Senin, 29 April 2019

Monday Love Letter #38 - Merawat Jiwa Sampai ke Syurga

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!Bagaimana perasaanmu saat ini? Semoga tetap semangat dan bahagia ya! Dari kemarin saya menunggu-nunggu hari Senin, karena ingin menceritakan suatu hikmah yang saya dapat dari hari Ahad kemarin kepadamu. Iya, sesemangat itu pengen curhat! Hehe

Jadi ceritanya, kemarin sore qodarullah ban motor saya bocor. Ketika saya sedang berkendara, tiba-tiba saja ban belakang bocor, awalnya masih saya naiki sambil mencari tambal ban terdekat, tapi tambal ban terdekat yang saya temui ternyata rusak alatnya, jadi saya otomatis ditolak (hiks) dan harus mencari tambal ban yang lain. Lama-lama saya nggak tega sama bannya, dan dari pengalaman yang sudah-sudah, jika ban motor yang bocor dipaksa untuk dinaiki terus menerus, lama kelamaan akan merusak ban dalam yang berujung ban dalamnya harus diganti (yang menyebabkan harus membayar lebih mahal, huhu). Jadilah motornya saya dorong -- di saat matahari sore sedang terik-teriknya. 

Tambal ban kedua yang saya temukan, tutup. Baiklah,, mungkin Allah sedang memberi kesempatan saya untuk berolahraga.. Sesampainya di tambal ban ketiga, kiosnya baru saja tutup! Saya melihat sendiri bapak tambal bannya baruuu saja memasukkan peralatannya ke dalam kios. Dengan berat hati dia menolak saya, "maaf neng, tutup.." Saya sempat kecewa saat itu, tapi yasudahlah, mungkin bapaknya mau istirahat. Lagian kalaupun dia mengiyakan, keluar-keluarin barangnya lama lagi siih, wkwk. Akhirnya saya melanjutkan perjalanan mencari tambal ban lagi. Beruntung, di tambal ban yang keempat, buka. Alhamdulillah.. Antara bersyukur ada tambal ban yang buka, juga bersyukur karena akhirnya saya berhenti juga dorong motor. Haha. Ya bayangin aja, nyari tambal ban itu tidak semudah nyari alf*mart yang kalo tutup kita tinggal ke ind*maret sebelahnya aja (iya kan mereka suka sebelahan, heran deh). Kalau tambal ban kan kadang beberapa ratus meter baru nemu lagi. Jadi bayangin aja, saya sudah melewati 4 tukang tambal ban, jadi sejauh apa saya harus dorong motor. :')

Yak curhatnya segitu dulu ya. Singkat cerita, ban motornya selesai ditambal dan sayapun melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya. Di jalan, saya mikir. Peristiwa ban bocor ini bukan yang pertama, tapi saya baru benar-benar mengambil hikmahnya dari kejadian yang kemarin.

Sepanjang perjalanan saya berpikir, bahwa hidup ini sejatinya memang sebuah perjalanan. Seperti halnya saya, yang saat itu sedang menuju sebuah tujuan, dan menggunakan motor sebagai kendaraan. 

Ada kalanya, motor saya bensinnya habis, atau mogok, atau ada bagian yang rusak sehingga perlu diservis secara berkala untuk mengembalikan kondisinya agar kembali prima. Ya, servis adalah hal yang biasa untuk menjaga performa sebuah kendaraan. Jika tidak diservis, kerusakan akan makin parah, bahkan berujung tidak bisa digunakan lagi. *Para "Valentino Rossa" pasti mengerti lah yaa~ hehe.

Namun sebagus-bagusnya kendaraan, tidak akan jalan jika tidak ada pengemudinya atau kondisi pengemudinya tidak prima. Disamping kondisi kendaraan yang baik, kondisi pengemudi juga perlu prima dong. Jika pengemudi sakit dan memaksa menyetir, justru membahayakan keselamatannya. Jika pengemudi lelah, terkadang di jalan ia harus berhenti dulu untuk mengembalikan tenaga, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Baik kendaraan maupun pengemudi, sama-sama membutuhkan kondisi yang prima agar sampai di tujuan dengan lancar dan selamat.

Begitu pula dalam hidup ini. Hari ini kita juga sedang melakukan suatu perjalanan bukan? Perjalanan menuju akhirat dengan surga sebagai destinasi terakhir yang tentunya kita semua berharap bisa sampai kesana. 

Saya menganalogikan fisik kita sebagai kendaraannya, dan ruh/jiwa kita sebagai pengemudinya. Ruh dan jasad; dua komponen penting yang membuat manusia disebut manusia. Pada awalnya jasad kita tidak bernyawa, lalu di usia janin yang ke-4 bulan, sebuah ruh ditiupkan oleh Allah sehingga hiduplah jasad kita. Maka fisik yang saat ini kita gunakan adalah 'kendaraan' yang Allah pilihkan agar ruh kita bisa menjelajah di bumi dan menjalankan tujuan penciptaannya. Ya, ruh sebagai pengemudinya karena yang sebenarnya melakukan perjalanan adalah ruh, bukan jasad. Ketika manusia meninggal, ruh akan kembali kepada Allah, sementara jasad kembali menjadi tanah karena masa pakainya sudah selesai. 

Maka, jika hidup adalah sebuah perjalanan panjang menuju sebuah tujuan, perlu kondisi yang prima dari 'kendaraan' maupun 'pengemudi'nya. Keduanya butuh 'servis' secara berkala. Namun apa yang seringkali menjadi perhatian kita? Kebanyakan orang hanya memperhatikan keperluan fisik semata; makan enak, cari hiburan ke mall, perawatan wajah/badan, belanja baju baru, dan seterusnya. Sementara jiwanya ia biarkan lapar, haus, sakit, tidur, bahkan mati. 

Lalu apa akibatnya jika jiwa dibiarkan tanpa 'makan'? Dirinya akan bingung dengan arah hidupnya karena kemudi dan pengarah jalannya tidak berfungsi dengan baik. Hati-hati dengan jiwa yang sakit, karena sebagus apapun fisik, secantik apapun paras, tetap tidak akan selamat jika jiwa atau ruhiyahnya tidak terisi dan tidak hidup.

Jika selama ini kita masih sering mengabaikan kebutuhan jiwa kita, sudah saatnya kita serius merawatnya. Barangkali kegelisahan yang selama ini kita rasakan dikarenakan jiwa kita yang kehilangan tempat bergantungnya yaitu Allah. Barangkali kesedihan yang kita rasakan dikarenakan jiwa kita yang tidak dekat dengan sumber bahagianya yaitu Allah. Barangkali ketakutan yang tak kunjung hilang dikarenakan jiwa kita sudah lama tidak dibersamai Allah yang Maha Menjaga. 

Rawat jiwa kita seserius kita merawat fisik kita. Karena sekali lagi, kendaraan dan pengemudi, perlu sama-sama dalam kondisi prima untuk bisa selamat hingga tujuan. Recharge jiwa kita dengan asupan ruhiyah terbaik sehingga Allah senantiasa menjaga dan melindungi perjalanan kita hingga selamat sampai ke surga. Aamiin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar