Senin, 24 Desember 2018

Monday Love Letter #21 - Karena Aku Milik-Mu


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Bagaimana kabarmu, my sister of Deen? Jazakillah khairan katsiran untuk kamu yang sudah mengikuti mailing list Sisters of Deen Project, membaca Monday Love Letter setiap Senin, membalasnya, bahkan mem-forwardnya kepada sahabatmu. Mohon doanya semoga kebermanfaatannya bisa semakin meluas ya, please~ doakan.. Hehe.

Sebenarnya saya sudah menyiapkan satu draft tulisan untuk dikirim hari ini, tapi sejak Sabtu malam kemarin saya mendengar berita tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di sekitar Selat Sunda, saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Allah lagi-lagi mengingatkan kembali tentang satu nikmat yang masih sering saya lupakan, yaitu nikmat hidup. Alhamdulillah hari ini masih bisa hidup. Alhamdulillah hari ini masih sehat dan bisa beraktivitas. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk beribadah. Alhamdulillah masih diberi waktu untuk mengumpulkan lagi pundi-pundi amal sholeh sebagai bekal menuju akhirat. Bahkan doa bangun tidur saja, dimulai dengan alhamdulillah. Ini menunjukkan bahwa bisa bangun tidur dan masih hidup hingga hari ini, merupakan sebuah nikmat yang besar yang patut kita syukuri.

Innalillahi wa innailahi raji'un. Adalah kalimat yang biasa kita dengar atau kita ucapkan ketika musibah menimpa kita. Tapi maknanya jauh lebih dalam dari itu. Guru saya pernah berkata, bahwa innalillah adalah tentang kesadaran bahwa kita ini miliknya Allah. Hidup kita ini bukan milik kita sehingga kita bisa bebas hidup semau kita. Hidup kita juga bukan milik orangtua kita, pasangan, ataupun anak kita sehingga semangat hidup kita tergantung pada hadirnya mereka. Hidup kita ini milik Allah. Allah yang menjadi sumber semangat, Allah yang menjadi tujuan, Allah yang berhak menerima setiap pengorbanan dan perjuangan terbaik dari diri kita. Dan paling penting, Allah yang paling berhak atas ketaatan kita.

Konsep innalillah ini membantu saya untuk lebih tenang dan lebih siap dalam menghadapi hidup dengan berbagai dinamika dan tantangan didalamnya. Ya karena saya milik Allah. Allah yang paling tahu yang terbaik tentang apa-apa yang dimiliki-Nya, jadi terserah Allah mau ngasih skenario seperti apa ke hidup kita. Karena yang namanya memiliki, sepaket dengan menguasai. Jadi, jika ada ketetapan atau takdir dari Allah yang dirasa berat, coba untuk tarik nafas, lalu bilang, "Silakan ya Allah, aku milik-Mu, hidupku juga milik-Mu, langit dan bumi ini milik-Mu, maka kuterima dengan lapang dada segala ketentuan dari-Mu." Insya Allah, hati jadi lebih tenang.

Setelah innalillah, disambung dengan kalimat innailahi raji'un. Semua milik-Nya, akan kembali kepada-Nya. Konsep kembali kepada Allah mungkin identik dengan kematian, padahal kembali kepada Allah tidak harus menunggu mati. Sayyid Quthb mengatakan, "Semua orang akan kembali kepada Allah setelah dia wafat. Akan tetapi, orang yang bahagia adalah orang yang kembali kepada Allah ketika dia masih hidup."

Kembali kepada Allah adalah tentang mengembalikan diri dan kehidupan kita kepada yang memilikinya, yaitu Allah. Sudahkah kita "kembali" pada-Nya? Sudahkah sepenuhnya menjadi milik-Nya? Atau jangan-jangan kepemilikan diri kita masih terbagi-bagi dengan yang lain? Maka jangan heran kalau Allah sesekali memberikan ujian dan peringatan agar kita kembali ingat kepada Allah. Ujian itu tanda Allah sayang karena kalau nggak gitu, susah kita ingatnya :')

Alhamdulillah atas nikmat hidup ini. Alhamdulillah atas kesempatan yang masih Dia beri. Yuk, segera kembali pada Allah. Kembalikan tujuan kita sepenuhnya kepada Allah. Kembalikan ketaatan kita sepenuhnya kepada Allah. Kembalikan hidup kita kepada Allah, sebelum kelak Allah benar-benar memanggil kita untuk kembali kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar