kamu raih? Coba ingat-ingat lagi, sekecil apapun itu, apresiasi yuk!"
Bertanya seperti itu kepada diri sendiri adalah cara saya agar bisa menghargai pencapaian-pencapaian kecil, mengapresiasi usaha diri, mensyukuri berbagai nikmat yang Allah berikan sehingga tidak terlalu berfokus pada ketidakberdayaan diri yang saya rasakan.
Bahkan jika diperlukan, saya sampai lihat-lihat lagi buku agenda, buku harian, tulisan-tulisan di blog, feeds dan IG stories selama setahun ke belakang, untuk menelusuri hal-hal apa saja yang sudah saya lakukan selama setahun ini sehingga akhirnya saya menyadari bahwa ternyata ada banyak hal yang berhasil saya capai yang mungkin selama ini luput untuk saya apresiasi. Dan semakin saya mengapresiasi keberhasilan-keberhasilan kecil itu, semakin saya sadar bahwa ada banyak nikmat dan pertolongan dari-Nya yang sering sekali luput untuk disyukuri. Subhanallah walhamdulillah.. :')
"Jadi, siapa bilang kalau selama ini kamu sama sekali tidak berprogres? Siapa bilang kalau selama berbulan-bulan lalu kamu tidak memiliki pencapaian apapun?"
Perlahan, keberhargaan diri saya kembali lagi. Dengan semangat yang baru, rasanya menjadi lebih enteng untuk menghadapi hari-hari ke depan. Tidak perlu terlalu tergesa-gesa, tapi juga tidak terlalu santai. Tugas kita hanyalah berikhtiar seoptimal yang kita bisa dan biarkan tangan Allah yang bekerja memberikan tuntunan dan pertolongan-Nya, seperti halnya keberhasilan-keberhasilan kita di masa lalu yang tak mungkin tercapai jika tanpa bimbingan dan pertolongan dari-Nya.
Dan atas kegagalan yang telah terjadi atau harapan yang masih belum terkabul, semuanya adalah cara Allah untuk mengajarkan kepada kita arti sabar-syukur-ikhlas-tawakal, menguatkan iman kita agar senantiasa bergantung pada-Nya, serta cara-Nya mengenalkan bahwa bentuk cinta-Nya tidak hanya dengan memberi kita bahagia, tapi juga dengan ujian kegagalan, kesedihan dan ketakutan agar kita tidak terjerumus pada jebakan kesombongan yang membuat kita lupa pada-Nya.
Selamat berkontemplasi, sister! Apapun kondisi yang sedang kau lalui, semoga hati dan jiwa selalu terhubung dengan-Nya, sehingga akal selalu memiliki ruang untuk mampu berbaik sangka pada setiap ketetapan-Nya dan langkah tidak pernah berhenti dalam menapaki perjalanan meraih ridha-Nya. Barakallahu fiik.
Your sister of Deen,
Husna Hanifah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar