Assalamu'alaikum
warahmatullah wabarakatuh, sister! Sudah tahu belum, Sister of Deen Project
sekarang punya website loh.. Masih sederhana banget sih, tapi seiring
berjalannya waktu insya Allah akan semakin dikembangkan. Mohon doanya ya!
Untukmu yang baru bergabung dan penasaran dengan isi surat-surat sebelumnya,
bisa juga membacanya melalui website. Yuk berkunjung ke "rumah" kami
di: bit.ly/sisterofdeenproject :)
Anyway, beberapa
hari lalu saya membaca inbox di email Sister of Deen sambil mencicil membalas
beberapa pesan yang belum terbalas, lalu ada satu email yang pertanyaannya
cukup menarik. Pertanyaannya adalah, "Teh, bagaimana cara agar kita
terhindar dari merasa lebih baik dari orang lain?" Saya tersenyum
membacanya. Setidaknya, pertanyaan seperti ini juga pernah menggelisahkan saya
ketika saya merasa lebih tahu atau merasa lebih baik dari orang lain.
Ketika kita melihat
orang yang baru saja berhijrah misalnya, pernahkah terbersit perasaan bahwa
diri ini lebih baik dari orang itu? Atau ketika kita baru saja mempelajari
suatu ilmu, lalu kita tinggi hati dan merasa paling pandai dengan ilmu yang
kita miliki. Atau ketika kita memiliki jabatan yang lebih tinggi, kita berlagak
senior dan merasa lebih hebat daripada junior kita. Banyak sekali celah untuk
kita merasa lebih baik dari orang lain padahal bisa jadi
kesombongan-kesombongan kitalah yang jutstru membuat diri kita buruk di mata
Allah. Na'udzubillah..
Kamu pernah dengar
tidak, bahwa ilmu itu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan
pertama, ia akan sombong. Jika ia memasuki tahapan kedua, ia akan tawadhu'. Dan
jika ia memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak ada
apa-apanya.
Adanya rasa sombong,
justru menandakan bahwa ilmu yang kita miliki masih sangat dangkal. Akibat
dangkalnya ilmu yang dimiliki, muncullah perasaan lebih mulia, lebih hebat,
lebih pintar, bahkan memandang rendah orang lain yang belum berilmu seperti
dirinya. Semoga kita terhindar dari sifat sombong ini ya, sister.
Lalu ditahap kedua,
seorang yang terus menuntut ilmu akan menjadi orang yang tawadhu', yaitu merasa
rendah hati. Seperti padi, semakin berisi, semakin merunduk. Dan seiring dengan
bertambahnya ilmu yang dipelajari, semakin ia akan menyadari bahwa masih banyaaak
sekali ilmu yang belum ia ketahui. Semakin ia sadar bahwa ilmu Allah itu amat
luas, semakin ia merasa haus ilmu dan terus merasa kurang akan ilmu. Maka ia
akan terus mencari, mencari, dan menambah khazanah keilmuannya.
Imam Syafi'I pernah
berkata, "Setiap aku mendapat pelajaran dari masa, setiap itu pula aku
tahu segala kekurangan akalku. Setiap ilmuku bertambah, setiap itu pula
bertambah pengetahuanku akan kebodohanku."
Sekaliber ulama
besar seperti Imam Syafi'I saja berkata seperti itu. Tidak akan sempat merasa
sombong, ia yang terus menambah ilmunya, sebab sadar bahwa ilmu yang ia
pelajari hanyalah setitik dibandingkan ilmu Allah yang luasnya melebihi langit
dan bumi. Ini yang perlu kita sadari; bahwa kita ini kecil, lemah dan bodoh
jika dihadapan Allah. Apa yang bisa disombongkan? Jika ada satu yang boleh
sombong, ya hanya Allah.
Tapi bicara tentang
ilmu, ada hal penting yang perlu diperhatikan. Bukan tinggi atau banyaknya ilmu
yang kita kejar, tapi keberkahannya. Rasulullah SAW tidak hanya meminta ilmu
yang banyak, tapi juga ilmu yang berkah. Seperti apa ilmu yang berkah itu?
Ilmu
yang berkah adalah ilmu yang diamalkan, ilmu yang memunculkan keinginan
beribadah kepada-Nya, ilmu yang menumbuhkan ketakwaan. Karena percuma jika kita
mempelajari banyak ilmu, tapi ilmu tersebut tidak kita amalkan dan tidak
menjadikan kita menjadi hamba yang semakin taat kepada-Nya.
Di sebuah kajian
diskusi, seorang sahabat pernah berkata kepada saya, "Yang dinilai Allah
kan amal sholeh, bukan ilmu sholeh." Kalimat itu langsung mengena ke dalam
hati dan selalu terngiang hingga sekarang sebagai reminder bahwa yang Allah lihat
adalah sejauh mana kita bisa mengamalkan ilmu yang kita miliki. Untuk bisa
beramal, kita butuh ilmu. Maka menuntut ilmu haruslah berdampak kepada
bertambahnya amal sholeh kita.
Nah, coba pikir deh.
Bukankah tenteram, jika kita berfokus kepada pengamalan atas ilmu yang kita
miliki? Kayaknya nggak akan ada tuh ceritanya nyinyir sama orang lain,
merendahkan orang lain, merasa benar dan lebih baik dari orang lain, karena
kita berfokus kepada peningkatan kualitas iman dan amal kita dihadapan Allah.
Jika ingin membanding-bandingkan diri, bukan dengan orang lain, melainkan
dengan diri kita yang kemarin. Sudahkah diri kita lebih baik, lebih taat, lebih shalehah?
Lalu apakah kita
tidak usah menyampaikan ilmu kepada orang lain atau mengingatkan orang lain?
Tentu saja tidak. Kejar saja dulu keberkahannya dan rasakan manfaat ilmu itu
untuk diri kita sendiri. Nanti jika kita sudah merasakan manfaat atas ilmu yang
kita miliki, kita akan dengan sendirinya menyampaikan kepada orang lain agar
orang lain juga mendapat manfaat dari ilmu yang pernah kita pelajari. Insya
Allah.
Selamat meraih
keberkahan ilmu, sister! Semoga setiap ilmu yang kita pelajari dan kita
amalkan, membawa kita kepada kualitas diri yang lebih baik dihadapan Allah.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar