Senin, 11 Maret 2019

Monday Love Letter #31 - Menjadi Mahasiswa di Universitasnya Allah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sisterkuu? Bagaimana hari-hari selama sepekan kemarin? Tentu kita mengharapkan hari-hari yang selalu bahagia, namun jika tidak, semoga selalu ada syukur walau bersama tangis sekalipun.

Sejujurnya, saya melamun cukup lama memikirkan tema apa yang akan ditulis di MLL hari ini. Pasalnya, saya baru saja selesai melakukan evaluasi target bulan Februari yang ternyata hasilnya ga bagus-bagus banget huhu.. Dan ini cukup mempengaruhi mood nulis saya ternyata. Maafkan suratnya baru sampai di inboxmu malam-malam ya..

Februari kemarin mengajarkan saya tentang pentingnya melakukan sesuatu hingga tuntas. Sepertinya menuntaskan sesuatu masih menjadi PR saya sedari lama. Ibarat ujian, nilainya nggak lulus terus. Jadinya sama Allah dikasih remedial lagi, remedial lagi. Pernah nggak sih kamu mengalaminya juga? Dikasih soal ujian yang sama terus-menerus sama Allah, cuma beda kasusnya aja.

Setiap orang tentu memiliki ujiannya sendiri. Menariknya, ujian terberat itu justru berbentuk ujian kecil yang lagi-lagi kita kalah menghadapinya. Kalau kata pepatah, jatuh di lubang yang sama.

Di satu sisi, saya ingin merutuki diri sendiri karena jika saya "gagal ujian", berarti ada yang salah pada diri dan ada hal masih perlu diperbaiki; bisa jadi karena kurang ilmu atau karena kurang sabar dalam prosesnya. Tapi di sisi lain, saya merasa bersyukur karena Allah ternyata masih cukup baik dengan memberikan kesempatan "remedial" dan perpanjangan waktu hidup di dunia dalam perjalanan diri ini menjadi hamba yang layak dihadapan-Nya. Kebayang nggak, kalau Allah memanggil kita kembali dalam keadaan dosa yang masih menggunung dan amal sholeh yang masih belum cukup? Bisa-bisa di akhirat nanti kita nggak selamat. Naudzubillah :(

Saya jadi teringat pada perkataan Imam Syafi'i yang sering sekali saya lihat kutipannya dimana-mana, "Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan." Kalimat tersebut tidak hanya menyebutkan tentang pentingnya belajar, tapi juga tentang bersabar dalam belajar. Belajar disini maknanya bisa jadi sangat luas sekali, bukan hanya belajar formal di sekolah atau kampus tentu saja, tapi di universitas terbesar milik Allah, yaitu universitas kehidupan, dimana kita menjadi "mahasiswa"nya dan Allah menyediakan berbagai macam "studi kasus" dalam hidup kita sebagai bahan ajarnya.

Kehidupan ini sejatinya mengajarkan kita untuk menjadi sebaik-baik hamba di hadapan-Nya, sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya ditempa oleh Allah dengan berbagai macam ujian hingga jiwanya layak ditukar syurga dan menyandang gelar taqwa. Apa rahasianya? Sabar dan istiqomah dalam berjuang di jalan-Nya.

Jika tak sanggup sabar dalam belajar, maka bersiaplah menanggung perihnya kebodohan, begitu sambungannya. Saya jadi berandai-andai, seberapa perih derita yang harus ditanggung seseorang akibat kebodohannya? Sebagai seorang guru di sebuah institusi pendidikan, saya meyakini bahwa tidak ada murid yang bodoh, yang ada hanyalah murid yang tidak mau belajar. Konsekuensi seseorang yang tidak mau belajar paling mentok tidak naik kelas.

Tapi bagaimana jika kita tidak mau belajar di universitasnya Allah? Bagaimana jika kita tidak mau mencari tahu tentang hakikat hidup ini? Bagaimana jika kita tidak cukup ilmu tentang bagaimana caranya agar selamat di dunia dan di akhirat? Bukankah menjadi bodoh dalam universitas Allah sama saja dengan menolak hidayah-Nya dan mempertaruhkan keselamatan kita di akhirat? Kelak ketika "rapor" catatan amal dibagikan, orang-orang bodoh akan berakhir di neraka --itulah perihnya akibat yang harus ditanggung atas kebodohannya karena tidak berhasil menjadi hamba yang diridhoi-Nya. Ngeri banget. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan melindungi kita ya, sister :')

Mengawali bulan Maret, juga menyambut bulan Rajab yang tinggal hitungan hari (yang berarti semakin dekat dengan Ramadhan, kangen banget!), semoga hari-hari selanjutnya menjadi hari yang semakin baik dari hari ini, tentunya diawali dengan peningkatan kualitas diri sendiri agar semakin dekat kepada cita-cita hakiki, yaitu menjadi hamba yang Allah ridhoi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar