Senin, 26 Agustus 2019

Monday Love Letter #54 - Merelakanmu, Melepasmu Pergi

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Kami senang sekali bisa berkirim surat denganmu saat masih dalam suasana lebaran Idul Adha seperti ini. Apakah tahun ini kamu berqurban? Jika ya, semoga Allah menerima amalan qurbanmu dan memberkahi harta kau yang keluarkan untuk-Nya. Namun jika kesempatan berqurban belum bisa terlaksana tahun ini, semoga Allah meluaskan hatimu dan melapangkan rezekimu untuk bisa menunaikannya di tahun depan. Sebab berqurban tentu bukan hanya tentang penyembelihan hewan qurban, ada banyak bentuk pengorbanan yang bisa kita lakukan sebagai bentuk pembuktian ketaatan kita kepada Allah.

Gema takbir kemarin malam tentu masih hangat-hangatnya kita dengar, rasanya belum terlambat jika kita ingin menepi sejenak untuk merenungi makna ibadah qurban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s dan keluarganya. Kita maknai bersama yuk, sister! Stay tune sampai akhir, ya!

Ribuan tahun sebelum hari ini, dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim mendapat amanah maha penting dari Allah untuk menyembelih anaknya yang bernama Ismail. Bukan mudah, amanah ini tentu sangat luar biasa, terlebih karena Ismail adalah anak yang kelahirannya pernah ditunggu sangat lama oleh keluarga Nabi Ibrahim. Apakah kemudian Nabi Ibrahim menolak? Tidak, beliau tetap menjalankan amanah itu dengan penuh ketaatan dan kerelaan kepada Allah. Begitu pula dengan Ismail, ketika mengetahui bahwa ia akan disembelih dan itu adalah perintah dari Allah, ia pun dengan penuh ketaatan dan kerelaan mempersilahkan ayahnya untuk melaksanakannya.

Hmm, kalau saja itu terjadi pada kita, mungkin kita sudah melakukan berbagai upaya unjuk rasa agar Allah tidak memberikan amanah yang tidak masuk akal itu kepada kita, “Ya Allah, masa sih? Ini yang bener aja, dong!” Hehe. Ah, namanya juga kita, kualitas iman kita recehnya luar biasa! Mana mungkin bisa tahan dengan ujian sehebat yang diberikan Allah kepada keluarga Nabi Ibrahim. Terus, di momen penting di bulan Dzulhijjah ini, apa yang bisa kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita kepada Allah seperti yang pernah dilakukan oleh keluarga Nabi Ibrahim?

Kita tahu bahwa hari ini perintah untuk menyembelih anak sendiri itu tentu sudah tidak ada lagi. Tidak akan terdengar lagi seorang ayah yang akan menyembelih anaknya dan mengaku bahwa itu perintah Allah. Tapi, apakah saat ini kita bisa memastikan bahwa di hati kita, termasuk juga di ruang-ruang terdalamnya, sudah terbebas dari ‘Ismail-Ismail’ yang membelenggu keseharian kita? Jangan bercanda, tentu saja tidak bisa!

Coba ingat-ingat lagi! Keengganan untuk berqurban kemarin-kemarin karena takut rezeki berkurang dan lupa bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki, apakah itu bukan ‘Ismail’?

Kekhawatiran akan urusan-urusan dunia dan lupa bahwa Allah yang Maha Mengatur segalanya, apakah itu bukan ‘Ismail’?

Rasa iri dan dengki saat melihat update kehidupan orang lain yang mereka kabarkan di media sosial, lalu mulai membandingkan dengan diri sendiri, apakah itu bukan ‘Ismail’?

Khawatir meninggalkan gaya hidup yang lama setelah berita tentang kebenaran itu hadir, apakah itu bukan ‘Ismail’?

Dan bahkan, perasaan-perasaan yang tak jelas namanya, yang terpaut pada seseorang yang juga tidak jelas peranannya di dalam hidup kita, apakah itu tidak layak disebut ‘Ismail’?
 

Jika kita telusuri lagi dan lagi, akan ada sederet ‘Ismail’ yang kita temukan di kedalaman hati kita. Keangkuhanlah yang mungkin membuat kita tidak menyadarinya. Untuk kembali menjalani hidup di jalan keselamatan, kita tentu tidak punya cara lain selain ‘menyembelihnya’ bukan? Maka, di hari yang berbahagia ini, semoga tidak ada lagi keengganan di lisan dan hati kita untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya.

Lepaskan, tinggalkan, dan kembalikanlah segala urusan kepada Allah; sibukkan diri dengan ilmu dan amal; serta berbetahlah dalam duduk bersama-sama dengan orang shalih(ah) yang dengannyalah kita dapat saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Dengan begitu, semoga Allah mampukan kita untuk menyelamatkan diri dari ‘Ismail-Ismail’ yang ada di dalam hati. Selamat lebaran, sister!

Your sister of Deen,
Husna Hanifah dan Novie Ocktaviane Mufti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar