Senin, 19 November 2018

Monday Love Letter #17 - Karena Kita Sudah Dewasa


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabarmu sister? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan penuh rasa syukur atas segala takdir yang Allah tetapkan untuk hidupmu. Aamiin. Sebelumnya, MLL kali ini akan lebih personal karena sebagiannya adalah curhat, hehe. Tapi semoga tetap ada hikmah yang bisa diambil ya. Here we go!

Dari Monday Love Letter #16 Senin lalu yang judulnya Memberi Apapun Yang Bisa Diberi, saya menerima sebuah balasan email yang berisi pertanyaan, "Kak, pernah nggak merasa hidup terasa begitu berantakan dan bingung mau mulai darimana merapikannya?" Sewaktu membacanya saya hanya tertawa dan rasanya ingin teriak, "Pernah banget! Itu aku banget!" Hahaha.. 

Jadi selama sebulan terakhir ini otak kayaknya overload banget, rungsing melulu. Sampai curhat sama partnerku dan minta time-out ngerjain Sister of Deen Project untuk "membereskan" kehidupanku. Udah nggak fokus banget soalnya! 

Akhirnya kami sepakat untuk take-time selama seminggu supaya fokus sama kehidupan masing-masing dan nggak bahas project ini dulu. Saya saat itu tentu saja merasa lega karena untuk sementara bisa melepas beban pikiran untuk project ini setidaknya selama seminggu. Esoknya, saya langsung merencanakan hal-hal apa saja yang akan dilakukan selama seminggu ke depan dalam rangka "beberes" ini dan menyelesaikan PR-PR yang kebanyakan belum selesai karena saya menunda pengerjaannya (menunda itu emang musuh banget ya bagi produktivitas, grrr). 

Rencananya, selama seminggu itu saya ingin banyak di rumah saja, kan namanya juga me-time. Banyakin baca buku dan kontemplasi aja lah sama ngerjain kerjaan-kerjaan yang belum beres. Kecuali untuk jadwal-jadwal tertentu yang mengharuskan saya keluar rumah, tidak saya skip.

Tapiiiii Allah sepertinya memang punya cara sendiri untuk mendidik hamba-Nya ini. Bayangan saya untuk bisa sedikit santai di rumah kandas sudah karena yang terjadi justru malah kebalikannya. Adaaa saja kejadian dan agenda mendadak yang membuat saya harus keluar rumah, bahkan pulang malam. Tapi karena saya sudah berkomitmen untuk "beberes", saya tetap mengerjakan PR-PR saya sesuai dengan yang direncanakan walaupun konsekuensinya saya harus tidur lebih malam.

Terus begitu selama seminggu hingga rasanya ingin protes ke Allah, "Ya Allah, terus kalau begini terus kapan istirahatnya? Mau membereskan hidup kok malah dikasih sibuk sih?" Tapi lagi-lagi karena saya sudah berkomitmen pada diri sendiri, rasa lelah itu tetap saya telan dan saya tetap berusaha mengerjakan apa yang harus saya kerjakan.

Di sela-sela kontemplasi, saya membuat satu kesimpulan. Saya curiga, jangan-jangan pekerjaan saya sebenarnya memang sebanyak ini. Jangan-jangan yang Allah amanahkan kepada saya memang seberat ini. Masalahnya bukan terletak pada pekerjaannya yang banyak, melainkan pada diri saya sendiri yang tidak meluaskan penerimaan terhadap setiap amanah yang datang dari-Nya. Masalahnya ada pada diri saya sendiri yang malah meminta-Nya untuk mengurangi masalah saya padahal kadar masalah saya memang segitu kata Allah. Tidak bisa dikurangi karena memang jatahnya segitu! DEG.

Kalau flashback ke waktu kita kecil dulu, masalah kita sebesar apa sih? Paling cuma rebutan permen sama adik. Masuk sekolah, apa yang digalauin? Paling karena nilai jelek atau karena takut gak punya temen. Menjelang lulus kuliah, yang dipusingkan beda lagi. Apalagi kalau sudah menikah dan jadi orangtua, lebih kompleks lagi masalah yang dihadapi. See? Kita tidak akan mendapat masalah yang sama di setiap fase, dan kadarnya memang akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan kematangan berpikir kita.

Jadi jika masalah kita semakin banyak dan ujian yang kita hadapi semakin berat, wajar saja. Karena kita sudah dewasa! Ujian orang dewasa tentu berbeda dengan anak TK. Masalahnya orang dewasa tentu berbeda dengan anak SMA yang baru lulus kemarin sore. Masa mau minta masalah kita disamain lagi sama anak TK? #jlebjlebjleb

Duuh saya jadi malu sama Allah. Padahal Allah ingin meningkatkan kapasitas hidup saya dengan berbagai ujian, tapi bukannya dihadapi, malah minta dikurangi. Bukannya diterima, malah diratapi. Alhamdulillah, ternyata Allah masih sayang dan masih memberi kesempatan agar diri yang hina ini bisa berproses menjadi mulia. Kini, bukan lagi kemudahan yang diminta, tapi penerimaan atas setiap takdir-Nya, pundak yang kuat untuk mengemban amanah-amanah-Nya, serta keberanian dan keteguhan hati untuk tetap istiqomah mengupayakan apa-apa yang disukai-Nya dan segala yang mengundang ridho-Nya. 

Semoga hati kita semakin lapang menerima segala ketentuan-Nya, semoga seiring dengan bertambahnya beban dan tanggungjawab hidup kita, bertambah juga keimanan kita kepada-Nya dan bertambah sayang pula Allah kepada kita. Selamat menjadi orang dewasa! :)

1 komentar:

  1. allah sayang dengan umatnya, apa yang dilihat kita baik, belum tentu baik dihadapan rabb. begitu juga sebaliknya.

    BalasHapus