Minggu, 02 Agustus 2015

Terima kasih karena telah menulis, Na.

Sebagai seorang pencatat dan seorang yang gemar menulis, tulisanku tercecer dimana-mana. Banyak banget punya buku catatan-beli,belum habis,udah beli lagi. Kadang nyatet di buku catatan punya orang. Haha.. Pagi ini aku merapikan buku-buku catatanku yang tersebar di pojok-pojok rak. Dan menemukan satu tulisan self-talk di salah satu buku. Tidak ada tanggalnya, tapi sepertinya sekitar Februari 2014 aku menulis itu. Ingin ku tulis disini biar selalu ingat. Memang ya, tulisan di masa lalu bisa jadi berharga di kemudian hari. :)
***
Seorang mu’min, akan benar-benar termotivasi untuk bergerak apabila mengingat Allah. Aku, sudah mengingat Allah sekalipun, kenapa masih malas? Kenapa masih menunda? Pede banget emangnya bakal hidup lama? Mana semangatnya, Na? Masa orang mu’min begini?

Sukses itu ada harganya, surga itu ada harganya. Ini bukan tentang sempurnanya hidup. Bahkan jika keluargaku harmonis sekalipun, jika aku punya uang banyak sekalipun, jika semua orang mendukungku sekalipun, selama masih belum bisa bayar harganya, kesuksesan itu ga akan pernah aku dapatkan.

Selama ini aku ngeyel, ngeluh sama keadaan. Kenapa begini, kenapa begitu, kenapa dia seperti ini, kenapa dia seperti itu, tapi bagi orang-orang yang berani bayar harganya, semua itu tidak akan menjadi alasan.

Kesuksesan, dan syurga apalagi, harganya MAHAL! Dan cuma orang-orang yang mau berkorbanlah yang bisa dapetin itu. Mau mengorbankan waktunya yang sebentar untuk mendapatkan waktu indah yang abadi. Mau mengorbankan pikirannya, hartanya, jiwanya, sampai satu waktu pengorbanan itu telah cukup untuk ditukar dengan apa yang kita inginkan.

Ini tentang diri sendiri. Bukan bagaimana orang lain terhadap kita. Selama kita berani bayar harganya, selama kita yakin sama impian kita, ga ada satupun yang bisa menghentikan kita.

Sekali lagi, ini tentang diri sendiri. Mau sebanyak apapun orang yang ingin membantu, jika kitanya tidak mau dibantu, kita tidak akan pernah sampai. Butuh kerjasama antara yang membantu dan yang dibantu. Bukan berarti karena yang membantu mengeluarkan tenaganya untuk menarik kita lantas kita jadi tidak berusaha. Butuh usaha yang kuat dari kedua belah pihak. Terutama keinginan yang dibantu untuk maju, untuk sampai di puncak bersama-sama.

Berarti selama ini aku yang salah. Ya, aku yang salah karena aku ga mau ikut berusaha. Aku mengandalkan orang lain. Aku bergantung pada orang lain. Aku ingin semua orang mengerti keadaanku. Padahal salahku karena tidak mau melakukan apa-apa. Ya, aku yang ga mau. Aku ga mau, dan aku membuat dalih.

Padahal aku tahu, orang sukses ga pernah punya alasan untuk berhenti. Padahal aku tahu, hampir ga ada kesempurnaan dalam permulaan, langkah kitalah yang membuat apa yang kita lakukan menjadi sempurna. Dan terkadang, ada saatnya dimana keraguan hanya bisa dihilangkan oleh tindakan.

Berhentilah menyalahkan diri sendiri, apalagi menyalahkan orang lain. Kenapa harus meratapi keburukan diri dan orang lain terus menerus? Waktu masih memberikan kesempatan, semesta masih ciptakan banyak peluang. Tak bisakah kau fokus pada hal-hal itu saja? Fokus pada hal-hal yang membuatmu bersyukur. Bahwa kamu masih diberikan waktu untuk hidup dan memperbaiki semuanya. Bahwa kamu masih dikaruniai orang-orang yang peduli padamu. Bahwa kamu masih punya keluarga yang lengkap dan utuh. Bahwa kamu diberi kemampuan dari segi materi. Bahwa kamu berada di lingkungan dan dikelilingi orang-orang yang baik. Bahwa kamu selalu punya Allah untuk kembali.

Kenapa harus merasa kesulitan padahal nikmat yang Allah beri begitu banyak? Nikmat mana lagi yang kamu dustakan? Allah kurang baik apa sih? Mengurusimu, mengatur alam semesta ini untukmu, menjamin kehidupanmu, menjagamu, mengasihimu..

Dia yang mendetakkan jantung ini untukmu, Dia yang membuat darah ini mengalir, Dia yang membuat paru-paru ini membantuku bernafas plus Dia sediakan oksigennya. Dia menjamin rezekimu hingga kamu bisa hidup sampai saat ini. Dia berikan hati yang peka, Dia berikan akal yang cerdas, Dia memberiku hidayah-Nya. Jika tanpa-Nya, bagaimana aku bisa ada untuk kemudian merasakan kasih sayang-Nya yang luar biasa?

Aku tidak pernah meminta untuk diciptakan. Tapi sekali aku diciptakan, aku merasakan kecintaan yang luar biasa dari-Nya. Siapa di dunia ini yang bisa memberi cinta sebesar Dia?

Walaupun aku sering tak tahu diri, sering merasa sombong, tapi Dia tidak pernah berpaling. Dia tetap mengurusiku. Walaupun aku berbalik dari-Nya berkali-kali, nyatanya aku tak pernah sanggup mengabaikan-Nya dalam waktu yang lama. Tapi Dia tidak pernah menolakku ketika aku kembali. Siapa yang bisa memberikan cinta dan pengertian sampai sebesar itu?

Setiap kali kesendirian menemaniku, aku selalu sedih karena merasa tak sanggup menjadi yang terbaik untuk diri-Nya, dan merasa ingin lari saja, meminta supaya Dia membenciku saja, karena aku terus seperti ini. Tapi aku mau lari kemana? Tempat kembaliku lagi-lagi hanya kepada-Nya.

Pada kenyataannya, aku tetap tak bisa hidup tanpa Dia. Pada kenyatannya, aku tetap membutuhkan-Nya lebih dari apapun. Aku tak pernah sanggup meninggalkan-Nya.
Allah-ku, masih mau terima aku lagi?
Masih tersisa maaf untukku?
Masih bolehkah aku memiliki harapan agar aku bisa bertemu dengan-Mu?

Dan, pada akhirnya, aku tetap saja tak tahu diri.

-Aku,
yang masih susah payah mencintai-Mu.

***

Menarik. Tulisan hampir dua tahun yang lalu. Seperti tercermin masalah seperti apa yang dulu aku hadapi. Ada yang kini sudah bermuara pada solusi, ada yang masih dalam proses. Juga tentang mindset. Semua kembali pada mindset. Aku bersyukur ternyata aku masih memiliki mindset yang menyelamatkan hidupku, dan lebih bersyukur lagi, aku masih memelihara mindset itu sampai sekarang. Terima kasih karena telah menulis, Na.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar