Awalnya aku sempat bertanya-tanya, di tengah pandemi seperti ini, bagaimana kami harus menyambutmu wahai Ramadhan? Tak bisa kami kunjungi masjid-masjid, akses silaturahim menjadi sangat terbatas, bahkan Idul Fitri tahun ini kami rayakan di rumah saja.
Tapi belakangan kusadari, ternyata hadirmu di tengah pandemi adalah anugerah. Di saat waktu luang kami ada banyak sekali, engkau hadir menyalakan semangat kami, menciptakan suasana yang kondusif untuk menghidupkan ibadah dari rumah-rumah kami, mensucikan jiwa kami dan mengembalikan fokus kami kepada-Nya.
Mungkin jika tanpa Ramadhan, hati kami akan terus gelisah memikirkan masa depan yang rasanya semakin tak pasti. Mungkin jika tanpa Ramadhan, kecemasan itu tak juga hilang sebab jiwa ini tak diajak untuk kembali bergantung pada-Nya. Mungkin jika tanpa Ramadhan, kami akan semakin kebingungan bagaimana mengisi waktu-waktu luang ini sehingga deretan kesia-siaan rasanya semakin bertambah panjang saja setiap harinya.
Maka bagiku, hadirmu adalah anugerah. Kehadiranmu membuat kami mampu menjaga hati, jiwa, pikiran, serta aktivitas harian kami agar dapat kami curahkan untuk-Nya. Hadirmu membuat kesadaran kami terjaga bahwa kami adalah hamba-Nya. Alhamdulillah.
Semoga aku sedang tidak salah menerka, tapi kurasa di tahun ini Ramadhan ingin mengajariku tentang menjaga istiqomah. Bahwa taat tetaplah harus dilakukan walau dalam keadaan ringan maupun berat. Di satu waktu, menjalani hari dengan ibadah dan aktivitas positif, terasa sangatlah mudah. Tak disangka, di waktu yang lain tiba-tiba menjadi sangat menantang. Disinilah istiqomah diuji, apakah kewajiban dan target Ramadhan tetap dapat tertunaikan dengan baik?
Walau dengan tertatih, aku berusaha kerahkan yang kubisa untuk tetap menghidupkan jiwa di hari-hari terakhirku bersama Ramadhan. Menyalakan harapan semoga jiwaku dapat kembali suci, sembari mengemis ampunan dari-Nya yang selalu berbenturan dengan ketidakpercayaan diri bahwa.....akankah diri ini Dia ampuni?
Ternyata, perjuangan membuktikan taat dan upaya pensucian jiwa memang tidak akan ada akhirnya. Pun kemenangan yang kita rayakan di Hari Raya ini bukanlah euforia sesaat, melainkan tentang membawa mental juara di bulan-bulan selanjutnya untuk mendapatkan kemuliaan yang lebih tinggi lagi.
Selamat jalan Ramadhan, kuambil pelajaran darimu, kusimpan semangatmu untuk kugunakan di 11 bulan selanjutnya, hingga kita (semoga bisa) bertemu kembali di kesempatan yang lain. Salam rindu <3