Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Apa kabar sister? Bagaimana hari Seninmu? Semoga
hari ini menjadi awal yang baik untuk hari-harimu sepakan ke depan ya!
Seperti
judulnya, surat kali ini adalah tentang berhenti merasa menjadi korban.
Akhir-akhir ini saya diresahkan dengan orang-orang yang terus memelihara
"mental korban"-nya. Mengapa fenomena playing victim ini menjadi
penting untuk dibahas, karena sadar ataupun tidak, hal itu adalah racun bagi
pikiran kita dan sangat-sangat mempengaruhi kehidupan kita.
Mungkin
kita pernah berpikir, atau mendengar orang-orang di sekitar kita mengatakan
hal-hal seperti ini:
"Yaah
dia sih bisa sukses karena orangtuanya kaya, sementara keluargaku buat makan
aja susah."
"Dia
bisa jadi pembicara dan bikin karya gitu karena waktu luangnya banyak, aku mana
bisa, kerjaanku di kantor numpuk terus dan bosku galak."
"Keluargamu
harmonis itu karena suamimu pengertian banget, suami saya cenderung cuek dan
kami juga LDR."
"Pantes
aja jualannya laku, relasinya banyak siih. Kalau aku kan pemalu, ga bisa supel
kayak dia."
"Jelas
aja hidupnya bahagia, lingkungannya nge-support dia banget! Aku? Ortu cerai,
lamaran kerja ditolak mulu, temen-temenku juga pada sibuk
sendiri-sendiri."
"Aku
sebenernya pengen mewujudkan mimpiku itu, tapi liat keadaanku sekarang,
semenjak kecelakaan kerjanya bolak-balik RS mulu, gak mungkin lah."
"Aku
udah nggak punya harapan hidup lagi semenjak aku kehilangan orangtuaku."
"Hidupku
udah hancur banget, masa laluku juga kelam banget, aku gak pantes punya masa
depan yang bahagia."
Daaaan
mungkin masih banyak lagi pikiran-pikiran semacam itu yang datang dari
orang-orang bermental korban. Semoga itu bukan kita.
Pola
pikir seperti itu tuh bahaya banget. Alih-alih bergerak maju, orang-orang yang
berpikir seperti ini cenderung akan diam di tempat dan tanpa sadar sibuk
meratapi keadaannya. Dia akan mencari pembelaan atas kehidupannya yang terpuruk
dengan menempatkan dirinya sebagai korban atas kesalahan yang dibuat oleh orang
lain misalnya, menempatkan dirinya sebagai korban atas kejadian buruk yang
menimpa dirinya, atau menempatkan dirinya sebagai korban atas kesalahan dirinya
di masa lalu yang menjadikannya larut dalam penyesalan. Sekali lagi, semoga itu
bukan kita, ya :')
Jika ada
orang yang berpikir seperti itu, mungkin tidak bisa sepenuhnya disalahkan juga,
karena manusia punya mekanisme "self-defense" yang digunakan untuk
mempertahankan harga dirinya. Sayangnya kebanyakan kita menempatkan dirinya
sebagai korban dengan menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, atau
menyalahkan dirinya sendiri dibanding menempatkan diri sebagai sosok yang
bertanggungjawab.
Ya,
jadilah sosok bertanggungjawab atas dirimu sendiri dan atas kehidupan yang
tengah kau jalani. Semua hal yang terjadi di dunia ini pada awalnya adalah
netral, kitalah yang sepenuhnya memegang kendali atas pikiran, sikap, dan
tindakan kita. Mau sedih karena hal yang terjadi? Bisa. Mau menciptakan
bahagia? Juga bisa.
Mau
terus-terusan terpuruk karena masa lalu yang (menurut kita) buruk? Bisa. Mau
berusaha bangkit dan mengambil hikmah? Juga bisa.
Mau marah
karena disakiti orang lain? Bisa. Mau memaafkan dan melepas beban amarah? Juga
bisa.
Mau hidup
kita disetir oleh orang lain? Bisa. Mau memperjuangkan kebebasan mewujudkan
impianmu? Juga bisa.
Kita
selalu punya pilihan. Dan kita selalu bisa memilih. Maka pilihlah keputusan
yang menguntungkan dirimu, yang membahagiakan dirimu, yang membuat kualitas
hidupmu meningkat.
Dan lagi,
kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas hidup yang dijalani orang
lain. Maka rugi sekali jika kita menghabiskan waktu dengan menyimpan dendam
terhadap orang lain, menyimpan amarah terhadap keadaan, atau terus-menerus
mengasihani diri sendiri. Waktu kita terlalu berharga untuk memikirkan itu.
Hidup kita terlalu singkat untuk dihabiskan dengan hal-hal yang merusak diri
kita sendiri.
Jadilah
diri yang bertanggungjawab, bukan yang bermental korban. You deserve to be
happy, you deserve to be succees, you deserve a better life, if you feel like
you deserve to.
Is it
good or bad, happy or sad, you choose.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar