Senin, 30 Agustus 2021

Saat Semua Tinggal Kenangan

 *dikutip dari Monday Love Letter #133, yang kutulis untuk Sister of Deen


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!

Sejujurnya, saya belum tahu mau menulis apa ketika saya mulai menulis surat ini. Tapi saya punya satu cerita yang masih hangat sekali terjadi, yaitu kemarin malam saat saya melakukan zoom bersama keluarga dari ayah saya. Malam itu, seharusnya saya bergabung dengan para tetangga untuk nyate bersama, selain untuk menjalin silaturahim, tentu saja untuk menghabiskan daging-daging qurban yang masih banyak! Hehe.. Tapi karena ada pertemuan online bersama keluarga, akhirnya saya di rumah saja. Ternyata, selepas zoom mata saya malah sembab karena banyak menangis. Nah lhooo, kenapa??

Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, sudah sebulan lebih Kakek (dari ayah) saya wafat. Kemudian 2 minggu setelahnya, Om saya juga wafat menyusul Kakek saya yang sudah lebih dulu berpulang. Pertemuan zoom kemarin malam dimaksudkan untuk mengenang kedua almarhum, membaca yasin, dan berdoa bersama. Tentu saja saya senang karena bisa bertegur sapa dengan anggota keluarga yang tinggal di luar kota. Melihat wajah mereka di layar alhamdulillah sedikit mengobati kerinduan saya kepada mereka.

Lalu, ayah saya membuka forum dan ternyata acara pertama adalah memberikan pesan atau hikmah yang didapat oleh masing-masing anggota keluarga tentang kedua almarhum. Ah, saya sudah feeling bahwa saya pasti akan menangis. Akhirnya satu per satu anggota keluarga bergantian menceritakan kesan mereka terhadap kedua almarhum. Dan seperti yang sudah saya duga, semua kesan dari keluarga adalah kesan yang positif. Kami semua merasa dicintai dan merasa di sayang oleh almarhum dan keduanya punya tempat spesial di hati kami masing-masing. Ya Allah, semoga Engkau mengampuni dan melapangkan kubur mereka, aamiin.. :')

Sampai akhirnya tiba giliran saya untuk bercerita. Tiba-tiba di kepala saya berkelebat kenangan-kenangan dari Kakek dan Om saya yang sebenarnya cukup banyak. Dan tanpa bisa saya tahan, air mata mengalir begitu saja, membuat suara saya menjadi parau dan sulit melanjutkan bercerita. Akhirnya tidak banyak cerita yang bisa sampaikan saat itu karena jika dilanjutkan pasti tangisan saya semakin menjadi. Dan betul saja, semakin saya mendengar cerita dari keluarga yang lain, terlebih adik-adik saya yang juga memiliki banyak kenangan bersama kedua almarhum, membuat air mata saya tidak juga berhenti. Sesekali saya menjauh dari layar supaya nggak ketahuan kalau lagi nangis, takutnya malah bikin vibes-nya jadi sediih hahaha~ :''D

Saya sendiri sebetulnya tidak menyangka bahwa saya akan sesedih itu. Padahal ibu dan ayah saya selalu mengingatkan bahwa kita tidak perlu terlalu menangisi orang yang sudah meninggal, karena mereka sudah kembali kepada Allah. Apalagi jika meninggalnya dalam keadaan yang baik, husnul khatimah. Maka sepatutnya kita berbahagia karena dia akan segera menyongsong kehidupan yang lebih baik dan membahagiakan di akhirat. Tapi ternyata, rasa sedih akan kehilangan tak bisa begitu saja saya tepis. Rasanya sedih setiap kali mengingat bahwa saya tidak bisa bertemu mereka lagi dan segala hal tentang mereka hanyalah tinggal kenangan.

Setelah saya pikir lagi, kedua almarhum ternyata memiliki tempat spesial di hati saya. Saya cukup lama hidup bersama-sama dengan Kakek sejak kecil, maka peran beliau bukan hanya sebagai kakek, tapi juga rasanya seperti memiliki ayah kedua yang banyak mendidik saya dan memberi pelajaran hidup dengan caranya. Sedangkan Om saya, usia kami hanya terpaut 19 tahun dan beliau seperti sosok kakak laki-laki bagi saya. Beliau sangat dekat dengan keponakan-keponakannya, termasuk saya dan adik-adik saya. Kami sama sekali tidak merasa canggung berinteraksi dan bercanda dengan beliau, seorang yang baik dan kehadirannya dapat menghidupkan suasana. Kangen sekali rasanya :')

Berkali-kali saya mengajak ngobrol diri saya sendiri, "Kenapa harus sesedih itu sih, Na? Nggak apa-apa, nanti juga di akhirat insya Allah akan ketemu lagi.." Saya sadar bahwa orang-orang yang wafat dalam keadaan yang baik, sebaiknya tidak dilepas dengan tangis, tapi lepaslah dengan senyuman. Sebab "waktu ujian" dari Allah untuk mereka telah selesai, maka insya Allah mereka hanya tinggal menunggu reward-nya.

Yang justru harus kita khawatirkan adalah kita semua yang masih hidup, yang masih belum selesai mengerjakan ujian demi ujian yang disediakan-Nya di dunia. Waktu ujian kita belum berakhir sehingga belum saatnya bagi kita hari ini untuk pulang. Maka kepada mereka yang telah berpulang terlebih dulu, lepaslah mereka dengan senyuman, lalu bilang, "Alhamdulillah masa ujianmu sudah selesai, tunggu aku yah yang masih berkutat dengan soal-soal ujian dari-Nya, nanti aku menyusul, ya!"

Semoga kita semua bisa kembali pulang kepada Allah tanpa penyesalan apapun karena sudah berusaha memberikan yang terbaik yang bisa kita berikan dalam menyelesaikan ujian-ujian dari-Nya. Semoga kita bisa kembali pulang dengan hati yang riang dan mendapatkan "hasil ujian" yang baik, serta reward terbaik yang disiapkan-Nya untuk kita.

Ya Allah, ampunilah kami, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang muslim, baik yang masih hidup maupun yang sudah berpulang kepada-Mu.. Aamiin ya Rabbal 'Alamiin..


Your sister of Deen,
Husna Hanifah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar