Senin, 10 Desember 2018

Monday Love Letter #20 - Menuai Sabar dan Syukur yang Tak Terbatas

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sister, semoga rahmat dan kasih sayang-Nya senantiasa tercurah untuk kehidupanmu ya! Dan semoga selalu ada stok syukur, sabar, dan ikhlas di hatimu dalam menjalani setiap fase kehidupan dan setiap ketetapan dari-Nya.

Memang ya, hidup ini tidak bisa lepas dari syukur dan sabar. Dan dalam menjalani keduanya, seharusnya tidak ada batasnya. Tapi saya pribadi juga masih belajar untuk berusaha bagaimana agar stok sabar dan syukur tetap tersedia. Kan nggak mungkin juga bilang ke Allah, "Maaf ya Allah, ujiannya boleh berhenti dulu nggak, stok sabar saya lagi habis nih." Hehe.

Indikasi yang paling kentara ketika kita kekurangan stok sabar dan syukur adalah ketika kita sering mengeluh. Dikasih rezeki sama Allah bilangnya,"yah.. kok cuma segini.." padahal terimakasih aja dulu, nanti juga Allah bakal kasih lagi kalau kita bersyukur. Dikasih musibah dan bertubi-tubi masalah, ngeluhnya "Ya Allah, kenapa harus akuu?"padahal Allah lagi berbaik hati mau ngasih pahala sabar, kalo ngeluh ya jadinya hangus.

Yang membuat sabar dan syukur kita jadi terbatas adalah karena tidak adanya keikhlasan. Bersyukur tanpa rasa ikhlas hanya akan membuat kita tidak pernah merasa cukup. Bersabar tanpa rasa ikhlas akan membuat kita terus menerus menyalahkan keadaan. Ya intinya jadi banyak mengeluh deh hidupnya.

Ikhlaslah yang membuat sabar dan syukur kita menjadi tidak terbatas. Ikhlas itu lekat dengan penerimaan. Penerimaan atas segala sesuatu yang datang kepada kita dan atas segala sesuatu yang dihadirkan oleh Allah, baik itu nikmat maupun ujian.

Kunci pertamanya adalah menerima pemberian Allah. Luaskan hati kita untuk menerima segala nikmat dan rezeki dari Allah, maka kita akan selalu merasa cukup. Luaskan hati kita untuk menerima segala ujian hidup yang Allah hidangkan, maka segalanya akan terasa lebih ringan. Pokonya terima saja dulu. Seringkali yang bikin berat itu karena ekspektasi kita adalah mendapatkan yang lain. Lupa bahwa Allah yang paling tahu apa yang kita butuh.

Setelahnya, kita juga harus ikhlas dalam menjalani. Yang berarti kita menjalaninya karena Allah. Niat kita untuk Allah. Tiada sebab kita bersyukur dan bersabar kecuali karena Allah.

Bersyukur itu butuh energi, bukan cuma "alhamdulillah ya Allah atas pemberian-Mu", lalu selesai. Bersyukur berarti memikirkan bagaimana agar pemberian dari Allah bisa kita persembahkan lagi kepada Allah. Namun seringnya kita tergoda menggunakannya untuk kepentingan pribadi, untuk kesenangan yang semu. Maka ikhlaslah yang akan jadi penyelamatnya. Karena ikhlas mengembalikan niat dan tujuan kita.

Ikhlas dalam bersabar apalagi. Dalam keadaan terdesak dan terhimpit, akal sehat kita diuji, apakah iman masih kita pegang atau kita gadaikan dengan dunia. Karena sabar bukan sekedar menerima ketetapan Allah, tapi juga mempertahankan keimanan dalam menjalaninya. Seperti sabarnya Nabi Ismail mematuhi perintah untuk disembelih, seperti sabarnya Bilal bin Rabah mempertahankan ketauhidannya, atau sabarnya Siti Mashithoh yang rela diri dan anak-anaknya direbus hidup-hidup karena tidak rela imannya terenggut. Dan ikhlas, lagi-lagi menyelamatkan kesabaran yang hampir habis. Singkatnya; jika bukan karena tujuanku Allah, aku pasti sudah menyerah.

Maka tidak bisa syukur dan sabar, tanpa ikhlas. Lalu jika kamu bertanya bagaimana caranya agar ikhlas, sungguh, itu adalah suatu proses yang panjang. Karena ikhlas berarti menjadikan Allah satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya pemilik dan penguasa diri, serta satu-satunya yang Maha Unggul sehingga kita sadar bahwa kita ini lemah tanpa pertolongan-Nya, celaka jika tidak menuju kepada-Nya, hina jika tidak dalam ketaatan kepada-Nya, . Ya, seperti dalam QS. Al-Ikhlas.

Milikilah keikhlasan, maka sabar dan syukurmu tidak akan ada batasnya. Selamat berlatih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar