Assalamu'alaikum
warahmatullah wabarakatuh. Alhamdulillah sudah hari Senin lagi! Bagaimana
kabarmu sepekan kemarin, sister? Saya cukup kaget karena ternyata hari ini
adalah tanggal 14 Januari, berarti sudah hampir setengah bulan terlalui di
tahun 2019 ini. Rasanya waktu berjalan begitu cepat sekali.
Sepekan
ke belakang, saya merasa hidup saya seperti menjalani rutinitas biasa. Seperti
ada energi yang tertahan sehingga menjalani aktivitas sehari-hari dengan biasa
saja. Dibilang bersemangat, tidak. Dibilang tidak bersemangat, juga tidak.
Tidak nyaman sebenarnya, karena saya merasa seperti sedang kehilangan diri
sendiri. Merasa asing dengan diri sendiri. Apakah kamu pernah merasakannya
juga?
Tentu
saja hal ini tidak bisa dibiarkan. Sambil tetap beraktivitas seperti biasa,
saya berusaha meningkatkan kepekaan hati pada setiap aktivitas saya. Baik itu
di urusan rumah tangga, di pekerjaan, di setiap pertemuan dengan orang lain, di
setiap ibadah ritual saya, juga di setiap kejadian yang Allah hadirkan dengan
harapan semoga Allah menyelipkan hikmah dan jawaban atas keresahan yang sedang
saya alami. Apakah kemudian saya berhasil menemukan kembali diri saya? Ternyata
tidak semudah itu. Sepertinya Allah masih merahasiakan hikmah yang ingin Dia
berikan kepada saya.
Lalu di
suatu kesempatan, Allah mengingatkan saya dengan cara-Nya. Weekend kemarin saya
berkesempatan mengikuti sebuah kegiatan 2 hari 1 malam dimana ada momen api
unggun di malam harinya. Saya mendengarkan ungkapan dari teman-teman saya satu
per satu sambil menatap kobaran api di depan saya dengan agak sedikit melamun.
Hingga saya mendengar salah seorang teman berkata, "Kita bisa jadikan
momen ini sebagai momen pengingat bagi kita. Kalau kita masuk neraka, ya hanya
ada api yang panas seperti di depan kita. Tidak akan ada udara dingin, hanya
ada api yang panas, dan kita harus menjalaninya tanpa akhir," kurang lebih
begitu yang dikatakannya. Kemudian pikiran saya jadi melayang memikirkan betapa
pilunya kehidupan saya jika harus berakhir di neraka. A'udzubillahi min
dzalik..
Momen api
unggun itu kemudian ditutup oleh doa bersama. Dari sekian doa yang dipintakan,
ada satu doa yang membuat saya tercekat, "Semoga Engkau memampukan kami
agar bisa mempertanggungjawabkan amanah kami kelak di hadapan-Mu Ya Allah.."
JLEBB tiba-tiba saja hati saya seperti ditusuk anak panah. Refleks, saya
mengingatkan diri sendiri, "Tuh, denger! Bangun, wahai jiwa! Bagaimana
kamu akan mempertanggungjawabkan hidupmu kelak di hadapan Allah?! Bagaimana
kamu akan berbicara di mahkamah agung pengadilan Allah kelak di akhirat jika
hidupmu seperti ini?!"
Rasanya
lutut saya langsung lemas. Teringat bahwa diri ini adalah milik-Nya dan kelak
akan kembali kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan hidup selama di dunia.
Bagi manusia yang yakin akan adanya hari akhir dan paham rute perjalanan
hidupnya, tentu tahu bahwa akan datang kepadanya suatu masa dimana ruh yang sudah berpisah dari
jasad dibawa ke hadapan Allah untuk diadili tentang banyak perkara dalam
hidupnya.
Nabi SAW
bersabda, "Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat sehingga ia
ditanya tentang lima hal; tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa
mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam
apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari (ilmu) yang ia
ketahui." (HR. At-Tirmdzi)
Malam
itu, menjadi peringatan yang telak untuk saya. Saya tidak bisa membayangkan
bagaimana kelak saya akan menjawab segala pertanyaan dari Allah tentang
penggunaan harta, ilmu, waktu luang, waktu sehat, usia, masa muda dan seluruh
kehidupan saya jika tidak digunakan dalam rangka memenuhi keinginan Allah
terhadap diri saya. Sejatinya semua milik Allah, manusia hanya dititipi.
Termasuk jasad dan hidup kita, juga adalah titipan-Nya untuk dipergunakan
sesuai dengan tujuan penciptaannya. Dan setiap titipan, kelak akan Allah tanya,
digunakan untuk apa?
Guru saya
pernah berkata bahwa arti dasar dari kata taqwa adalah takut. Dan sebutan
muttaqin (orang yang bertaqwa) adalah sebaik-baik gelar dari Allah untuk
manusia. Semuanya berasal dari rasa takut. Takut mengkhianati titipan Allah
kepada dirinya.
Dititipi
harta oleh Allah, takut dibelanjakan selain untuk keperluan ibadah dan berjuang
di jalan Allah. Dititipi kemampuan dan kesehatan, takut dipergunakan selain
untuk kepentingan ibadah dan dakwah. Dititipi masa muda dan waktu luang, takut
dipergunakan selain untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan disukai-Nya.
Dititipi usia dan kesempatan hidup di dunia, takut dipergunakan selain untuk
mengabdi kepada Allah dan memberikan persembahan dan karya yang terbaik
untuk-Nya. Ternyata, kehidupan yang mulia dan kepulangan yang selamat dimulai
dari rasa takut. Takut mengkhianati amanah dan titipan-Nya.
Fyuuuhh
menulis paragraf di atas saya langsung menghela nafas panjang dan merefleksi
diri, "Dimana rasa takutmu kepada Allah, Na?" Sudah siap jika disuruh
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Allah atas segala hal yang Allah titipkan
padamu? Sudah siap jika diminta mempertanggungjawabkan kesempatan hidup di
dunia yang diberikan oleh-Nya? Bangun, wahai jiwa! Persiapkan Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) terbaik untuk dibawa ke hadapan Allah. Sungguh,
waktumu tidak banyak..
Terima
kasih sister, sudah membaca curhatan saya yang panjang ini. Semoga bisa
memberikan hikmah yang besar juga untukmu ya. Pada akhirnya, kita memang tidak
punya pilihan selain totalitas mengabdi pada-Nya dan berjuang mati-matian
menjalankan amanah tujuan penciptaan kita. Semoga Allah senantiasa menjaga iman
kita, menjaga keistiqomahan kita dan memampukan kita agar bisa
mempertanggungjawabkan setiap amanah yang Ia titipkan kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar