*dikutip dari Monday Love Letter #129, yang kutulis untuk Sister of Deen
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!
Akhirnya bisa kembali menyapamu setelah dua pekan lalu saya bercerita tentang hikmah silaturahim. Bagaimana kabarmu, sister? Di penghujung hari Senin ini, semoga ada banyak rasa syukur yang bisa kamu ungkapkan kepada Allah sebelum terlelap. Semoga segala amarah, sedih dan gundah yang barangkali sempat kau rasakan hari ini, dapat menguap dan berganti dengan ketenangan dan kebahagiaan di dalam hati. Jangan lupa bersyukur, ya!
Kali ini, walaupun lagi-lagi suratnya baru bisa kau baca di malam hari, saya tak sabar ingin berbagi cerita denganmu tentang sesuatu yang saya dapatkan dalam dua pekan belakangan ini. Saya yakin, setiap kejadian yang menimpa diri saya tak mungkin Allah hadirkan ke dalam kehidupan saya, jika tidak ada hikmah maupun pelajarannya. Begitu juga dengan kejadian yang menimpa orang lain. Saat kita mungkin tanpa sengaja mendengar suatu berita tentang kejadian yang menimpa orang lain, saya yakin Allah juga sebetulnya menyimpan pesan cinta-Nya lewat cerita yang Dia "hadirkan" untuk kita dengar. Karenanya saya selalu berdoa, semoga saya (dan kita semua) senantiasa diberikan kepekaan dan kejernihan hati untuk bisa menangkap pesan-pesan tersirat itu dan mengambil hikmah besarnya.
Dan tahukah apa "pesan" yang paling sering saya dengar dalam dua pekan terakhir, sister? Ternyata ada banyak berita kematian yang saya dengar, juga berita tentang ujian-ujian berupa sakit dari orang-orang yang saya kenal. Seperti ada pesan maha penting yang ingin Allah sampaikan sehingga berita tentang sakit dan kematian dihadirkannya lagi dan lagi, dan sukses membuat rentetan berita itu hinggap di dalam kepala saya dalam beberapa hari.
Saya masih ingat, ada sebuah kalimat yang betul-betul membuat saya tertohok saat membaca pesan salah seorang sahabat di salah satu grup whatsapp ketika ia mengabarkan sebuah berita kematian. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiu'un, ayah fulan sudah selesai tugasnya di dunia.." ujarnya. Hanya sebaris kalimat yang ditulisnya, namun berhasil membuat hati saya terasa bergetar, seakan diingatkan kembali bahwa kehadiran saya di dunia ini tidak lain hanyalah untuk melaksanakan tugas dari Allah semata. Maka nasihat terbaik dari sebuah berita kematian adalah untuk mengingatkan bahwa akan ada saatnya kita yang masih hidup ini akan kembali kepada Allah untuk kemudian ditanya perihal tugas yang diamanahkan-Nya kepada kita, sudahkah dijalankan dengan baik?
Membayangkan hari pertanggungjawaban di "Pengadilan Allah" nanti, tak pernah gagal untuk membuat hati ini meringis karena sadar tidak banyak amal yang bisa kubanggakan. Masih banyak menit yang berlalu begitu saja tanpa bisa kupastikan apakah ia bernilai ibadah di hadapan-Nya? Masih banyak penundaan atas berbagai peluang kebaikan sehingga kesempatan untuk mendapatkan amal shaleh pun hilang. Lebih parahnya lagi, hilangnya kesempatan itu seringnya tak meninggalkan penyesalan, as if it wasn't a big deal for me. Sementara itu, di zaman ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya masih hidup, para sahabat Rasul akan merasa sangat menyesal jika tertinggal shalat berjamaah di masjid dan bersedih luar biasa jika tidak bisa ikut berperang bersama Rasulullah. Huhuhu, kualitas iman yang masih jauh sekali jika dibandingkan dengan mereka.. :'(((
Tapi Allah mungkin masih sayang kepada hamba-Nya yang imannya penuh dengan tambalan ini. Tanpa pernah kurencanakan, Dia merancang sebuah pertemuan tak terduga dengan salah seorang guru. Seseorang yang saya tahu betul bahwa hampir tidak ada ucapannya yang tidak mengandung hikmah. Yang jika dipandang, wajahnya teduh dan memancarkan ketenangan. Kebijaksanaan yang tak mungkin terpancar jika tanpa tempaan yang mengokokohkan iman. Di akhir pertemuan, saya mendapatkan peluk dari beliau serta beberapa pesan yang satu di antaranya ialah, "Semoga terus semangat dalam beramal shaleh, ya.."
Entah bagaimana, pesan itu terus terngiang di kepala saya dan selalu muncul setiap kali ada keinginan saya untuk menunda atau mengurungkan niat saat bertemu peluang-peluang amal shaleh. "Yuk, kerjain Na, kata Ibu harus semangat dalam beramal shaleh!" begitu suara di dalam kepala saya berbicara. Pertemuan yang awalnya tak disengaja itu, pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat saya syukuri.
Dari perjalanan perenungan selama beberapa hari ini, ternyata ada berbagai pengingat yang Allah sisipkan dari setiap kejadian. Pesan-pesan yang berisi kasih sayang dari-Nya agar diri ini selalu memperhatikan setiap gerak dan langkah untuk selalu berada dalam pelaksanaan tugas sebagai hamba-Nya. Semoga dalam keadaan apapun, kita mampu untuk senantiasa dalam keadaan sedang bertugas untuk-Nya, sampai nanti Allah panggil kita untuk kembali kepada-Nya, "Masa tugasmu di dunia sudah selesai hamba-Ku.."
Semoga kita bisa menyambut panggilan pulang itu dengan senyum dan tanpa penyesalan. Semangat beramal shaleh, sister!
Your sister of Deen,
Husna Hanifah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar