Senin, 27 Mei 2019

Monday Love Letter #43 - Hidup dengan cara-Nya

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Bagaimana kabarnya di 10 hari terakhir Ramadhan ini? Sudah dapat hikmah banyak? Sudah semeningkat apa iman kita? Sudah sekuat apa koneksi kita dengan Allah? Masih ada waktu, insya Allah. Selamat menghidupkan hari-hari terakhir Ramadhan ya. Ayo kita tetap semangat! :)

Saya ingin bercerita tentang sebuah hikmah yang saya dapatkan dari hasil diskusi dan sharing saya bersama sahabat-sahabat saya. Hari Sabtu kemarin adalah jadwal rutin kajian kami, pembahasannya sebenarnya simpel saja, kami saling bicara tentang harapan-harapan apa yang ingin diwujudkan dari silaturahim yang kami jalin.

Tak sedikit dari kami yang mengawalinya dengan curhat tentang kehidupan masing-masing yang terkadang hampa atau dipenuhi kegelisahan pada awalnya, lalu kemudian menemukan teman-teman yang saling mengingatkan dan ternyata pertemuan itu memberikan ketenangan dan jalan keluar dari kehampaan hati yang dirasa.

Namun yang ingin saya garis bawahi bukan tentang itu, melainkan tentang sebuah cerita dari seorang sahabat yang selama ini saya bersamai perjalanan hijrahnya. Dia bercerita bahwa cara dia memandang hidup hari ini sudah jauh berbeda dengan cara pandangnya dulu. Bertahun-tahun sebelum hari ini, hidupnya adalah tentang bagaimana dirinya mencari kebahagiaan dan kepuasan dari dunia. Cita-citanya adalah tentang dunia yang sungguh-sungguh ia capai namun lupa menyertakan Allah di dalamnya.

Dia memulai ceritanya. "Beberapa dari kalian tahu lah, dulu aku sangat berorientasi pada dunia. Tapi lama kelamaan aku menemukan bahwa hidup dengan cara kita sendiri tuh bikin lelah, bikin gelisah. Nggak percaya? Silakan buktikan sendiri. Ternyata yang paling bener itu memang kita tuh harus hidup dengan cara Allah, bukan dengan cara kita sendiri."

Hidup dengan cara Allah, bukan dengan cara kita sendiri. 

Kalimat itu terus terngiang di pikiran saya hingga hari ini. Jujur, itu juga yang pernah saya rasakan. Ketika saya hidup semaunya, ketika saya merasa bahwa saya ini yang paling berhak mengatur kehidupan saya sendiri, ternyata yang ada hanya rasa puas yang tidak ada habisnya dan berujung lelah.

"Sama seperti kita mau naik gunung dan hanya mengandalkan diri kita sendiri. Nggak tanya guide, nggak nanya warga sekitar, nggak bareng-bareng sama orang-orang yang hafal jalan kesana, kira-kira nyampe nggak? Nggak. Kalaupun nyampe, pasti riweuh kitanya," lanjutnya lagi. Riweuh itu bahasa sunda yang jika diterjemahkan kurang lebih artinya repot. Nyampe sih ke puncak, tapi repot! Coba pake guide, coba nanya warga, pasti akan jauh lebih mudah.

Adanya Al-Quran sebagai guidance sebetulnya untuk mempermudah hidup kita. Tapi terkadang kita suka sok pede dan merasa paling tahu sehingga mengatur hidup kita dengan aturan yang kita buat sendiri, dengan prasangka yang berasal dari pengetahuan kita yang sangat terbatas. Ya pantas saja hidup jadi ribet.

"Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu agar engkau menjadi susah."
QS. Thohaa (20) : 2

Hidup ini akan jauh lebih mudah jika kita menyerahkan diri kepada Allah. Menyerahkan diri untuk diatur sepenuhnya oleh Allah; nurut sama apa yang Allah perintahkan dan nurut untuk menjauhi apa-apa yang Allah larang. Menyerahlah kepada Dia yang menciptakan kita karena Dia yang paling tahu bagaimana cara terbaik dalam menjalani kehidupan.

Tapi apakah mudah merubah mindset 'saya yang paling tahu' menjadi 'Allah yang paling tahu'? Apakah mudah mengubah mindset 'menurutku seharusnya begini' menjadi 'menurut Allah seharusnya bagaimana ya?' Atau 'yang penting saya senang' menjadi 'yang penting Allah suka'. Memang tidak semudah itu, butuh proses dan latihan yang panjang. Apalagi jika kita terbiasa mengikuti ego dan hawa nafsu kita.

Pada akhirnya, pilihan tetap ada di tangan kita. Apakah masih mau menjalani hidup dengan cara sendiri, atau bergegas menyerah dan kembali kepada Allah dan hidup dengan cara-Nya? Jika kita mencari ketentraman dan keselamatan hidup, tentu kita sudah tahu kan harus memilih yang mana? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar