Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister!
Dua minggu ternyata lama ya sampai akhirnya saya bisa menulis Love Letter untukmu lagii.. Kangen niih.. Terima kasih ya sudah setia menunggu surat-surat kami, dan selamat datang jika kamu baru saja bergabung dengan mailing list Sister of Deen. Melalui Monday Love Letter yang bergantian ditulis oleh saya dan Novie, kami ingin lebih dekat denganmu sekaligus menjadi teman dalam setiap perjalanan dan perjuanganmu untuk menjadi hamba terbaik-Nya. Bismillah, saling menguatkan, ya :)
Kabarmu baik-baik saja kan? Perlahan tapi pasti, sepertinya banyak dari kita yang mulai terbiasa dengan pola kerja dari rumah dan membatasi diri untuk keluar rumah. Mau tak mau, keadaan memaksa kita untuk adaptif menghadapi situasi sekarang. Tetap sehat lahir dan batin ya! Semoga rumahmu tetap bisa menjadi tempat ternyaman untuk bertumbuh.
Menyambut Ramadhan yang tak lama lagi, ada beberapa persiapan yang saya lakukan salah satunya adalah meningkatkan kualitas ubudiyah, terutama shalat. Terkadang karena kesibukan atau karena hal tersebut sudah menjadi sebuah rutinitas, shalat menjadi sering sekali kehilangan maknanya. Shalat yang seharusnya menjadi obat untuk hati yang gundah, malah terasa sebagai beban karena memikirkan pekerjaan. Shalat yang seharusnya menjauhkan kita dari perbuatan buruk, tak bisa berfungsi sebagai perisai karena kebersamaan dengan Allah Yang Maha Melihat tak dibawa serta di aktivitas yang lainnya.
Dan ketika perlahan saya memaknainya kembali lebih dalam, dari mulai gerakan dan bacaannya, rasanya hati ini tergugu. Betapa malunya diri ini di hadapan Allah, sebab sadar bahwa kualitas dirinya tidaklah seindah kata-kata dan janji-janji yang ia ucapkan dalam shalat.
***
Allahu Akbar. Adalah kalimat pertama yang kuucapkan dalam shalat. Sebuah kalimat pengakuan bahwa Allah Maha Besar, dan diriku amatlah kecil di hadapan-Nya. Tapi nyatanya, diri ini masih saja belum mahir memposisikan diri di hadapan-Nya. Terkadang masih sombong menolak ketetapan-Nya, merasa bahwa rencana dirilah yang paling baik. Terkadang hawa nafsu masih menjadi raja di hati, menggeser Dia yang seharusnya menempati tahta tertinggi. Astaghfirullah..
Di dalam doa iftitah, diri ini berjanji, bahwa sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk-Mu serta tidak akan mempersekutukan-Mu dengan yang lain. Nyatanya, diri ini masih saja lalai dalam menggunakan waktu, dari ribuan menit dalam sehari, mungkin hanya sedikit saja jiwaku terkoneksi dengan-Mu. Nyatanya, masih banyak urusan yang lebih aku pentingkan daripada bersegera menyambut panggilan-Mu. Sungguh sebuah kebohongan yang besar, maafkan diri ini, Ya Allah..
Dalam bacaan Al-Fatihah, diri ini melantunkan; sesungguhnya kepada-Mu kami menyembah, kepada-Mu kami memohon pertolongan. Ah, lagi-lagi aku merasakan malu yang teramat sangat ketika membaca ini. Benarkah ibadahku hanya untukmu semata? Sebab tak jarang ada niat-niat lain yang mengotori niat ikhlasku. Benarkah hanya kepadamu aku memohon pertolongan? Seingatku, dalam ikhtiar yang kulakukan, seringku berkata, "aku bisa, aku pasti bisa" yang tanpa sadar mengesampingkan ada-Mu, tanpa sadar lupa bahwa aku tak bisa apa-apa tanpa pertolongan-Mu. Yaa Illahi,, maafkan diri yang ternyata belum juga lulus menjadikan Engkau satu-satunya Illah.
Dalam duduk takhiyat, diri ini selalu mengulang-ulang janji. Asyhadu allaa ilaaha illallah, waasyahdu anna muhammadarrasulullah. Sebuah janji maha sakral yang menjadi awal dari keislaman seseorang. Maknanya berat dan dalam sekali, tapi entah kenapa rasanya ringan sekali lidahku mengatakannya. Padahal konsekuensi atas kalimat itu sangatlah berat, menuntut pengorbanan seluruh harta dan jiwa, mengambil hati dari segala cinta, meminta seluruh hidup sampai janji tersebut berhasil ditunaikan. Tapi kemana saja aku, membangun cinta kepada-Mu saja masih setengah-setengah, mengenal kekasih-Mu Muhammad SAW dan mengikuti sunnah-nya saja terkadang kalah oleh malas, bagaimana mau diaku umatnya dan diberi syafaat olehnya kelak?
Dan masih banyak lagi ucapan yang masih sekedar basah di bibir namun kering di jiwa. Yang jika kujabarkan dengan berlembar-lembar maaf pun tak akan cukup. Kubilang kau Maha Mendengar, tapi lisanku masih saja tak terjaga. Ku berkali-berkali berdoa agar Kau mengampuniku, agar Kau merahmatiku, agar Kau memberi petunjuk padaku, agar Kau terus menyayangiku, memberi rezeki yang baik kepadaku.. Tapi doa itu hanya sekedar doa yang tak pernah serius aku upayakan. Banyak doa yang kupanjatkan kepada-Mu, tapi jarang sekali aku sungguh-sungguh menghayatinya dan memohonkannya pada-Mu..
Ya Allah.. Jika bukan karena Engkau yang mengatakan untuk jangan berputus asa dari rahmat dan ampunan-Mu, mungkin hari ini aku sudah menyerah untuk menjadi baik sebab terlalu malu dengan dosa-dosa yang menggunung dan janji-janji yang palsu. Tapi diri ini juga berterima kasih sebab ampunan-Mu lebih luas dari lautan dan pintu taubat selalu Kau buka untuk hamba-hamba yang mendzalimi diri mereka sendiri..
Faghfirlii, Ya Rabb.. Aku bisa apa, selain berusaha menyibukkan diri dengan amal sholeh yang mungkin tak seberapa nilainya.. Sebanyak apapun kebaikan yang kulakukan mungkin takkan cukup menutupi borok-borok keburukan.. Dan pada akhirnya hanya bisa berharap kasih sayangMu, semoga amal yang tak seberapa ini sudi Kau terima, Ya Rabb..
Jika memang waktuku telah habis dan kepergianku masih menyisakan banyak keburukan, setidaknya usahaku bisa Kau hargai.. Setidaknya kegigihanku sebelum habis waktu, bisa mengundang kemurahan hati-Mu untuk menghapuskan keburukan yang tersisa..
Semoga keletihan yang terasa, keringat yang mengucur, air mata yang jatuh, dan langkah kaki yang tiada henti, bisa membantu menyelamatkanku dari murkaMu di negeri akhirat nanti..
***
My sister, mari sambut Ramadhan dengan harapan yang tinggi dan ikhtiar yang kuat, semoga Allah berkenan mensucikan jiwa kita, mengangkat derajat kita, dan mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin.. Mohon maaf lahir batin ya :)
Your sister of Deen,
Husna Hanifah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar