Senin, 24 September 2018

Monday Love Letter Special Edition - MLL's Untold Story

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Bagaimana hari Seninmu, sister? Walaupun sudah sore, semoga tetap semangat dan bahagia ya! Seperti judulnya, Monday Love Letter kali ini adalah MLL edisi spesial yang isinya bercerita tentang behind the scene perjalanan MLL dan sekelumit perasaan yang saya alami selama 10 minggu kita bersama (ceilah).
Diawal masa lauching MLL, saya pernah mengumumkan bahwa MLL sebetulnya bukanlah main project dari project yang sedang kami kerjakan sekarang, MLL hanyalah project pendukung. Tapi partner saya suatu hari bertanya, "Teh, gimana kalau kita bikin Monday Love Letter?" sambil menjelaskan beberapa alasan dan tujuan kenapa harus bikin MLL. Waktu itu saya berpikir, "Apa?! Harus RUTIN bikin surat setiap Senin?" Euhh sebenarnya segala sesuatu yang menuntut keistiqomahan itu berat, apalagi rutinitas ini sepertinya tidak akan berakhir sampai batas waktu yang belum ditentukan. Haha. Tapi mengingat tujuan MLL ini penting untuk saya pribadi juga bagi main project yang sedang kami jalani, akhirnya saya menyanggupi.
Tanggal 23 Juli 2018 kami memposting MLL pertama di blog kami masing-masing, belum menggunakan email seperti sekarang. Lagipula saya pun tidak pernah terpikir untuk menggunakan konsep berkirim email semacam ini. Tapi partner saya lalu bertanya lagi, "Teh, gimana kalau kita bikin mailing list?" Haha baiklaah. Akhinya dibuatlah MLL berbasis email yang dibuat agar lebih tepat sasaran, mengingat target Sister of Deen Projects ini memang untuk para perempuan. Walaupun dalam prosesnya kami berdua harus pusing-pusing mencari sendiri cara tentang bagaimana membuat mailing list dan sebagainya, tapi seru! Setiap menemukan cara baru semisal cara meng-input kontak, membuat link arsip dll, kami selalu menyebutnya Penemuan! Hehe. Terima kasih teknologi! :D
Lalu bagaimana proses pembuatan tulisan MLL itu sendiri? Bagi saya pribadi, proses menulis MLL itu gampang-gampang susah. Tapi sisi positifnya adalah saya jadi lebih dituntut untuk bisa peka dalam menangkap ide-ide, entah itu dari yang saya lihat, dengar, atau rasakan. Pertama kali membuat tulisan MLL, prosesnya alhamdulillah, mudah. Nggak heran lah ya, karena saya selalu percaya bahwa langkah pertama itu akan selalu mudah. Diulang, se la lu mu dah. Diawal pengumuman MLL melalui Instagram saja, saya tiba-tiba mendapat DM dari seorang teman yang menawarkan diri ingin membuatkan banner untuk MLL. What a surprise! Kemudahan seperti ini selalu terjadi dalam hidup saya, apalagi untuk project-project kebaikan, entah kenapa ada saja kemudahannya jika mau memulai sesuatu. Mungkin karena semangatnya masih menggebu dan euforia strong why-nya masih sangat kuat sehingga prosesnya terasa lebih mudah. Namun apakah selanjutnya akan tetap mudah? Oh, tentu saja tidak.
Saya ingat sekali ketika saya menulis MLL kedua malaaaasnya minta ampun! Tapi hati kecil saya berteriak, "Nggak boleh malas, Na! Kamu kan udah declare bakal nulis MLL, itu subcribers-nya pada nungguin!" Walaupun yaa belum tentu juga sih ditungguin hahaha.. Akhirnya saya memaksakan diri saya untuk duduk di depan laptop dan saya malah menulis tentang produktivitas. Ceileeeh gaya bangeeettt nulis tentang produktivitas padahal sedetik sebelumnya aja abis males-malesannnn, saya meledek diri saya sendiri. Namun pesan-pesan yang saya tuliskan di MLL pada akhirnya memang kembali menjadi reminder untuk diri saya sendiri. Di MLL lainnya pun begitu, surat-surat itu dibuat sebetulnya untuk diri saya sendiri. Yang jika suatu hari saya "ngadat" lagi, pikiran saya akan ribut mengingatkan, "Heh, kok gitu?! Malu sama tulisan sendiri!"
Selain agar menjadi reminder bagi diri saya sendiri, sebetulnya ada lagi hal yang menjadi motivasi saya untuk tetap semangat menulis. Yaitu beragam bentuk apresiasi, doa dan terima kasih dari email balasan yang dikirim oleh para pembacanya, which is suuuper heartwarming. Saya sama sekali tidak pernah menyangka bahwa tulisan saya bisa seberharga itu untuk orang lain. Siapa coba yang nggak terharu kalau dikasih apresiasi yang jujur dan doa yang tulus dari orang yang bahkan nggak kita kenal? Those words really touched my heart. Thank you, sisters :")
Dari MLL juga saya belajar, bahwa saya betul-betul tidak ada apa-apanya tanpa pertolongan Allah. Pernah suatu hari saya sedang sibuk-sibuknya dan mencoba menulis di jam-jam injury time. Belum tahu mau menulis apa, pokoknya gerakin jari aja deh di keyboard laptop. Terserah tulisannya mau dibawa kemana. Eh ternyata selesai juga di detik-detik terakhir, jari-jari saya ketika itu menulis tentang tema yang selalu saya suka; syukur. Subhanallah, kalau bukan karena pertolongan Allah kayaknya nggak akan mungkin selesainya tepat waktu gitu. :')
Segala puji hanya bagi Allah. Saya sama sekali tak pantas untuk berbangga diri atas setiap pujian yang datang, karena hakikatnya setiap pujian adalah untuk Allah. Allah yang membantu saya, Allah yang menolong saya, Allah yang mengizinkan lahirnya inspirasi dari apa yang saya tulis. Lagi-lagi ini menjadi ajang latihan bersyukur saya kepada Allah. Lewat MLL, saya belajar bersyukur lebih banyak. Semoga langkah syukur saya juga ikut melesat seiring dengan rasa syukur yang terus bertambah.
Terima kasih kepada semua subcribers dan pembaca setia Monday Love Letter, semoga Allah melingkupimu dengan kebaikan yang banyak dan kehidupan yang berkah dan diridhoi-Nya. Jika kamu juga sedang memperjuangkan kebaikan walau dalam bidang yang berbeda, semangat terus ya! Semoga Allah menguatkan langkah dan niatmu serta mencatat setiap peluhmu sebagai amal sholeh dan bernilai ibadah dihadapan-Nya. Aamiin.. Barakallahu fiikum.. :)

______
Mau subscribe Monday Love Letter dan mendapat dua tulisan inspiratif setiap hari Senin? Klik http://tinyurl.com/mondayloveletter lalu klik button "join our mailing list", isi form, done! Untuk perempuan saja ya :))

1 komentar: