Senin, 16 September 2019

Monday Love Letter #59: Menyemai Kini, Menuai Nanti

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! 

Apa yang sedang kamu rasakan saat ini? Senang, sedih, lelah, kecewa, bahagia? Apapun itu, yuk luapkan semuanya dengan syukur terbaik kepada Allah! Alhamdulillah, Allah masih memberi suatu nikmat kepada kita yaitu nikmat “merasa”. Semoga perasaan senang dan bahagia kita menjadi jalan untuk lebih banyak bersyukur, dan rasa sedih, kecewa, dan lelahnya kita menjadi jalan untuk menuai banyak pahala sabar. Tidak ada yang salah dengan “merasa”, yang salah adalah ketika perasaan-perasaan itu membuat kita menjauh dari-Nya. Semoga Allah senantiasa menuntun kita kepada ketenangan hati, apapun kondisi yang tengah kita hadapi. 

Sister, pernahkah kamu berjalan di suatu kerumunan? Atau berada pada satu tempat yang sangat padat oleh manusia yang berlalu-lalang? Berpapasan dengan si A yang hendak menuju ke arah timur, maju sedikit bertemu dengan si B yang berjalan ke selatan, lalu ada si C yang menyenggol kita karena ia terburu-buru berlari ke utara. Rasanya chaos sekali, bukan? Tak jarang kita kehilangan fokus pada tujuan kita sendiri, tergoda melihat si C yang berlari terburu-buru, atau kepo dengan si A yang arah tujuannya berbeda dengan kita. Terasa familiar? Jangan-jangan kita juga sering begitu, lihat sana sini sampai-sampai kita lupa pada tujuan kita sendiri, lupa bahwa kita juga harus bergegas mewujudkan mimpi-mimpi. 

Jika kita cermati, dunia ini sangat penuh dengan manusia yang berjalan dengan arahnya masing-masing, mengupayakan berbagai cara yang mereka bisa untuk sampai pada impiannya, berkorban ini dan itu agar ia bisa sampai pada tangga puncak kesuksesannya. Tentu, semua orang tahu bahwa kesuksesan bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah didapatkan. Tapi banyak orang yang berani untuk mencicilnya sedikit demi sedikit, berbekal keyakinan bahwa suatu hari ia pasti akan menikmati hasilnya. 

Kami yakin, pasti ada banyak sister di luar sana yang juga sedang berjuang menaiki satu demi satu anak tangga untuk sesuatu yang hendak dicapai. Semoga Allah selalu menuntun dan memberi petunjuk dalam setiap langkah. Kalau kamu, sedang “mencicil” apa? 

Untuk menjadi sarjana, ada sejumlah SKS yang harus dicicil di setiap semesternya. Dalam pengerjaan skripsi, ada bab demi bab yang harus diselesaikan. Semuanya dikerjakan dengan dicicil, sampai akhirnya 4 tahun berlalu tanpa terasa hingga gelar sarjana diselebrasi dengan wisuda. Yang sedang menuju pernikahan, tentu ada tahap demi tahap yang harus dilalui dan persiapan yang perlu dicicil sedikit demi sedikit hingga terselenggaranya akad. Yang sedang menanti kelahiran anaknya, pasti saat ini sedang mencicil ilmu tentang persiapan persalinan maupun parenting. Ada pula yang sedang membangun bisnis, sedang berusaha naik jabatan di kantor, sedang mencoba mempelajari ilmu baru, dan lainnya yang semuanya pasti tak akan terwujud tanpa usaha yang dilakukan secara terus menerus. Bahkan, untuk hal-hal yang bersifat materi seperti tabungan, motor, mobil, rumah, tak sedikit orang-orang yang mencicil untuk mendapatkannya. 

Kira-kira, kenapa ya banyak orang mau menjalani prosesnya? Padahal impian-impian tersebut mengambil banyak waktu darinya, mengambil banyak tenaganya, menghabiskan banyak uang, membuat ia harus mengorbankan banyak hal, dan lain sebagainya. Tapi banyak orang yang berhasil dan bersabar membayar “cicilan-cicilan”-nya itu dan akhirnya bisa menikmati akhir yang manis dari perjuangannya. 

Lalu pernahkah kita berpikir, jika kita bisa sesabar dan sekuat itu untuk meraih kesuksesan dunia, apakah kita juga segigih itu untuk mencicil kesuksesan akhirat kita? Sebab, setiap orang yang mengimani hari akhir, pasti akan sangat mendambakan syurga sebagai pencapaian tertingginya. Setiap orang yang sangat mencintai Allah, pasti akan sangat mendambakan ridho-Nya dan mengharapkan pertemuan dengan-Nya. Memangnya, syurga yang "mahal" itu tidak perlu dicicil? :’) 

Padahal dunia hanya sementara dan kita akan meninggalkan dunia ini beserta apa-apa yang kita miliki. Maka rugi sekali jika perjuangan demi perjuangan yang kita lakukan tidak berdampak pada kesuksesan akhirat kita. Masih banyak dosa-dosa yang harus kita taubati, masih banyak amal sholeh yang harus kita cicil untuk menutupi kesalahan-kesalahan kita, masih banyak pahala yang harus kita kumpulkan agar Allah selamatkan dari api neraka, masih banyak, banyaaaak sekali yang harus kita lakukan agar Allah ridho terhadap diri dan hidup kita. 

Sudahkah kita seserius itu membayar “cicilan” kesuksesan versi Allah? Jangan-jangan, panggilan sholat saja masih sering kita abaikan, membaca dan mempelajari Al-Quran tidak pernah ada dalam to-do-list kita, infaq dan sedekah masih berat kita lakukan, amar ma’ruf nahyi munkar tak pernah ada dalam jadwal kita. Sementara dosa terus bertambah dan jatah usia terus berkurang. Mau mengandalkan amal yang mana jika nanti kita diadili di pengadilannya Allah? 

Huhuhu, jlebb banget ya, surat hari ini. :’) 

Tentu saja, semua pengingat yang tertulis dalam surat ini, pertama-tama ditujukan untuk yang menulisnya. Tak apa, tak ada kata terlambat untuk kembali fokus pada tujuan akhirat kita. Kita cicil syurga-Nya sedikit demi sedikit, kita naiki tangga-tangga ujian yang disediakan Allah satu per satu, kita jadikan mardhotillah menjadi satu-satunya fokus dan tujuan hidup. Semoga sabar dan istiqomah menghantarkan kita pada kemuliaan sejati di mata-Nya. Aamiin.. 

“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” –QS. Al-Isra’ (17) : 18-19 

Your sister of Deen, 
Husna Hanifah dan Novie Ocktaviane Mufti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar