Senin, 29 Oktober 2018

Monday Love Letter #14 - Stop Playing Victim


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sister? Bagaimana hari Seninmu? Semoga hari ini menjadi awal yang baik untuk hari-harimu sepakan ke depan ya!

Seperti judulnya, surat kali ini adalah tentang berhenti merasa menjadi korban. Akhir-akhir ini saya diresahkan dengan orang-orang yang terus memelihara "mental korban"-nya. Mengapa fenomena playing victim ini menjadi penting untuk dibahas, karena sadar ataupun tidak, hal itu adalah racun bagi pikiran kita dan sangat-sangat mempengaruhi kehidupan kita.

Mungkin kita pernah berpikir, atau mendengar orang-orang di sekitar kita mengatakan hal-hal seperti ini:
"Yaah dia sih bisa sukses karena orangtuanya kaya, sementara keluargaku buat makan aja susah."
"Dia bisa jadi pembicara dan bikin karya gitu karena waktu luangnya banyak, aku mana bisa, kerjaanku di kantor numpuk terus dan bosku galak."
"Keluargamu harmonis itu karena suamimu pengertian banget, suami saya cenderung cuek dan kami juga LDR."
"Pantes aja jualannya laku, relasinya banyak siih. Kalau aku kan pemalu, ga bisa supel kayak dia."
"Jelas aja hidupnya bahagia, lingkungannya nge-support dia banget! Aku? Ortu cerai, lamaran kerja ditolak mulu, temen-temenku juga pada sibuk sendiri-sendiri."
"Aku sebenernya pengen mewujudkan mimpiku itu, tapi liat keadaanku sekarang, semenjak kecelakaan kerjanya bolak-balik RS mulu, gak mungkin lah."
"Aku udah nggak punya harapan hidup lagi semenjak aku kehilangan orangtuaku."
"Hidupku udah hancur banget, masa laluku juga kelam banget, aku gak pantes punya masa depan yang bahagia."
Daaaan mungkin masih banyak lagi pikiran-pikiran semacam itu yang datang dari orang-orang bermental korban. Semoga itu bukan kita.

Pola pikir seperti itu tuh bahaya banget. Alih-alih bergerak maju, orang-orang yang berpikir seperti ini cenderung akan diam di tempat dan tanpa sadar sibuk meratapi keadaannya. Dia akan mencari pembelaan atas kehidupannya yang terpuruk dengan menempatkan dirinya sebagai korban atas kesalahan yang dibuat oleh orang lain misalnya, menempatkan dirinya sebagai korban atas kejadian buruk yang menimpa dirinya, atau menempatkan dirinya sebagai korban atas kesalahan dirinya di masa lalu yang menjadikannya larut dalam penyesalan. Sekali lagi, semoga itu bukan kita, ya :')

Jika ada orang yang berpikir seperti itu, mungkin tidak bisa sepenuhnya disalahkan juga, karena manusia punya mekanisme "self-defense" yang digunakan untuk mempertahankan harga dirinya. Sayangnya kebanyakan kita menempatkan dirinya sebagai korban dengan menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, atau menyalahkan dirinya sendiri dibanding menempatkan diri sebagai sosok yang bertanggungjawab.

Ya, jadilah sosok bertanggungjawab atas dirimu sendiri dan atas kehidupan yang tengah kau jalani. Semua hal yang terjadi di dunia ini pada awalnya adalah netral, kitalah yang sepenuhnya memegang kendali atas pikiran, sikap, dan tindakan kita. Mau sedih karena hal yang terjadi? Bisa. Mau menciptakan bahagia? Juga bisa.
Mau terus-terusan terpuruk karena masa lalu yang (menurut kita) buruk? Bisa. Mau berusaha bangkit dan mengambil hikmah? Juga bisa.
Mau marah karena disakiti orang lain? Bisa. Mau memaafkan dan melepas beban amarah? Juga bisa.
Mau hidup kita disetir oleh orang lain? Bisa. Mau memperjuangkan kebebasan mewujudkan impianmu? Juga bisa.
Kita selalu punya pilihan. Dan kita selalu bisa memilih. Maka pilihlah keputusan yang menguntungkan dirimu, yang membahagiakan dirimu, yang membuat kualitas hidupmu meningkat.

Dan lagi, kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas hidup yang dijalani orang lain. Maka rugi sekali jika kita menghabiskan waktu dengan menyimpan dendam terhadap orang lain, menyimpan amarah terhadap keadaan, atau terus-menerus mengasihani diri sendiri. Waktu kita terlalu berharga untuk memikirkan itu. Hidup kita terlalu singkat untuk dihabiskan dengan hal-hal yang merusak diri kita sendiri.

Jadilah diri yang bertanggungjawab, bukan yang bermental korban. You deserve to be happy, you deserve to be succees, you deserve a better life, if you feel like you deserve to.

Is it good or bad, happy or sad, you choose.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar