Rabu, 10 April 2024

Jamuan Ramadhan dan Hidangan Penutupnya

"Alhamdulillah terasa sekali banyak peluang amal shaleh dan banyak peluang digugurkannya dosa-dosa di Ramadhan tahun ini. Walau begitu, peluang tersebut bisa saja menjadi kesempatan yang hilang jika tidak ada keikhlasan dalam menjalani takdir demi takdir dari-Nya. Semoga Allah mampukan untuk ikhlas dan ridho "diperjalankan" oleh Allah supaya pahala dan ampunannya beneran dapet. Allahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbul 'afwa fa'fuannaa.."

***

28 Ramadhan 1445 H, 7 April 2024, hari Ahad. Pukul 14:58 WIB di ruang ICU Rumah Sakit Al-Islam, Allah panggil salah satu hamba kesayangan-Nya. Alhamdulillah, di usianya yang ke 58, ayah (mertua) berpulang di bulan yang baik, di hari yang baik, di waktu menjelang ashar.

Ramadhan kali ini banyak sekali jamuan yang Allah hidangkan. Dan ternyata hidangan penutupnya adalah nasihat kematian. Sedih karena kini aku sudah tidak bisa bertemu dan memeluk ayah lagi, tapi juga bahagia sebab kepulangannya begitu indah yang diam-diam membuatku iri, bisakah kelak saat Allah panggil pulang nanti, aku juga bisa membawa bekal yang banyak seperti ayah untuk bertemu Allah? :')

Ada banyak hal yang ingin kuceritakan tentang ayah, tapi biarkan aku bercerita dulu bagaimana Ramadhanku berjalan sejak hari pertama. Malam pertama Ramadhan di tahun ini adalah malam yang paling aku syukuri dan mungkin tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Malam itu adalah malam dimana aku dan keluarga suami (ayah, bunda, semua anak-anak dan mantu) berkumpul untuk saling mengobrol dari hati ke hati. Obrolan yang dalam sekali sampai semua orang bebas mengungkapkan segala unek-unek dan ganjalannya satu sama lain. Obrolan kami berlangsung lama sekali dari setelah tarawih hingga menjelang sahur. Ya, malam itu kami tidak tidur.

Ada banyak air mata yang tumpah, tapi ada lebih banyak lagi rasa syukur yang tumpah. Malam itu, tuntas semua hal-hal yang mengganjal di hati. Malam itu, kami saling islah dan memaafkan. Saling memberi pesan dan menunjukkan rasa sayang. Dan setelah ayah berpulang, aku baru menyadari bahwa sepertinya segala kejadian di malam itu adalah hadiah dari Allah untuk ayah. Sebab ayah berpulang dalam kondisi ayah sudah ridho dan memaafkan anak-anaknya serta anak-anaknya pun ridho dan sudah memaafkan ayah. Malam itu betul-betul menjadi awal yang baik untuk mengawali Ramadhan. Lalu dimulailah pendidikan dari Allah melalui Ramadhan ini…

Aku sakit di hari ke-3 Ramadhan. Demam, badan linu, lemes, mual, entah sakit apa, tapi cukup membuat aku kepayahan terutama di 3 hari pertama sakit. Alhamdulillah Allah beri kesembuhan dan bisa beredar lagi setelah 6 hari bedrest. Dan ternyata Allah tetap beri kekuatan untuk bisa shaum (karena kalaupun nggak shaum karena sakit, kerjaanku cuma di kasur dan makan pun cuma masuk dikit, jadi mending shaum aja sekalian ya kan wkwk), bahkan tanpa diduga Allah masih memberi kekuatan untuk nggak skip tarawih dan bisa tetep tadarus 1 hari 1 juz. Walaupun rasanya struggling bangett.. Alhamdulillah selalu ada kemudahan bersama kesulitan. Setelah sakit alhamdulillah bisa keluar rumah lagi, bersilaturahim lagi, beribadah dengan lebih mudah karena badan sudah lebih kuat, dan ada beberapa amanah yang aku kerjakan juga.

Malam ke-13 Ramadhan aku berkesempatan mabit bersama sahabat-sahabat terdekatku. Sudah menjadi agenda tahunan tiap Ramadhan kami selalu mengagendakan mabit bersama. Aku diminta mengisi sharing session untuk belasan perempuan yang hadir malam itu dan setelahnya ada sesi sharing lagi menyampaikan rasa syukur dan harapan atas dipertemukannya dan diperjalankannya kami semua oleh Allah. Lagi-lagi Allah menganugerahkan malam yang indah untuk saling belajar dan merekatkan ikatan ukhuwah kami. Alhamdulillah..

Hari ke-18 Ramadhan, subhanallah aku diuji sakit lagi. Kali ini sakitnya dari sakit gigi yang bikin demam, sakit kepala, mual, dan… badmood (wkwk). Demam karena sakit gigi ini berlangsung 4 hari dan lumayan struggling karena di sakit kali ini aku ada agenda-agenda yang nggak bisa di skip. Soalnya sakit gigi tuh sakit yang agak nanggung sebenernya ya, dibilang sakit kayaknya nggak sakit-sakit banget, tapi dibilang nggak sakit juga da badannya nggak enakeun buat diajak ngapa-ngapain hahaha. Jadi ya udah disabarin aja wk.

Hari ke-20 Ramadhan, walau masih dalam kondisi sakit gigi dan agak demam, tapi aku bersyukur karena di hari itu aku berkesempatan mendampingi ayah mengisi sebuah diskusi Ramadhan. Ayah meminta aku duduk di sebelahnya dan aku mendengar dan mencatat apa-apa yang disampaikannya. Hari itu ayah bersemangat sekali berbagi ilmu walau seberesnya ayah berkeringat banyak sekali. Besok dan besoknya lagi, ada forum-forum lain yang juga ayah isi. Itulah ayah, selalu bersemangat untuk menjemput amal-amal shalehnya.

Sampai tibalah hari yang mengagetkan itu datang. Siang hari di tanggal 24 Ramadhan, Bunda tiba-tiba menelepon menyuruh semua anak-anaknya yang sudah menikah (karena sudah beda rumah) untuk segera pulang dan melihat kondisi ayah. Dalam kondisi bingung namun khawatir karena suara bunda terdengar parau, aku dan suami bergegas pergi ke rumah ayah. Saat sampai, ayah sedang dituntun dzikir oleh adik iparku. Alhamdulillah kondisinya sadar dan masih bisa mengikuti berdzikir. Ternyata sebelum itu ayah sempat kejang selama 5 menit, yang setelahnya baru diketahui bahwa ayah terkena serangan stroke. Badan sebelah kirinya sulit digerakkan. Sore itu, ayah segera dilarikan ke IGD. 

Di IGD sambil menunggu ruangan, ayah masih bisa kami ajak ngobrol bahkan masih sempat-sempatnya bercanda. Minum susu, minum obat, ditunggui bergantian oleh anggota keluarga sampai akhirnya menjelang tengah malam ayah bisa masuk ruangan untuk dirawat. Malam itu aku khawatir tapi tetap optimis ayah insya Allah akan sembuh. Setelah ayah dirawat di ruangan, anak-anak dan bunda membuat jadwal untuk bergantian jaga di rumah sakit.

Sayangnya, aku ada kegiatan kepanitiaan sanlat selama 3 hari jadi aku belum bisa ikutan jaga di RS sampai tanggal 27 Ramadhan. Jujur, pikiranku bercabang. Dan semakin khawatir setiap kali mendapat update kabar ayah di grup WA keluarga.

Ayah masuk ICU di hari ketiganya di rumah sakit dan saat ayah masuk ICU aku masih belum bisa menjenguk ayah. Pulang sanlat, sore harinya di jam besuk aku langsung ke rumah sakit menengok ayah karena rasanya sudah kangen sekali. Sedih sekali melihat kondisi ayah dengan berbagai selang dan ventilator yang dipasang dimulutnya untuk membantunya bernafas. Ayah sudah tidak sadar sejak dirawat di ICU.

Aku berusaha tegar dan bicara di telinga ayah. Aku bercerita tentang kegiatan sanlat, menyampaikan betapa aku kangen sama ayah, membacakan doa-doa tentang kesembuhan, memberi semangat kepada ayah untuk sembuh, menyampaikan siapa saja orang-orang yang hari itu menjenguk ayah, dan meminta doa karena aku dan Novie (menantunya ayah juga) ada agenda mengisi zoom sharing Ramadhan sekaligus galang dana infaq Ramadhan. Aku bicara di telinga ayah cukup lama, bercerita seolah-olah ayah mendengarku. Bukan tanpa alasan, karena ayah memang selalu seantusias itu mendengar cerita anak-anaknya. Jadi kupikir, ayah pasti ingin tau update kegiatan anak-anaknya.

Kata dokter, ayah kondisinya tak sadar dan memang tidak bisa menjawab saat aku bercerita. Tapi aku senang sekali karena sore itu aku melihat beberapa respon dari ayah. Seperti beberapa kali menelan, satu kali mulutnya bergerak dan matanya sempat seperti mau terbuka. Entahlah apakah itu betul respon dari ayah atau hanya gerak motorik otomatis. Tapi yang pasti aku senang dan merasa ayah sedang mendengarkan.

Esoknya, aku dan suami memutuskan jaga di RS pagi hingga siang. Namun hari itu kondisi ayah terus menurun. Berkali-kali kami dipanggil dokter ke ruang ICU menjelaskan kondisi ayah yang semakin menurun dan bisa henti jantung sewaktu-waktu. Keluarga diminta bersiap untuk kemungkinan terburuk. Haahhh rasanya nano-nano. Menyalakan harapan sambil menyiapkan hati untuk kemungkinan terburuk itu sulit sekaliiii..

Saat itu rasanya ingin standby aja di RS tapi aku harus mengisi zoom jam 15.30. Sekitar jam 2 siang aku dan suami berganti jaga dengan adik iparku dan suaminya. Sebelum pulang, aku sempat berbisik kepada ayah, "Ayah, ayah harus terus berjuang untuk sembuh ya sampai Allah menurunkan ketetapan-Nya.. Kalaupun akhirnya Allah menurunkan ketetapan ayah harus pulang, insya Allah kami ikhlas. Tapi sebelum ketetapan itu datang, ayah jangan menyerah untuk sembuh ya.." Sekuat tenaga aku menahan air mata agar tidak menangis di depan ayah.

Ternyata di perjalanan pulang, kabar demi kabar berdatangan di grup WA keluarga. Ayah sempat dikabarkan henti jantung. Kemudian nadinya sempat kembali setelah di pompa jantung. Namun 5 menit kemudian ayah meninggal dunia. Aku sudah di rumah saat adik iparku menelepon menyampaikan berita kepulangan ayah. Aku dan suami menangis. Satu orang yang kami cintai kini telah pergi menghadap Rabb-nya. Innalillahi wa innailaihi rajiun.. Saat itu juga zoom aku batalkan dan aku langsung kembali ke RS setelah shalat ashar.

Prosesi memandikan, mengafani dan menyolatkan pun segera dilakukan di rumah. Lalu Ayah dimakamkan beberapa menit sebelum adzan isya. Saat itu malam hari, tapi masya Allah banyak sekali yang melayat. Banyak yang sayang sama ayah. Banyak yang kehilangan. Dan banyak yang mendoakan ayah. Aku sedih, tapi lega dan bahagia karena ayah dipanggil pulang insya Allah dalam kondisi terbaiknya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.

Semoga ayah husnul khatimah, mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya, dan telah gugur dosa-dosanya saat Allah beri sakit. Kini, ayah yang selalu bersemangat menjemput peluang-peluang amal shaleh sepanjang hidupnya, sudah Allah istirahatkan dari tugas-tugasnya di dunia.

Diam-diam aku merasa iri pada ayah. Ayah betul-betul membawa bekal pulang yang banyak untuk bertemu Allah. Walau aku merasa khawatir kepada diriku sendiri, bisakah kepulanganku nanti juga seindah itu? Semoga.

Itulah cerita Ramadhanku. Masya Allah sekali hidangan Allah di Ramadhan ini, tapi insya Allah ini hidangan yang sehat untuk iman. Zoom sharing Ramadhanku akhirnya dilaksanakan besok sorenya. Dan alhamdulillah Allah masih memampukan menyelesaikan khatam tadarus al-Quran di sore terakhir Ramadhan walau dengan segala ke-hectic-an yang ada.

Semoga segala tempaan di Ramadhan tahun ini mampu aku sikapi dengan benar sehingga mengundang rahmat dan ampunan-Nya. Rabbana taqobbal minna, innaka antassamii'ul 'aliim..

***

Yah, aku sedih. Aku merasa kehilangan. Ayah baik sekali dan aku merasa sangat disayang oleh ayah. Tapi aku yakin, saat ini Allah sedang menggembirakan dan memuliakan ayah. Semoga kami bisa menggembirakan ayah dengan meneruskan segala kebaikan dan perjuangan ayah. Terima kasih sudah menjadi teladan yang mengajari kami bagaimana seharusnya hidup dan bagaimana seharusnya mati. Selamat berbahagia, Yah. Sampai bertemu lagi di keabadian, dalam ridho dan limpahan rahmat-Nya. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar