Kamis, 23 April 2020

Bagaimana Jika Ini Ramadhan Terakhirku?


Kematian tak pernah gagal memberi nasihat terbaik. Kematian adalah pengingat yang paling mujarab untuk menampar jiwa yang terlalu lekat pada dunia.

Setiap jiwa akan kembali kepada Pemiliknya, dan tidak ada yang bisa menebak kapan giliran kita dipanggil. Tak ada pula seorangpun yang dapat menjamin bahwa kita akan bertemu Ramadhan selanjutnya.

“Jadikan Ramadhanmu deadline. Seolah ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidupmu. Mengapa? Agar kita berusaha keras menggapai tangga ketakwaan tertinggi di Ramadhan ini. Karena jika tidak tercapai di Ramadhan ini, kita tidak akan ada waktu lagi. Jika Ramadhan ini terlewat, hilanglah Ramadhan terakhir kita.” Begitu kata Ahmad Rifa’i Rif’an, penulis buku Ramadhan, Maaf, Kami Masih Sibuk.

Di hadapan kematian, bukankah setiap detik menjadi sangat berharga? Bukankah shalat kita akan menjadi shalat terkhusyu’? Bukankah lisan kita akan selalu basah dengan istighfar dan dzikrullah? Bukankah kita akan sibuk berburu amal shalih? Bukankah waktu yang sering kita abaikan tiba-tiba menjadi sangat bernilai? Hingga sama sekali tak ada waktu untuk memikirkan keburukan dan kesia-siaan. Bisakah Ramadhan kita seperti itu?

Seandainya ini Ramadhan terakhir, inilah kesempatan terbaik bagi jiwa-jiwa yang ternoda menjadi kembali pada kesuciannya. Jikapun kelak Allah memang memanggil kita, setidaknya kita berhasil “pulang” dan menghadap kepada-Nya dalam keadaan bersih, selamat, husnul khatimah.

Karena itu, selamat berjuang wahai jiwa yang merindu perjumpaan dengan Rabb-nya. Selamat berbenah diri untuk menjadi hamba yang sejati.

Bukan mati yang seharusnya kau takuti, sebab semua makhluk bernyawa tak ada yang abadi. Takutlah, jika kematianmu tidak dalam keadaan diri yang Dia ridhoi.

___

dari @una_ha2 dan @fikriarosyida
H-1 #MenjemputRamadhan 1441 H   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar